Gorontalo, mimoza.tv – Polemik soal Kartu Pra Kerja yang merupakan salah satu program dari Capres petahana Joko Widodo (Jokowi), hingga saat ini terus ramai jadi perbincangan, terlebih diberbagai media sosial.
Seperti dikutip dari detik.com, Jokowi menjelaskan, programnya Kartu Pra Kerja ini fungsinya memberikan pelatihan bagi masyarakatyang baru lulus pendidikan. Mereka yang nantinya belum mendapat pekerjaan, akan di gaji pemerintah dalam batas waktu tertentu.
“Nanti akan keluar Kartu Pra Kerja seperti ini. Jadi anak-anak kita yang lulus SMA, SMK atau akademik, begitu lulus universitas, nanti akan dikeluarkan Kartu Pra Kerja seperti ini. Kartu ini nanti akan bisa dipakai untuk training-training yang diselenggarakan pemerintah. Setelah training kita harapkan masuk industri. Kalau belum, akan diberi gaji atau honor dari sini,” kata Jokowi di Cikarang, Jawa barat, Minggu (3/3/2019).
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua TKN Jokowi, sekaligus Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memastikan penerima kartu tersebut memiliki jangka waktu untuk di gaji negara.
Moeldoko juga memastikan penerima kartu Pra Kerja tersebut memiliki kriteria khusus sebagai syarat diberikan kartu.
“Ada tim penilai yang akan menyeleksi warga lulusan SMK yang akan menerima kartu. Kalau penjelasan pak Jokowi, sambil menunggu ada pekerjaan, karena bagi yang lagi bimbang jadi penyanggah awal, bukan seterusnya (terima gaji),” kata Moeldoko di Istana Negara, Jakarta Selasa (5/3/2019).
Meski demikian, Moeldoko juga tak menyebut jika anggaran kartu Pra Kerja ini akan diambil dari pos APBN yang mana. Dirinya hanya menuturkan bahwa pemerintah akan menyiapkan anggaran yang cukup besar untuk program baru Jokowi di periode keduanya nanti.
Senada dengan Moeldoko, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) juga mengatakan, butuh anggaran besar untuk menyediakan kartu tersebut. Kata JK, program tersebut tidak mungkin dimulai pada tahun anggaran 2019.
“Ya nanti kalau ada pembahasan anggaran tahun 2020 baru kita tahu. Yang jelas tahun ini belum bisa, anggaran 2019 tidak ada,” ujar JK.
Akan tetapi, apa yang disampaikan, baik Moeldoko maupun JK, bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Hendrawan supratikno, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Supratikno beralasan, program tersebut adalah modifikasi dari program pemerintah saat ini.
“APBN sudah dibicarakan di DPR, hanya modifikasi, disempurnakan sekaligus dimodifikasi,” kata Supratikno, seperti dikutip dari merdeka.com.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamza menilai program Karti Pra Kerja milik Capres petahana Jokowi ini tidak masuk akal. Menurut Fahri, program ini hanya efek dari kampanye saja. Dirinya menyebut progaram Jokowi itu merupakan program yang tak masuk akal.
“Pak Jokowi akan kesulitan menjalankan program tersebut apabila kembali menjabat sebagai presiden. Sebab Indonesia tidak memiliki banyak uang,” kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (6/3/2019).
Fahri mengatakan juga, jumlah orang yang menganggur di Indonesia sudah terlalu banyak. Sehingga, dia menyarankan Jokowi untuk membuat lapangan kerja yang sebesar besarnya. Terlebih lagi saat ini banyak hal yang lebih penting untuk didahulukan pemerintah, seperti pembangunan untuk daerah terdampak bencana.
Selain tanggapan dari pejabat maupun politisi, program Jokowi ini juga mendapat dari kalangan akademisi. Pengamat Ekonomi dari Unicversitas Indonesia (UI) Fithra Faisal hastiadi menilai program kartu Jokowi ini tidak direncanakan dengan matang. Hal ini dikarenakan jumlah pengangguran di Indonesia masih tinggi.
“Nah Cuma ini harus hati-hati juga. Jumlah pengangguran negara kita kan sekitar 7 juta orang. Nah uangnya darimana ? gitu,” ujar Fithra, dilansir dari merdeka.com.
Dirinya justru mengkhawatirkan, adanya program kartu ini hanya sebatas janji manis kampanye saja. Menurut dia, untuk menyelesaikan permasalahan pengangguran di Indonesia banyak prioritas lain yang perlu di dorong dan di tingkatkan.
Sementara Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara juga berpendapat program ini akan menciptakan ketergantungan bagi masyarakat. “Akan jadi disinsentif nantinya orang ikut program ini hanya untuk dapat tunjangan pemerintah,” ucapnya.
Tak hanya di kritik, bahkan program Kartu Pra Kerja Jokowi ini dilaporkan oleh Tim Advokat Indonesia Bergerak (TAIB) ke pihak Bawaslu. Jokowi dilaporkan pihak TAIB karena diduga melakukan pelanggaran kampanye.
Djamaluddin Koedoeboen selaku Koordinator advokat TAIB mengatakan, Jokowi diduga melanggar Undang-Undang 7 Tahun 2017 Pasal 280 jo Pasal 521 tentang Pemilu terkait larangan menjanjikan atau memberikan uang kepada peserta kampanye pemilu.
Menanggapi hal ini, pihak Bawaslu akan mengkaji untuk mengecek apakah program Kartu Pra Kerja Capres 01 Jokowi itu ada unsur pelanggaran.
“Kita kaji itu, karena harus jelas pak Jokowi sebagai Presiden atau Capres pada saat itu,” tandas Rahmat Bagja selaku Anggota Bawaslu.(luk)
*Dari berbagai sumber.