Oleh : Dr. Duke Arie, SH.,MH.,CLA
(Ketua YLBHI Gorontalo)
Pemberlakuan Peraturan Gubernur Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 yang mengatur pelaksanaan PSBB di Gorontalo mungkin merupakan pengaturan yang paling ketat se-Indonesia. Pernyataan ini tidak keluar begitu saja tapi melalui sejumlah kajian terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah pemberlakuan PSBB mulai dari UU Nomor 6 Tahun 2018, PP Nomor 31 Tahun 2020, Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020, dan juga berdasarkan hasil perbandingan yang dilakukan terhadap sejumlah Peraturan Gubernur yang mengatur tentang PSBB disejumlah daerah sebagai sampel yakni; Pergub DKI Jakarta Nomor 33 Tahun 2020, Pergub Jawa Timur Nomor 18 Tahun 2020, Pergub Sulawesi Selatan Nomor 22 Tahun 2020, Pergub Jawa Barat Nomor 30 Tahunh 2020, dan Pergub Banten Nomor 16 Tahun 2020.
Dari hasil kajian tersebut diperoleh hipotesis paling tidak sedikitnya terdapat dua hal yang menjadi Pergub PSBB Gorontalo ini paling ketat se-Indonesia pertama; Pembatasan atas kegiatan yang dikecualikan untuk dibatasi. Kedua; adanya Larangan Merokok. Untuk alasan yang kedua ini memang agak aneh dan janggal tapi kenyataannya seperti itu. Banyak masyarakat khususnya perokok yang bertanya tanya dan mengeluh dengan adanya aturan Larangan Merokok ini. Sebenarnya masih ada satu hal lagi yakni tidak boleh berboncengan dan tidak boleh duduk berdampingan di mobil akan tetapi hal itu masih kondisional, tidak semua diberlakukan hal yang sama. Tergantung dari pertimbangan masing-masing daerah itu sendiri sebagai daerah otonom, sehingga masalah itu belum dijadikan pembahasan dalam tulisan ini.
Pembatasan Atas Kegiatan Yang Dikecualikan Untuk Dibatasi
Menurut PMK Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid 19 ada beberapa kegiatan yang dikecualikan untuk dibatasi dalam PSBB. Artinya tidak semua kegiatan harus dibatasi akan tetapi ada beberapa kegiatan yang justru dikecualikan untuk dibatasi. Kegiatan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 7 PMK Nomor 9 Tahun 2020 menyatakan “Pembatasan tempat atau fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikecualikan untuk : a. supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis, kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas dan energi, b. fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan c. tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olah raga”.
Pasal ini menandakan bahwa ada pengecualian yang tidak boleh dilakukan pembatasan atau dengan kata lain pembatasan kegiatan di fasilitas atau tempat umum yang dikecualikan ini harus tetap berjalan seperti biasa akan tetapi dengan tetap memperhatikan jumlah orang dan jarak orang serta berpedoman pada protokol covid 19 bukan pengaturan batas waktu.
Namun berbeda halnya yang terjadi pada Pergub Gorontalo. Pembatasan kegiatan yang dikecualikan untuk dibatasi justru dibatasi dengan jangka waktu hanya boleh berkegiatan mulai dari jam 06.00 wita sampai dengan jam 17.00 wita. Pengaturan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum yang seharusnya dikecualikan kenyataannya justru diatur melalui pasal-pasal dalam Pergub Gorontalo PSBB sebagai berikut :
- Pasal 14 ayat (4) huruf m, mengenai Pemenuhan kebutuhan pokok dan/atau Pemenuhan kebutuhan sehari-hari,
- Pasal 15 ayat (2) huruf d, mengenai Pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan,
- Pasal 16 ayat (2) huruf e, mengenai Pemenuhan kebutuhan terhadap layanan Zakat, Infaq dan Sedeqah,
- Pasal 17 ayat 3 huruf d, mengenai Pemenuhan kebutuhan petugas penanganan Covid-19, dan
- Pasal 18 ayat (2) huruf d, mengenai Pemenuhan kebutuhan sektor pertanian dan perikanan.
