Oleh : Hersubeno Arief.
Hanya dalam hitungan hari, peta persaingan menuju Pilpres 2019 sudah berubah lagi. Pekan lalu lawan berat Jokowi adalah data, fakta yang diajukan LSM, media dan para pembantunya sendiri.
Termasuk dalam barisan ini Wapres Jusuf Kalla, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dan Komandan Paspampres Mayjen TNI Maruli Simanjuntak. Mereka bersatu melawan data dan fakta yang disampaikan Jokowi pada debat kedua.
Jusuf Kalla membantah Jokowi soal kepemilikan tanah Prabowo. Moeldoko dan Maruli menepis pengakuan Jokowi dia berkunjung ke perkampungan nelayan, tengah malam hanya berdua sopir.
Pekan ini Jokowi menghadapi lawan sesungguhnya. Lawan terberat yang tampaknya sangat sulit, bahkan mungkin tak bisa dikalahkannya. Lawan itu adalah dirinya sendiri.
Lho kok bisa? Peristiwa langka ini perlu dimasukkan dalam program acara TV : Replays Believe It or Not. Aneh tapi nyata. Jokowi juga bisa diusulkan masuk ke dalam Musium Rekor Indonesia (MURI), dan The Guinness Book of Record, karena banyaknya data yang salah dan over claimed yang dilakukannya.
Dalam kunjungannya ke Gorontalo Jumat (1/3) Jokowi menantang Prabowo menunjukkan data adanya dana milik orang Indonesia yang diparkir di luar negeri, jumlahnya mencapai Rp 11.000 triliun. “Ya kalau memang ada data, ada bukti-bukti mengenai itu disampaikan saja ke pemerintah. Akan kami kejar,” ujarnya.
Perihal adanya ribuan triliun dana yang parkir di luar negeri ini disampaikan Prabowo saat pidato di hadapan para pendukungnya di Yogyakarta (27/2). Dalam beberapa kesempatan Prabowo juga pernah menyampaikannya. Dia mempersoalkan banyaknya kekayaan Indonesia yang mengalir ke luar negeri.
Prabowo sendiri mengaku mendapatkan data itu dari seorang menteri di kabinet Jokowi. Dia pernah membaca di media. Namun pernyataan Prabowo itu diragukan oleh Menko Maritim Luhut Panjaitan. “Hebat banget, saya nggak tau, saya cek dulu. Tapi nggak mungkinlah, itu angka yang sangat fantastis,” kata Luhut di kantornya, Rabu (27/2).
Para pendukung kubu paslon 01 seperti biasa segera menggoreng isu ini. Mereka menerapkan jurus andalannya, yakni menuduh Prabowo menyebarkan hoax.
“Kasihanlah kalau asal ngomong. Jangan sampai itu hanya gosip yang akan menyusahkan Pak Prabowo sendiri. Boleh ngomong, tapi harus dengan data yang valid. Karena dia capres. Omongannya adalah janjinya,” ujar Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf, Johnny G Plate.
Plate menduga data yang dimiliki Prabowo, merupakan jumlah harta orang Indonesia sebelum program pengampunan pajak alias tax ammensty.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementrian Keuangan Nurfransa Wirasakti juga ikut-ikutan membantah. Menurutnya, dari program tax amnesty, deklarasi (pengakuan) harta kekayaan Indonesia di luar negeri hanya Rp 1.036 T. Dari jumlah tersebut yang berhasil dipulangkan kembali ke Indonesia (repatriasi) berjumlah Rp147 triliun.
Jadi mana yang benar?
Setelah dilacak jejak digitalnya, ternyata Prabowo benar. Dia mengutip pernyataan Menteri Keuangan yang saat itu masih dijabat oleh Bambang Soemantri Brodjonegoro.
Dari perhitungan Depkeu potensi uang orang Indonesia yang diparkir di luar negeri lebih besar dari Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia sebesar Rp 11.400 triliun. “Nah menurut perhitungan kami potensinya lebih besar dari GDP kita. Jadi lebih dari Rp 11.400 triliun,” ujarnya.
Jumlah itu bila dikurangi dana yang berhasil dipulangkan, seperti pengakuan Nurfransa sebesar Rp 147 triliun, masih lebih dari Rp 11.000 triliun. Masih lebih besar dari yang disampaikan Prabowo.
Atas dasar itulah kemudian pemerintah menggagas tax amesty. Pengampunan pajak, dengan syarat para pemilik uang super jumbo itu membawa pulang kembali dananya ke Indonesia.
Presiden Jokowi sangat bersemangat mengejar dana parkir ini. Dia aktif bertemu pengusaha dan melakukan sosialisasi program tax amnesty, sambil sedikit mengancam.
