Gorontalo, mimoza.tv – Peristiwa bencana alam yang melanda Lombok, Palu, Banten, Lampung beberapa waktu lalu, mendorong Pemerintah untuk terus berupaya melakukan penguatan (mitigasi) penanggulangan bencana di Indonesia.
Upaya tersebut diantaranya mendorong percepatan penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Sistem Nasional Peringatan Dini Multi Ancaman Bencana (Sisnas-Perdimana) yang dibahas dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Tingkat Menteri tentang Perkembangan Penyelenggaraan Penanganan Bencana di Indonesia yang dihadiri 25 wakil Kementerian/Lembaga (K/L) di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
“Kemen PPPA telah ikut serta berupaya menangani bencana mulai dari tanggap darurat, hingga proses rehabilitasi yang responsif gender dan responsif terhadap hak anak. Ini dilakukan dengan menyusun model penanganan dan rehabilitasi yang ramah perempuan dan anak. Dan hal inilah yang dibutuhkan dalam konsep penanganan terpadu, misalnya membuat model rehabilitasi ekonomi bagi perempuan korban bencana, trauma healing, ruang ramah perempuan yang saat ini telah dibangun di kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala,” ungkap Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Tingkat Menteri terkait Perkembangan Penyelenggaraan Penanganan Bencana di Indonesia hari ini.
Pribudiarta mengungkapkan bahwa Kemen PPPA akan mengupayakan agar model dan pedoman yang telah dibuat tersebut sebagai hasil kerjasama dengan UNFPA dibawah koordinasi Sub Klaster Deputi Perlindungan Hak Perempuan, secepatnya dapat diintegrasikan ke dalam Perpres Sisnas Perdimana yang sedang disusun. Upaya lainnya yaitu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada perempuan dan anak terkait waspada bencana dan cara menyelamatkan diri dari bencana, melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), desa-desa layak anak, sekolah ramah anak.
Pribudiarta juga menambahkan bahwa Relawan Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (Satgas PPA) juga dapat ikut berperan dalam penanganan bencana di Indonesia.
“Hasil diskusi pada rakor hari ini, menggambarkan bahwa masih belum adanya sinergi antar K/L dalam penguatan penyelenggaraan atau mitigasi penanggulangan bencana di Indonesia. Untuk itu, perlu adanya sinergi dan koordinasi terarah antar K/L terkait penanganan maupun mitigasi bencana yang akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia, karena Indonesia merupakan wilayah ring of fire. Sesuai standar operasional prosedur (SOP) tanggap darurat, sinergitas K/L, TNI-Polri, Basarnas dan lainnya, bahwa setiap ada bencana kita tidak boleh berjalan sendiri-sendiri,” ungkap Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani saat memimpin rakor siang tadi.
Puan menegaskan, dalam hal tanggap darurat yang bertanggung jawab penuh adalah gubernur, bupati-walikota, dan pemerintah daerah.
“Yang paling tahu wilayah dan masyarakatnya adalah pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya akan membackup. Pada bidang mitigasi, perlunya sinergitas antarlembaga seperti BMKG, BIG, dan BMKG, Kementerian ESDM, agar bisa berbagi data dalam pencegahan untuk meminimalisir jatuhnya korban akibat bencana,” jelas Puan.
Selain itu, kata dia, sosialisasi dan edukasi masyarakat akan di tingkatkan. Kemensos, Kemendikbud, Basarnas dan K/L lain sudah membentuk dua program tersebut. Diantaranya yaitu ‘goes to school’ yang memberikan pendidikan pada anak di sekolah terkait waspada bencana.
“Selain K/L, pemerintah daerah juga diminta untuk berkomitmen bersama berperan dalam mitigasi bencana. Seperti tidak memberikan izin pembangunan untuk wilayah rawan bencana. Wilayah mana yang tidak boleh dibangun rumah dan lain-lain, sedang kita minta ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dengan data BMKG, Bappenas, Badan Geologi, agar pemda tidak memberikan izin kepada RT/RW di wilayah yang rawan bencana,” tutup Puan.(luk)