Oleh ; Funco Tanipu
Gegap gempita kemenangan Maroko atas Spanyol telah mengharubirukan sebagian warga Gorontalo.
Tidak ada yang menyangka kemenangan itu. Spanyol yang pernah menjadi Juara Dunia takluk pada Maroko. Sebelumnya, Maroko menang melawan Belgia dan Kanada serta hasil seri melawan Kroasia.
Kemenangan Maroko melawan Spanyol menandai kepulangan seluruh negara di grup F yakni Jepang, Jerman, Kosta Rika dan Spanyol itu sendiri.
Lolosnya Maroko ke 8 besar Piala Dunia 2022 di Qatar ini bisa dilihat dalam banyak perspektif, khususnya bagaimana relasi historis dengan Gorontalo.
Konteks relasi historis Maroko dan Gorontalo telah berusia sekitar 400 tahun. Relasi itu telah mewarnai bahkan mendasari berkembanganya Islam dan hingga perkembangan demografis Gorontalo hingga hari ini.
RELASI HISTORIS
Pertanyaannya, apa dan bagaimana serta mengapa Maroko memiliki relasi historis dengan Gorontalo?
Pada tahun 1932, Habib Ali bin Jafar Assegaf sebagai pendiri Maktab Daimi – Rabithah Alawiyah telah mempublikasikan hasil sensus Bani Alawiyyin atau keturunan Nabi Muhammad di Indonesia. Habib Ali mencatat hampir sebagian besar perkembangan marga-marga Ba’alawi (ketururunan Nabi) di Indonesia, termasuk Gorontalo.
Di Gorontalo sendiri, sebagaimana penjelasan Habib Ahmad Alattas dan Sayyid Baagir Al Haddad (Ketua dan Sekretaris Maktab Daimi – Rabithah Alawiyah), pada tahun 1932 ada sekitar 339 bani Alawiyyin di Gorontalo. Marga-marganya antara lain adalah Alaydrus, Assegaf, Al Bahar, Al Habsyi, Al Haddar dan banyak marga lainnya.
Di antara marga itu, salah satu yang terbesar adalah Al Hasni sejumlah 123 orang. Ada juga marga Al Masyhur sebanyak 14 orang.
Jika dirunut silsilah nasab (garis darah), kedua marga ini adalah marga terbesar di Gorontalo yang berasal dari garis keturunan Sayyidina Hasan. Bahkan keturunan Sayyidina Hasan terbesar di Asia Tenggara berada di Gorontalo.
Kedua marga ini bersumbu pada As-Syekh Al Imam As-Syarief Yusuf bin Abid yang jika dirunut nasab beliau adalah Syekh Yusuf bin Abid bin Muhammad bin Umar bin Ibrahim bin Umar bin Isa bin Abi Wakil Maimun bin Isa bin Musa bin Azuz bin Abdul Aziz bin Allal bin Jabir bin Ayadh bin Qasim bin Ahmad bin Muhammad bin Idris bin Idris bin Abdullah al-Kamil bin Hasan al-Mutsanna bin Sibt Rasulillah saw al-Hasan.
Beliau mempunyai empat anak yaitu : Abi Wakil, Muhammad, Abdullah dan Umar. Dari anaknya yang bernama Abdullah dan Umar menurunkan al-Hasani yang bertempat tinggal Indonesia, yakni di Gorontalo.
Selain garis keturunan dari Syekh Yusuf bin Abid, ada pula tokoh dari Maroko yang telah berjasa karena mengembangkan dakwah Islam di Gorontalo.
Adalah Syekh Ali bin Abubakar al-Hasani yang menurut para pelantun Meeraji sebagai penyusun kitab Meeraji yang dibacakan pada tiap bulan Rajab di Gorontalo. Kitab Meeraji adalah warisan sastra tulisan Gorontalo yang melegenda.
Dalam proses penulisan kitab tersebut, Syekh Ali menyampaikan kalimat per kalimat, lalu ditulis oleh asistennya Bapu Hajarati yang dimakamkan satu kompleks dg Syekh Ali.
Dalam keseharian masyarakat Gorontalo, Syekh Ali dikenal dengan Raja Ilato, atau bisa dijuluki Bapu Ju Panggola.
ISLAM SUFISTIK
Penghulu Al-Hasni dan Al-Masyhur yang ada di Gorontalo yakni As-Syekh Al Imam As-Syarief Yusuf bin Abid adalah juga merupakan murid kesayangan dari asy-Syaikh Abu Bakar bin Salim. Gelarnya adalah yang digelari al-Fakrul Wujud.
Asy-Syaikh Abu Bakar bin Salim adalah salah satu penghulu Thariqah Alawiyah di Hadramaut, Yaman. Sehingga apa yang diterima oleh Syekh Yusuf bin Abid Al-Hasani dari gurunya adalah amalan Thariqah Alawiyah yang kemudian amalan tersebut dibawa oleh keturunannya hingga ke Gorontalo.
Itulah mengapa fondasi Islam di Gorontalo adalah Islam Sufistik. Sebab, sanad (silsilah keilmuan) yang dikembangkan adalah silsilah keilmuan yang bersambung hingga Baginda Nabi.
Islam Sufistik yakni sebuah metode ntuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlak, membangun dimensi dhahiriyah dan bathiniyah untuk memperoleh kedamaian rohani dan mencapai kebahagian yang abadi. Jalan satu-satunya hanya melalui praktek thariqah yang proses awal dan perkembangan hanya bisa diperoleh dan dilalui melalui bimbingan seorang Mursyid yang memiliki sambungan darah (nasab) dan ilmu (sanad) ke Baginda Nabi.
Metode perkembangan dakwah Islam di Gorontalo yang dilakukan oleh Bapu Ju Panggola atau Syekh Ali bin Abubakar Al-Hasani tidak serta merta secara radikal menawarkan Islam sebagai jalan tapi melalui adaptasi kebudayaan lokal bahkan hingga melakukan rekayasa sosial melalui bahasa. Sebagai contoh bagaimana internalisasi tentang praktek Islam dan pengenalan terhadap Allah di kehidupan sehari-hari seperti penggunaan kata “Hu” dalam bahasa Gorontalo pada tiap aktifitas (motuluhu, ma huyi, pohuli dsb).
Karena itu, perkembangan Islam di Gorontalo tak bisa dipisahkan dari Maroko, bahkan Maroko memiliki relasi sosio-historis yang sangat kuat di Gorontalo.
Dengan demikian, kemenangan Maroko pada liga melawan Spanyol semalam tidak bisa dibaca dalam satu perspektif saja, yakni sebagai hiburan dan permainan semata, ada upaya mengingatkan kembali fondasi Islam Gorontalo yang semakin dilupakan, termasuk juga sebagai bagian dari upaya “mengingat” bagaimana Maroko banyak disebut para ilmuwan sebagai pintu penyebaran Islam di Eropa. Namun, jika kita tarik perkembangan Islam di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, pengaruh Maroko sungguh luar biasa.