Gorontalo, mimoza.tv – Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) Komunal yang berada di Dusun 1, Desa Toto Utara, Kecamatan Tilongkabila, Kabupaten Bonebolango, dinilai gagal dan tak memberi manfaat bagi sekitar 70 KK warga desa tersebut. Bahkan berdasarkan penuturan warga yang diwawancarai oleh tim, program swakelola 2016 yang anggarannya di banderol 300 juta ini di duga sebagian dananya diselewengkan.
Seharusnya, program Padat Karya Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Bonebolango yang pengelolaannya oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Moolango, Desa Toto Utara tersebut, berfungsi untuk menampung air limbah milik sekitar 70 KK warga yang dialirkan dari sistem perpipaan, untuk diolah agar menghasilkan air buangan (Effluent) yang aman bagi lingkungan.
Namun setelah melakukan pengamatan di lokasi, kondisi tersebut tidak demikian. Nyaris tinggal 3 rumah warga yang menggunakan fasilitas tersebut. Itupun jika di musim hujan, akan menimbulkan masalah lainnya.
Dari kondisi fisik, tidak ada tanda-tanda yang selayaknya itu adalah IPAL yang berfungsi. Bak yang diperuntukan menampung limbah dikelilingi rumput gajah setinggi orang dewasa. Jika dilihat dari sepintas, tidak ada tanda-tanda bak penampung yang berukuran sekitar 8 X 5 meter tersebut berfungsi sebagaimana mestinya.
Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut, tim wartawan pun melakukan konfirmasi ke beberapa pihak, terkait pembangunan program yang menggunakan anggaran APBN tersebut.
Di wawancarai di ruang kerjanya, Irwan Kurniawan selaku Kabid Cipta Karya Dinas PU Bonebolango membenarkan, program ini ada di tahun 2016. Saat itu dirinya belum di posisi sebagai Kabid Cipta Karya. Dia mengatakan pengadaan IPAL di Desa Toto tersebut berdasarkan permintaan dari warga setempat.
“Jadi untuk program ini dari desa yang meminta, dan disetujui setelah Dinas PU Bonebolango mengadakan peninjauan dan pengecekan ke lokasi. Termasuk juga disitu harus ada surat persetujuan dari yang punya lahan,” kata Irwan saat diwawancarai Selasa (26/11/2019).
Kata dia, karena program tersebut merupakan swakelola, maka ada ada partisipasi dari warga masyarakat dengan membentuk kelompok swadaya masyarakat. Dalam program tersebut semuanya melibatkan partisipasi dari warga desa. Untuk pembentukan pengelolanya juga diserahkan ke desa. Dinas PU hanyalah sebagai fasilitator.
“Kita tidak mencampuri pembentukan organisasi pengelolanya, termasuk juga pelaksanaan pembangunannya. Semua dikerjakan oleh warga, yang tentunya diorganisir oleh KSM,” kata dia.
(Wawancara terhenti. Irwan menerima telepon dari seseorang yang belakangan diketahui bernama Heriyanto Lamato. Herianto merupakan Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Moolango, organisasi desa yang mengelola program IPAL di Desa Toto Utara).
Irwan menjelaskan saat program itu bergulir, dirinya ada di posisi sebagai Sekertaris. Dan yang bertanggung jawab program ini adalah Irman, yang posisinya saat itu sebagai Kabid Cipta Karya DInas PU Bonebolango.
“Jadi untuk lebih jelasnya bisa di tanyakan ke pak Irman, karena program ini beliau yang tangani,” jawab Irwan setelah menerima telepon dari Herianto.
Mendapatkan informasi tersebut, tim pun mendatangi kantor tempat Irman berdinas saat ini, yaitu sebagai staf di Pengadaan Barang dan Jasa. Letak kantornya berada di belakang Kantor Bupati Bonebolango.
Informasi yang dikorek dari penghuni kantor tersebut diketahui, Irman sudah jarang masuk. Kadang kalau masuk, hanya datang begitu saja dan kemudian pergi. Sebelum menjadi staf di Pengadaan Barang dan Jasa, Irman diketahui pernah berdinas di BPBD Bonebolango.
Belum berhasil menemui Irman, tim pun menemui Djoni Daud. Berdasarkan informasi dari beberapa warga, Djoni merupakan mantan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Toto Utara.
Dari pengakuan Djoni, organisasinya (BPD) merasa tidak mengetahui bahkan dilibatkan dalam program IPAL tersebut. Ia mengaku tidak dilibatkan, baik saat sosialisasi sampai pembentukan KSM Moolango. Dia baru tau saat ada papan proyek, dan pembangunan IPAL itu bermasalah. Dalam buka catatanya Djoni mengungkapkan, sebagai BPD, tugasnya adalah mengawal semua kegiatan pembangunan yang ada di desa. Selain itu juga dia menampung berbagai keluhan dan persoalan warga masyarakat. Dengan kata lain, BPD merupakan DPR yang ada di tingkat desa.