“Banyak sekali uang milik orang Indonesia di luar. Ada data di kantong saya, di Kemenkeu di situ dihitung ada Rp 11.000 triliun yang disimpan di luar negeri. Di kantong saya beda lagi datanya, lebih banyak. Karena sumbernya berbeda,” ujar Jokowi di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Senin (1/8/2016)
Dia mengatakan bertekad membawa pulang dana itu sehingga bisa digunakan untuk pembangunan di dalam negeri. “Yang paling penting bagaimana uang-uang itu bisa dibawa kembali ke negara kita. Karena kita perlu partisipasi saudara-saudara sekalian untuk negara dan bangsa,” kata Jokowi kepada 10.000 peserta sosialisasi.
Pernyataan yang sama kembali disampaikan Jokowi saat menyampaikan pidato di Hotel Clarion, Makassar (25/11/2016). “Data yang ada di Kementerian kurang lebih Rp 11 ribu triliun. Daftarnya ada di kantong saya. Yang hadir di sini saya hapal, satu dua masih simpan di sana,” ujar Jokowi dengan sangat percaya diri.
Jokowi mengingatkan kepada para pengusaha yang hadir, bahwa di tahun 2018 akan ada UU pertukaran informasi pajak antar-negara. Karena semua negara telah menyepakati aturan internasional mengenai keterbukaan informasi tersebut.
“Duit orang Indonesia yang di Singapura, Swiss, Hong Kong, berapa? Semua akan terbuka karena aturan internasional sudah tandatangan semuanya. Itu era keterbukaan,” lanjut Jokowi.
I dont know what I say
Tantangan Jokowi dan para pembantu dekatnya kepada Prabowo untuk membuktikan ucapannya ini sungguh membingungkan. Kok bisa Jokowi membantah ucapannya sendiri?
Jika dulu ada guyonan ”I dont read, what I sign,” alias saya tidak pernah baca, apa yang saya tandatangani. Sekarang guyonan itu kelihatannya harus diubah “I dont know, what I say.” Jokowi tidak pernah tahu, apa yang dia ucapkan.
I dont read what I sign menggambarkan betapa banyak sekali kebijakan-kebijakan yang ditandatangani Jokowi, hanya dalam waktu sekejap diubah, atau dibatalkan.
Yang paling menghebohkan belum lama berselang adalah pembatalan pembebasan Ustad Abubakar Ba’asyir dan pemberian remisi kepada Prabangsa, seorang mantan kader PDIP yang menjadi otak pembunuhan wartawan di Bali.
Pelantikan Letjen TNI Doni Monardo sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga ditunda, padahal undangan sudah disebarkan. Belakangan diketahui posisi tersebut tidak boleh dijabat oleh seorang perwira TNI aktif. UU dan peraturannya harus diubah terlebih dahulu, barulah Doni bisa dilantik.
Masih banyak contoh lain soal keputusan presiden yang dibatalkan hanya dalam hitungan hari, bahkan jam. Mulai dari kenaikan harga premium, dan yang paling sensasional adalah pengangkatan Archandra Thahar seorang WN Amerika Serikat menjadi Menteri ESDM.
Sekarang dengan menantang Prabowo membuktikan adanya dana parkir di luar negeri sebesar Rp 11.000 triliun. Jokowi sebenarnya sedang menantang dirinya sendiri.
Prabowo tinggal mudah membalikkannya. Dia bisa menggunakan jurus yang selalu digunakan Jokowi bila terpojok. “Kalau ada bukti —bahwa Jokowi tidak pernah bicara seperti itu— tolong laporkan ke saya. Saya tunggu sekarang! “
Kali ini sangat sulit bagi Jokowi untuk berkelit. Jejak digitalnya bertebaran dimana-mana. Para netizen dan media seakan berlomba menunjukkan data dan fakta, bahwa benar Jokowi pernah menyampaikan hal itu. Mengapa pula sekarang dia begitu berani menantang Prabowo untuk membuktikan.
Kali ini integritas dan kredibilitas Jokowi benar-benar dipertaruhkan. Publik, termasuk para pendukung beratnya sedang bertanya-tanya. Apakah dia seorang pemimpin yang bisa diteladani, karena satu kata dengan perbuatan. Atau seorang pemimpin yang semua kata-katanya tidak bisa dipercaya?
Kalau kita mau berprasangka baik ( khusnudzon ), dia barangkali lupa apa yang pernah dikatakan. Maklumlah urusannya banyak. Namun bisa jadi itulah sifat asli, sifat alamiah Jokowi sering mengatakan apa yang dia tidak pahami.
Para leluhur Jawa mengingatkan, kalau watuk (batuk) bisa disembuhkan. Ada obatnya. Kalau watak, tidak ada obatnya. Ginowo mati. Dia akan terbawa sampai mati.
Ada baiknya Jokowi mengingat-ingat nasehat yang pernah disampaikan oleh Presiden AS ke-16 Abaraham Lincoln. Negarawan besar itu pernah mengingatkan.
“You can fool all the people some of the time, and some of the people all the time, but you cannot fool all the people all the time.”
Kamu bisa membohongi semua orang beberapa saat dan beberapa orang setiap saat, tetapi kamu tidak bisa membohongi semua orang setiap saat. end