Gorontalo, mimoza.tv – Ratusan wartawan Gorontalo yang tengah melakukan unjuk rasa sepakat memboikot pemberitaan Polda Gorontalo. Sikap wartawan tersebut merupakan bentuk kekecewaan lantaran Kapolda maupun Wakapolda tak mau menemui aksi damai wartawan didepan Mapolda Gorontalo, Kamis (15/10/2020).
“Kami kecewa pak Kapolda bersama Wakapolda tidak menemui kita. Padahal kemarin-kemarin ada komunikasi bahwa aksi kita akan diterima di Polda Gorontalo,” kata Helmi dalam orasinya.
Tetapi kata Helmi, maunya Polda Gorontalo hanya dalam bentuk dialog saja, dan tidak mau menerima di demo.
“Artinnya Kapolda atau pejabat di Polda Gorontalo anti kritik. Sehingganya kita jurnalis di Gorontalo sepakat untuk memboikot liputan maupun pemberitaan dari Polda Gorontalo,” tegas Helmi.
Dalam aksi damai itu juga ada enam tuntutan yang dilayangkan langsung kepada Kapolda Gorontalo. Satu diantaranya adalah meminta Kapolda untuk mengusut serta menghukum para anggota kepolisian yang diduga menjadi pelaku intimidatif terhadap lima jurnalis yang sedang meliput di aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja kemarin.
“Kami selama ini dianggap sebagai mitra kepolisian, tapi apa yang dilakukan oleh polisi terhadap teman-teman jurnalis kemarin (12/10) itu menunjukkan hal sebaliknya.” tegas Helmi.
Massa aksi yang bergabung dalam Jurnalis Gorontalo tersebut menyebutkan setidaknya ada lima orang jurnalis yang menjadi korban intimidasi aparat kepolisian. Wawan wartawan Kumparan.com, Elias wartawan di IDN Times, Agung Adjula dan Hamdi yang merupakan wartawan Kronologi.id, serta Arifandi wartawan Liputan6.com.
Bentuk intimidasi yang dilakukan berupa larangan pengambilan gambar, penghapusan gambar, dan penangkapan jurnalis saat meliput aksi Senin (12/10/2020) kemarin.
Hamdi merupakan jurnalis yang mengalami berbagai bentuk intimidasi oleh aparat kepolisian.
Saat itu Hamdi sedang merekam penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap massa aksi, justru dia yang didatangi dan dimintai untuk menghapus gambar yang telah dia ambil.
“Saya dibilang ngeyel karena tidak mau menghapus video dan terjadi tarik menarik. Karena takut HP saya rusak, saya pasrah saja diambil HP itu. Kemudian saya dibawa dan dikumpulkan bersama beberapa orang mahasiswa. Saya dan para mahasiswa tersebut dibawa ke Mapolda Gorontalo untuk dimintai keterangan, dites urine dan di-rapid test,” ujar Hamdi dalam keterangannya. Selasa (13/10).
Menurut Helmi, apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian tersebut melanggar UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, yakni sebagai bentuk penyensoran dan penghalangan liputan secara sengaja yang dalam pasal 18 ayat 1 diancam penjara maksimal 2 tahun dan denda maksimal 500 juta rupiah.
Dalam aksinya juga wartawan menaburkan bunga di pintu gerbang Polda Gorontalo, sebagai simbol matinya kebebasan pers di Gorontalo.(luk)