“Program ini saya ketahui tidak jalan, itu masyarakat yang bilang, mereka yang mengeluh. Bagaimana bisa difungsikan, pipa-pipa dari rumah warga yang seharusnya mengalirkan tinja ke IPAL,malahan berbalik, tinja yang akan keluar dari kloset mereka,” ungkap Djoni.
Dirinya mengatakan sebahagian besar letak rumahnya lebih rendah dari IPAL tersebut.
“Sangat tidak masuk diakal, letak penampungnya berada lebih tinggi dari posisi jamban milik warga. Ini kan bukan pakai sisitim pompa, yang dihisap atau di pompa ke atas. Ini kan manual, mengalir dengan sendirinya. Jadi mau tidak mau harus elevasi, letak IPAL tempat penampungan harus lebih rendah dari jamban milik warga. Kenyataannya, tinja itu bukannya mengalir ke penampungan dengan otomatis, malahan keluar dari lubang kloset warga lainnya. ,” ujar pria yang berdomisili di Dusun II, Desa Toto Utara ini.
“Elevasi= Ketinggian suatu tempat terhadap daerah sekitarnya (di atas permukaan laut)”
Merasa tidak percaya IPAL Komunal tersebut bermasalah, Djoni pun waktu itu menemui Ato, salah satu warga yang tinggal tak jauh dari IPAL tersebut. Untuk membuktikannya, Ato mengisi bak IPAL dengan air bersama penanda yang sudah di tulis. Dan benar saja, air bersama penanda yang dimasukkan bukannya mengalir ke IPAL, malahan muncul di bak kontrol.
“Itu karena elevasi tanah tidak sesua,” kata Djoni.
Dari pengeluhan warga tersebut, Djoni, Ferry, dan Ato menemui Irman di Kantor Dinas PU. Mereka mempertanyakan penyelesaian IPAL tersebut, termasuk juga pengeluhan dari warga.
Djoni mempertanyakan kapan program ini selesai, sedangkan saat itu sudah akhir tahun. Hal lainnya juga dikatakannya, program ini bukannya bermanfaat bagi warga, akan tetapi malah menjadi permasalahan. Dari pertemuan tersebut ketiganya tidak mendapatkan jawaban dari Irman.
“Irman hanya menyebutkan hal ini nanti dia tanyakan pada Heriyanto selaku ketua KSM,” kata Djoni saat diwawancarai, Jumat (29/11/2019).
Djoni menyebut, pengurus di KSM Moolango itu terdiri dari Ketua, Herianto Lamato, Sekertaris, Alimudin, dan bendaharanya adalah Hendro Lengkey. Informasi yang berhasil di korek, Hendro Lengkey merupakan anak dari Ramla Jafar, Kepala Desa Toto Utara.
Dalam waktu pekan itu juga, Djoni kembali mempertanyakan lagi soal IPAL tersebut pada Irman melalui sambungan telepon. Jawabannya, pengerjaan IPAL itu diteruskan oleh Agus Amiri.
Agus Amiri belakangan diketahui saat ini menjabat sebagai Ketua BPD Toto Utara yang ditunjuk menggantikan posisi Djoni.
Djoni merasa tidak tahu, mengapa persoalan IPAL tersebut tidak diserahkan kembali ke KSM Molango sebagai pengelola, tetapi kelanjutannya diserahkan kepada Agus Amiri yang kemudian menunjuk tukang lain untuk menyelesaikan.
“Saya tidak tau, entah ada anggarannya atau tidak, yang jelas IPAL tersebut tak kunjung selesai. Bahkan beberapa warga mencabut pipa saluran dari jamban mereka ke IPAL itu,” kata Djoni.
Dirinya juga mengungkapkan, permasalahan tersebut sampai ke telinga Anggota DPRD Bonebolango, bahkan sampai di hearing.
Ibunda: IPAL itu Tidak Berfungsi Kan Gus?
Guna mendapatkan keterangan, wartawan pun menemui pihak aparat Desa Toto Utara. Dalam konfirmasi tersebut, Ramla Djafar selaku Ibunda/Kepala Desa Toto Utara mengungkapkan, dirinya tidak begitu banyak tau dengan proyek tersebut, sekalipun ada diwilayah desanya.
Ketika diwawancara, Ramlah lebih banyak diam, dan hanya mengutak atik handphone miliknya. Sementara Agus Amiri yang lebih banyak menjawab pertanyaan wartawan. Malah soal proyek tersebut Ramlah hanya sekali menanyakan kepada Agus, “IPAL itu tidak berfungsi kan Gus?, Agus pun langsung menjawab, jika IPAL tersebut memang tidak berfungsi sama sekali.
“Bagaimana mau berfungsi, sedangkan proyeknya saja tidak selesai,” kata Agus menjawab pertanyaan Ramla, Jumat (22/11/2019).
