Oleh: Dr. Duke Arie, SH.,MH.,CLA.,CPCLE
Beranjak dari pendapat berbagai pihak mengenai Kejahatan Kemanusisan mulai dari masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Praktisi Hukum sampai dengan Pemerintah, berikut ini:
Ketua Bidang Buruh DPN Repdem (organisasi sayap PDI Perjuangan) Abe Tanditasik ; penolakan pemakaman perawat yang terjadi di jawa tengah adalah Kejahatan Kemanusiaan. Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Ahmad Sahroni ; menunda pengesahan UU Pemasyarakatan adalah kejahatan kemanusiaan. Abraham Samad ; terpidana korupsi juga pelaku kejahatan kemanusiaan.Presiden SBY (2014) ; pelaku pembakaran hutan adalah kejahatan kemanusiaan. Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait ; menuding negara melakukan kejahatan kemanusiaan dengan ditemukannya vaksin palsu. Togar Situmorang, SH.,MH ; kasus hoax Ratna Sarumpaet merupakan kejahatan kemanusiaan. Presiden Jokowi ; Korupsi adalah kejahatan kemanusiaan.
Dari pendapat diatas yang berbicara mengenai Kejahatan Kemanusiaan lebih pada menyampaikan sudut pandangnya masing-masing terkait suatu perbuatan atau suatu peristiwa yang dapat merugikan orang lain.
Penolakan pemakaman perawat covid 19, penundaan pengesahan UU Pemasyarakatan, tindak pidana korupsi, peredaran vaksin palsu, pembakaran hutan sampai dengan kasus hoax Ratna Sarumpaet ditafsirkan sebagai suatu Kejahatan Kemanusiaan.
Artinya masyarakat kita menilai Kejahatan Kemanusiaan ini berdasarkan sudut pandangnya masing-masing terhadap suatu keadaan atau peristiwa yang menurutnya adalah suatu perbuataan yang merugikan dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Sedangkan kejahatan kemanusiaan sendiri diatur dalam Statuta Roma dan diadopsi dalam Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang pengadilan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Menurut UU dan juga sebagaimana diatur dalam pasal 7 Statuta Roma tersebut, kejahatan terhadap kemanusiaan adalah Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa : pembunuhan; pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; penyiksaan; perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; penghilangan orang secara paksa; atau kejahatan apartheid.
Pertanyaannya apakah kemudian pendapat-pendapat itu salah? Apakah pendapat-pendapat itu harus dibungkam dengan melaporkan ke Kepolisian?.
Tentunya kita harus lebih bijak dalam memahami niat baik dari pernyataan tersebut yakni untuk memberikan pendapatnya terhadap suatu peristiwa. Bahkan ada dari pendapat tersebut untuk memberikan masukan kepada pemerintah sebagai bentuk check and balances dari masyarakat. Sebab sebagai negara demokratis konstitusi kita memberikan jaminan untuk berpendapat.
Pendapat masyarakat terkait perlakuan yang tidak manusiawi dalam penanganan ODP yang sedang diisolasi di Asrama Haji adalah sebuah kontrol kepada Pemerintah agar lebih perhatian lagi kepada ODP tersebut, karena dari hasil percakapan diperoleh informasi yang sangat memprihatinkan. Olehnya masukan dan pendapat tersebut harusnya disikapi secara bijak dengan memenuhi kekurangan bukan malah dirposes secara hukum. Hal ini justru akan mengkonfirmasi bahwa pemerintah kita ini bisa dianggap anti kritik.