Oleh: Funco Tanipu
Pemahaman orang Gorontalo mengenai sakit itu “sangat kuat” dan berlapis-lapis. Demam dianggap mobuwangohu, disertai batuk (tembedu), kurang enak badan (polipitolo). Gejala yang ada pada Covid-19 dianggap gejala sakit ringan di Gorontalo. Jalan keluarnya beli obat di warung, kalau agak parah baru ke Puskes, kalau “mahepo tameya liyo” (aktifitas harus dibantu orang lain) baru ke Dokter Praktek. Kalau “madidu mowali mobongu” (sudah tidak bisa bangun lagi), maka baru akan dibawa ke rumah sakit, itupun jika dihitung secara ekonomi mampu. Jika tidak mampu secara ekonomi, maka “mahe pongadiya liyo” (mulai dibacakan Al Qur’an oleh keluarga).
“Wanu mamo hela mola” (kalau sudah agak ringan/enak badan) dan “waw mamo piyohu pongonga” (makan sudah lancar), maka sudah dihitung sembuh.
Pemahaman “sakit”ini adalah pemahaman kolektif. Kenapa Gorontalo sulit “pica tolor“, karena pemahaman antropologis mengenai sakit berlapis-lapis, bahkan menjadi memori kolektif.
Hal ini dialami dan dijalani oleh Pasien 01 sebelum dia diumumkan positif semalam. Tidak perlu menyalahkan terlalu berlebihan pada yang bersangkutan, sebab pemahaman “lokal” memang seperti itu, dan pemahaman seperti ini bukan cuma dia saja, tapi banyak orang.
Pemahaman antopologis seperti ini memang jadi salah satu “jalan keluar” yang pernah diusulkan oleh beberapa ahli dalam menghadapi Covid-19. Pemahaman ini bisa disebut sebagai “herd immunity” (kekebalan komunitas). Ada yang melalui vaksin, ada yang memang bisa “melampaui” masa inkubasi. Hanya memang cara ini banyak ditentang sebagai jalan keluar karena menyaratkan minimal 40 – 60 % yang terinfeksi baru bisa dihitung kebal secara massal.
Saat ini, lebih baik kita memberikan motivasi dan mendoakan pada Pasien 01, keluarganya, semua yang pernah berinteraksi. Termasuk daftar nama yang sudah beredar sejak semalam. Kita support mereka agar bisa memeriksakan diri, membuka diri mengenai pola interaksi selama 20 hari terakhir.
Kunci penanganan ini ada pada transparansi data dan informasi serta partisipasi publik yang kuat. Negara-negara yang sudah declare landai grafiknya terhadap Covid-19 melakukan transparansi dan membuka ruang bagi publik untuk berpartisipasi secara aktif.
Saat ini bukan lagi waktunya saling menyalahkan, semua sudah terjadi, semoga menjadi pelajaran bagi semua.