Semua kegiatan yang seharusnya dikecualikan untuk dibatasi ini oleh Pergub Gorontalo malah diatur dengan melakukan pembatasan waktu dari jam 06.00 wita sampai dengan 17.00 wita. Akibatnya banyak warga Gorontalo yang akhirnya kesulitan memperoleh sejumlah kebutuhan tersebut diatas. Banyak minimarket yang tutup setelah jam 17.00 wita. Selama 2 hari pelaksanaan PSBB di Gorontalo praktis aktivitas penduduk seperti lumpuh total khususnya diatas jam 17.00 wita karena adanya pembatasan waktu tersebut. Minimarket yang biasanya buka sampai malam yang seharusnya berdasarkan PMK No. 9 Tahun 2020 tetap buka dengan menerapkan Protokol Covid 19 sekarang berdasarkan Pergub PSBB Gorontalo jam 17.00 wita harus tutup.
Gorontao diatas jam 17.00 wita tak seperti biasanya, sepi seperti kota mati. Para pedagang yang biasa mencari rejeki diatas jam 17.00 wita seperti pedagang kaki lima, warung pecel lele, pedagang keliling, tukang bakso, tidak dapat mencari rejeki lagi karena adanya larangan tersebut. Padahal kita tau bersama kondisi PSBB sekarang ini adalah karena adanya Darurat Kesehatan Masyarat yang berpedoman pada Protokol Pencegahan Covid 19, bukan Darurat Sipil yang memberlakukan pembatasan waktu seperti ini, akan tetapi lebih pada tidak boleh berkerumun, menjaga jarak (physical distancing), menggunakan masker dan seterusnya, akan tetapi dalam Protokol Covid 19 tersebut tidak ada diatur mengenai batas waktu orang beraktivitas, apalagi batas waktu terhadap kegiatan yang nyata-nyata dikecualikan untuk dibatasi. Di daerah lain yang telah memberlakukan PSBB juga tidak menerapkan batas waktu seperti ini.
Larangan Merokok
Larangan ini memang agak sedikit menggelitik. Dari sekian banyak Peraturan Gubernur yang kami teliti tentang pelaksanaan PSBB hanya Pergub Gorontalo saja yang mengatur larangan Merokok. Entah datang dari mana dasar hukumnya dan alasan hukumnya namun larangan tersebut diatur melalui Pasal 5 ayat (6) huruf a Pergub Gorontalo yang menyatakan “Selama pemberlakuan PSBB : setiap orang wajib : a. menerapkan dan melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) antara lain; selalu cuci tangan pakai sabun, TIDAK MEROKOK dan minuman keras, tidak meludah disembarang tempat, menggunakan masker, menjaga jarak”.
Hal ini disamping tidak ada dasar hukumnya juga menimbulkan tandatanya besar dikalangan masyarakat. Apakah Pergub PSBB bisa membuat norma baru dan mengatur pelarangan ? Bukankan PSBB itu hanya untuk melakukan Pembatasan bukan melakukan Pelarangan. Norma larangan merokok ini jelas nyata dibuat tanpa mengacu pada PMK Nomor 9 Tahun 2020, sebab jika Pergub Gorontalo ini dibuat dengan mengacu pada PMK tersebut tidak akan mungkin dijumpai larangan merokok sebab PMK tersebut tidak mengatur terkait Larangan Merokok.
Dari hasil kajian terhadap Pergub Gorontalo tersebut ditemukan adanya Pembatasan atas kegiatan yang dikecualikan untuk dibatasi, ditambah dengan adanya Larangan Merokok maka kami menilai Pergub PSBB Gorontalo ini lebih ketat dibandingkan dengan Pergub PSBB di daerah lain se-Indonesia.
Disaat Pemerintah Pusat ingin melakukan pelonggaran dalam pemberlakukan PSBB karena ternyata dapat menyebabkan masyarakat menjadi stress dengan sejumlah pembatasan tersebut yang dapat menyebabkan penurunan imun tubuh, PSBB Gorontalo justru malah memperketat pembatasan bahkan melakukan pelarangan yang seharusnya tidak boleh diatur melalui Pergub. Akhir kata semoga kita semua diberi kekuatan dan kesehatan sampai PSBB Gorontalo ini berakhir.