Gorontalo, mimoza.tv – Achmad Benyamin Daniel, salaku penasehat hukum terdakwa Ibrahim ST dan Farid Siradju mengatakan, pihaknya meyakini permasalahan tersebut bukan berada di pihak kedua klienya.
“Kemarin dalam nota pledoi, kedua terdakwa atau klain kami ini hanya jadi kambing hitam. Ada pihak lain yang seharusnya bertanggung jawab. Karena ini ada yang terima uang. Orang itu yang seharusnya bertanggung jawab. Kita bicara normatifnya saja. Dalam laporan BPKP itu ada penerima uang. Tapi di fakta persidangan, orang-orang tersebut ternyata sudah berganti lagi dengan orang lain. Apakah ini tercatat di SP2D?, apakah ini tercatat disitu?, ini yang harus ditelusuri lebih jauh,” ucap Daniel usai persidangan, Senin (27/4/2021).
Lanjut dia, ada pihak lain yang menerima berdasarkan ketentuan kuasa dan tidak bisa sembarangan.
“PYB menyerahkan kuasa pada orang untuk mengambil uangnya. Atau ada aliran dana yang seharusnya dari bank kepada satu orang, akan tetapi dialirkan kepada orang lain. Itu dasarnya apa?, dan itu harus jelas. Kerugian negara timbul disitu. Sementara sampai di pembayaran, klien kami sudah tidak terlibat di pembayaran, hanya sampai menilai saja. Soal siapa yang terlibat di pembayaran itu, silahkan tanya pak Jaksa. Karena mereka punya data,” ucap Daniel.
Lanjut kata dia, seharusnya Majelis Hakim menyatakan ke dua kliennya tersebut bebas. Karena kerugian negara itu timbul dari pembayaran, bukan dari hasil penilaian oleh kedua kliennya.
“Peranan kita itu adalah memberikan penilaian. Penilaian yang kita nilai ini apakah salah atau tidak, harusnya di uji dulu oleh P2PK, oleh MAPPI, apakah metode yang dilakukan itu salah atau tidak. Kalau tidak salah dan belum diperiksa, jangan dinyatakan dulu bersalah,” jawab Daniel kepada awak media.
Lanjut kata dia, jika hanya bergantung kepada keterangan kepala desa yang mengatakan bahwa dia menandatangani blanko kosong, sedangkan di persidangan kepala desa tersebut mengakui beberapa item dalam berita acara itu diakui oleh dia sendiri.
“Fakta penilaian kita, contoh di Desa Datahu, keterangan Kepala Desa yang membantah ada informasi data itu. Dia menyatakan bahwa ada pembebasan sutet tahun 2009 senilai 20 ribu. Nilai klien saya itu hanya 15 ribu sampai 25 ribu di tahun 2015. Kan lebih kecil,” ungkapnya.
Untuk masalah pembayaran dobol itu juga kata dia seharusnya melibatkan pihak bank. Tujuannya agar kelihatan aliran dananya atau jangan-jangan ada TPPU dalam hal itu.
“Untuk yangg dobol pembayaran bahwa fakta persidangan sudah membuktikan salah satu PYB hanya menerima 1 kali pembayaran dari satu SP2D disertai pembayaran transfer yang hanya satu kali. Sedangkan SP2D- nya ada dua. Seharusnya SP2D yg satu lagi diperiksa. Siapa yang menerima pembayaran tersebut. Dan pembayaran tersebut masuk ke rekening siapa? Apakah dengan cara transfer atau dengan cara tunai?. Dan semua pembayaran dobel juga termasuk wilayah pembayaran yang validasinya dobel bukan penilaian nya yang dobel dengan demikian itu bukan tanggung jawab klien kami,” tegasnya.
Di tanya wartawan soal penyataan majelis hakim bahwa ada pihak lain yang bermain dalam persoalan ini, Daniel mengaku tidak tau yang dimaksud oleh majelis hakim tersebut.
“Saya tidak tau yang dimaksud hakim itu. Tapi saya melihatnya begini, kalau memang ini wilayah pembayaran, sekarang periksa dong. PYB-nya diperiksa, yang 768 orang itu benar tidak menerima uang. Atau jangan-jangan hanya nama-nama mereka saja yang di sana dan tidak pernah menerima uang. Kejadian kasus pembebasan lahan itu selalu begitu, ada daftar nominatif hantu. Bisa jadi begitu,” pungkasnya.
Untuk kelanjutan perkara ini kata dia, pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu sebelum ke proses hukum selanjutnya, apakah akan banding atau tidak.(red)