Gorontalo, mimoza.tv – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah kerugian sementara akibat gempa dan tsunami di wilayah Sulawesi Tengah per 23 Oktober 2018 sebesar Rp15,29 triliun. Kerugian terbesar tercatat di Kota Palu dan Kabupaten Sigi, masing-masing sebesar Rp7,6 triliun dan Rp4,9 triliun. Disusul Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong, masing-masing Rp2,1 triliun dan Rp631 miliar.
Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho memperkirakan, jumlah kerugian tersebut akan bertambah seiring dengan pendataan yang masuk.
“Bencana selalu menyebabkan pertumbuhan pembangunan, termasuk capaian pembangunan yang susah payah hilang secepatnya. Pertumbuhan ekonomi di Kota Palu minus. Dan saat ini masih jauh dibandingkan dengan normal. Karena itu kita memerlukan waktu untuk membangun kembali dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Palu,” jelas Sutopo saat konferensi pers, Jumat (26/10/2018).
Sementara untuk bantuan dari luar negeri, total dana tunai yang sudah berada di rekening BNPB sebesar Rp25 miliar. Dana yang sudah masuk tersebut antara lain berasal dari Thailand, Vietnam, Pakistan dan Arab Saudi. Jumlah tersebut masih jauh dari jumlah yang dijanjikan sejumlah negara.
“Data dari kementerian luar negeri disebutkan sifatnya masih pledge (janji). Mereka menjanjikan ingin memberikan bantuan. Korea Selatan 1 juta USD, RRT 200.000 USD, Uni Eropa 1,5 juta Euro, Venezuela 10 juta USD, Jerman 1,5 juta Euro, Vietnam 100.000 USD, Australia = 500.000 AusD, Laos 100.000 USD, dan Kamboja 200.000 USD.”
Untuk mengatasi persoalan hunian, Sutopo menjelaskan Kementerian Perumahan Rakyat akan membangun 1.200 unit barak untuk menampung sekitar 14 ribu keluarga. Sementara untuk 9 ribuan keluarga lainnya akan dibangunkan hunian sementara (huntara) dengan bantuan masyarakat dan swasta.
“Demikian ada partisipasi, Pemda Jawa Tengah 100 Unit Huntara, sekarang sudah ditempati. Kemudian Baznas Tanggap Bencana saat ini sudah menyelesaikan 200 unit dari target 2000 unit Huntara. PMI mendirikan 10 Kamp Terpadu untuk 1.739 KK. Demikian BUMN dan sebagainya,” tambahnya.
Jumlah korban tewas akibat gempa dan tsunami di empat wilayah Sulawesi Tengah per 25 Oktober 2018 mencapai 2.081 orang. Sebagian besar korban berada di Palu, disusul Donggala dan Sigi. Gubernur Sulawesi Tengah telah memutuskan masa tanggap darurat penanganan gempa, tsunami dan likuifaksi di wilayahnya berakhir pada hari ini, 26 Oktober 2018.
Pencabutan status tanggap darurat dikarenakan sejumlah faktor. Antara lain pembersihan kota sudah mencapai 70 persen, rumah sakit dan puskesmas sudah berfungsi kembali, serta proses belajar mengajar sudah berjalan 40 persen. Pemda selanjutnya menetapkan status menjadi transisi darurat ke pemulihan gempa dan tsunami.
Dalam fase ini, PMI masih menempatkan sekitar 320 relawan yang tersebar di empat wilayah terdampak gempa dan tsunami. Relawan PMI Abidin Fauzan mengatakan, ratusan relawan tersebut bertugas memberikan bantuan pelayanan kesehatan, distribusi air, dukungan psikososial dan pembangunan shelter.
“Sampai saat ini (korban) masih memerlukan kebutuhan hunia yang menunggu transisi shelter yang dibuat pemerintah. Di samping juga pelayanan air bersih dan sanitasi masih mereka butuhkan,” jelas Abidin yang sedang di Palu, Sulawesi Tengah saat dihubungi VOA.
Abidin menjelaskan PMI kemungkinan akan terus menambah jumlah personel untuk memaksimalkan pelayanan kepada korban terdampak pada masa transisi pemulihan pascagempa dan tsunami. Termasuk melakukan pergantian relawan-relawan PMI yang sudah bertugas 2 minggu di Sulteng. (Ab/lt/luk)
Berita ini sebelumnya sudah tayang di https://www.voaindonesia.com/