Gorontalo, mimoza.tv – Mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) bagi siswa siswi adalah perkara yang biasa. Namun bagi 13 siswa SMA Negeri Pinogu, bukan hal yang gampang. Untuk datang mengikuti ujian bukan perkara mudah. Sebab mereka harus melalui Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, hutan belantara sejauh 47 kilo meter dengan jalan kaki dan medan yang cukup sulit.
Para siswa di Pinogu memang harus melaksanakan ujian di SMK 1 Suwawa, Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Minimnya fasilitas membuat para siswa SMA Pinogu tidak memiliki pilihan selain mengikuti ujian di sekolah yang memiliki fasilitas yang lebih baik. Untuk ke Suwawa, ke 13 siswa ini tidak ada pilihan lain selain berjalan kaki untuk mengirit biaya.
Desa Pinogu terletak di Kecamatan Pinogu Kabupaten Bone Bolango. Julukan desa terpencil, melekat di nama Pinogu. Wajar saja, untuk menuju desa ini warga menempuh perjalanan kurang lebih 47 kilo meter. Medan yang ditempuh pun terbilang cukup berat, karena harus menembus hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.
Warga memang bisa menggunakan jasa ojek, namun ongkosnya luar biasa mahal. Sekali jalan harus bayar Rp. 300 ribu. Bahkan, ketika musim penghujan ongkos ojek bisa naik sampai Rp. 500 bahkan 800 ribu. Harap maklum saja, di waktu-waktu itu, medan yang dilalui semakin berat. Cerita Pinogu sebagai desa terisolir, bukan lagi hal baru bagi masyarakat Gorontalo.
Jalan kaki adalah cara paling baik untuk menuju dari dan ke Pinogu. Bagi warga yang baru pertama ke Pinogu, jalan kaki akan ditempuh dengan waktu 9-12 jam.
“Kami hanya bermodal semangat untuk berjuang saja. Karena ini UNBK jadi mau tidak mau tetap kami ikuti. Persolalan jalan kaki jauh itu bagi kami soal biasa,” ujar Andriani Ointu, salah satu siswa SMA Pinogu, diwawancarai usai mengikuti UNBK di SMK 1 Suwawa, Senin (1/4/2019).
Selain medan dan cuaca, satwa liar juga menjadi ancaman bagi mereka. Berjumpa dengan sekawanan monyet adalah hal yang harus mereka waspadai dan hindari. Tak hanya itu saja, perjalanan dimusim hujan juga memaksa para murid harus melewati kubangan lumpur. Kaki mereka pun tak luput dari hisapan lintah.
Usai berjalan selama kurang lebih 12 jam, para siswa itu akhirnya sampai di Desa Tulabolo. Pakaian yang setengah dipenuhi lumpur, tak dihiraukan karena tubuh yang begitu lelah. Kali ini, para siswa tak perlu lagi berjalan. Mereka cukup menyewa jasa becak motor (Bentor), untuk menuju rumah mereka menginap.
Mereka berharap, perjuangan menempuh pendidikan, bahkan harus berjalan puluhan kilometer membelah hutan TNB Nani Wartabone terbayar dengan kelulusan.
“Saya sendiri bangga hari ini, karena bisa melakukan ujian dengan komputer, Keinginan masyarakat Pinogu untuk maju sangat besar, itu terlihat dari kami sebagai pelajar anak-anak Pinogu,” tutur Andriyani.
Kepala Sekolah SMA Pinogu, Syarifudin Abdullah mengatakan, sekolah mereka butuh perhatian serius dari pemerintah baik itu pusat maupun pemerintah daerah. Ia berharap pemerintah bisa memberikan fasilitas memadai.
“Kami berharap kedepannya pemerintah, baik pusat maupun didaerah bisa memperhatikan lagi Pinogu, termasuk membangun infrastruktur yang ada disana. Sehingganya kedepanya untuk masalah pendidikan, seperti ujian ini, sudah bisa melaksanakan ujian UNBK sendiri tanpa harus datang ke sekolah lain dengan berjalan kami melewati hutan,” harap Syarifudin.(luk)