Gorontalo, mimoza.tv – Soal bantuan hukum, fedusia dan keimigrasian, menjadi topik penting saat Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo mengadakan kunjungan kerja ke kantor Kementerian Hukum Dan HAM (Kemenkum HAM) Wilayah Gorontalo, Selasa (18/6/2019).
Diwawancarai awak media usai kunjungan, Abdurahman Wahid Thalib, selaku Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Gorontalo mengungkapkan, untuk bantuan hukum Kemenkum HAM dari tahun ke tahun telah menyelenggarakan program, bahkan di tahun ini sudah bekerja sama dengan tujuh Bantuan Hukum di Provinsi Gorontalo.
“Pendampingan terhadap masyarakat yang tidak mampu, ketika terlibat dengan masalah hukum ini sudah dapat di tangani, meskipun tentunya tidak seberapa dari dana itu yang diterima oleh pengacara pendamping dari masyarakat tersebut,” kata Thalib.
Untuk masalah fidusia, lanjut dia, dalam kunjungan itu juga ada hal hal yang mencuat. Thalib menyebut, semua lising di Provinsi Gorontalo ini telah melakukan kewajibannya di Kemenkum HAM. Namun dalam standar prosedur SOP, mengatasi persoalan di lapangan harus disertai dengan persyaratan tertentu yang harus ditunjukan ketika ada hal yang bermasalah.
“Saya contohkan ada pemilik kendaraan yang belum menyetor kewajiban bulanannya, itu harus ada hal yang harus di tempuh oleh kolektor, misalnya surat peringatan pertama, ke dua, ke tiga, hingga eksekusi terkait kendaraan debitur tersebut. Kolektor itu harus tersertifikasi dan didampingi aparat penegak hukum,” jelas politisi PPP ini.
Keberadaan aparat penegak hukum juga kata Thalib, hanya mendampingi kolektor, tidak berada di depan.
Untuk masalah pengawasan orang asing di Provinsi Gorontalo Thalib juga menyebut hal ini telah dilakukan, dan leading sektornya ada di Kemenkum HAM dalam hal ini Imigrasi. Namun saja kata dia, pihak Imigrasi sendiri tidak dapat bekerja sendiri.
“Pihak Imigrasi menyadari hal itu, mereka tidak bisa jalan sendiri, dan tanpa ada bantuan dan kerja sama dengan pihak-pihak lain. Bantuan dari pihak lain ini dari berbagai unsur, seperti dari Pemda, Kejaksaan, Kepolisian, termasuk pihak perhotelan dan penginapan yang wajib memberikan informasi keberadaan orang asing tersebut,” ungkap Thalib panjang lebar.
Bahkan, dalam rangka memantapkan pengawasan orang asing ini, kata Thalib dibentuklah Tim Pora, secara berjenjang dari tingkat Provinsi, Kabupaten Kota, hingga ke tingkat Kecamatan.
“Tim Pora ini melakukan pengawasan warga asing. Bahkan mereka juga memantau aktifitasnya. Jangan sampai perijinan yang mereka pegang, disalahgunakan. Misalnya ijin kunjungan wisata malah diperuntukan melakukan pekerjaan,” tutur Thalib.
Thalib mengatakan, dari sisi regulasi masih ada kelemahan. Karena memang terkadang masuknya orang asing ke daerah ini tidak dapat terpantau dan tidak dapat diketahui karena mereka cukup dengan menunjukan paspor.
“Karena memang kita telah bekerja sama dengan lebih dari 160 negara yang bebas visa. Dalam ketentuan tersebut kita tidak bisa mempersulit orang asing, sepanjang mereka melakukan aktivitas sebagaimana tujuan dari kunjungan tersebut. Rata-rata kunjungannya untuk parawisata. Namun bila ijin kunjungan ini disalahgunakan,tentu ini sudah menyimpang,” pungkasnya.(luk)