Agus mengatakan, yang pasti proyek ini tidak bisa dimanfaatkan warga. Bahkan warga memutuskan saluran dari jamban mereka ke istalasi IPAL itu.
Dirinya menjelaskan juga, persoalan proyek ini sudah pernah mendatangi pihak PU, bahkan dilaporkan sampai ke pihak DPRD Bonebolango. Dalam penjelasannya juga Agus menyebut, permasalahan ini di hearing oleh Anggota DPRD Bonebolango.
“Dari keluhan warga, kemudian kita mengadakan musyawarah. Atas perintah dari Ibunda, persoalan ini kita sampaikan ke anggota dewan. Kita laporkan itu secara lisan, tapi di tanggapi bahkan sampai di hearing juga,” ujar Agus.
Lanjut dia, saat itu yang meng-hearing permasalahan ini adalah Benny Lengkey, bersama beberapa Anggota DPRD Bonebolango periode 2014 – 2019 lainnya. Dari informasi juga, Benny adalah Aleg dari partai PKPI, Dapil Bonebolango 3, yang belakangan diketahui merupakan suami dari Ramla Djafar.
Dalam rapat dengar pendapat itu juga Agus mengatakan, beberapa yang hadir saat itu diantaranya adalah Kepala Dinas PU Bonebolango, bersama Irman selaku Kabid Cipta Karya, dan Djoni selaku Ketua BPD, Sedangkan Ramlah selaku Kepala Desa Toto Utara tidak hadir.
Waktu rapat dengar pendapat digelar, kata Agus, Benny Lengkey sempat melempar mikrofon ke arah Irman. Hal itu dikarenakan Irman lebih memilih diam tak menjawab pertanyaan Benny.
Tak merinci kronologi pelemparan mikrofon tersebut,di akhir wawancara dia menyarankan, jika ingin mengetahui mekanisme dari program IPAL tersebut, maka bisa mempertanyakan hal tersebut pada pihak PU Bonebolang.
Insiden Lempar Mikrofon
Isiden pelemparan mikrofon oleh Anggota DPRD Bonebolango saat rapat dengar pendapat membahas permasalahan IPAL Komunal di Desa Toto Utara, sekitar akhir tahun 2017 silam dibenarkan oleh Djoni.
Dirinya mengaku, jika awalnya dia tidak tau jika permasalahan ini sampai di hearing di DPRD Bonebolango.
“Tidak ada undangan resmi, hanya saya di telepon oleh kepala desa, bahwa DPD harus ke dewan. Sedangkan kepala desa sendiri tidak hadir, dia hanya di rumah,” tutur Djoni.
Seharusnya permasalahan ini kata dia, ditangani langsung oleh Ibunda. Karena program ini ada di desa. Sedangkan BPD hanya sebagai pengawas jalannya pemerintahan yang ada di desa.
Saat rapat berlangsung kata dia, Benny merasa kesal dengan ulah Irman yang tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan.
“Waktu itu pak Benny mempertanyakan, kemana sisa anggaran yang sekitar 100 juta lebih. Dan karena tidak ada jawaban dari Irman, Benny pun melemparkan mikrofon kearah Irman. Namun saja karena mikrofon itu ada kabelnya, sehingga tidak sampai ke arah Irman, melainkan kembali dan membentur meja dan rusak,” jelas mantan Ketua BPD Desa Toto Utara ini.
Kata Djoni, dari KSM Moolango hanya Hendro Lengkey selaku Bendahara yang hadir, Hendro tidak punya kapasitas untuk berbicara. Yang lebih tepatnya adalah Herianto Lamato yang saat itu tidak hadir.
“Heriyanto tidak hadir. Saya beberapa kali menghubungi, tapi tidak bisa. Nomor handphone-nya tidak aktif. Hingga hearing itu selesai, tidak menghasilkan suatu keputusan. Selesai begitu saja,” jelas Djoni.
Usai rapat dengar pendapat tersebut Djoni mengatakan, sekitar pukul 17.00 WITA, Irman terlihat memasuki ruangan Benny Lengkey untuk menjelaskan perihal dana pembangunan IPAL tersebut.
Kata Djoni, saat di ruangan itu Irman menjelaskan ke Benny, jika saja hal tersebut diungkapkan saat rapat, maka yang kena imbasnya adalah isteri dan anak Benny sendiri. Uang tersebut sudah dipakai istri dan anak bapak. Jadi lebih baik saya tahan ini uang yang sisa. Dan dari situlah pekerjaan IPAL itu terhenti. Setelah itu Irman menunjuk orang lain untuk menyelesaikannya.
“Saya mau buka rahasia, ternyata uang ini dari berapa kali pencairan, Ibunda (kepala desa) dengan depe anak sudah pakai. Oleh anaknya uang tersebut digunakan untuk membiayai perawatan di rumah sakit, sedangkan ibunda juga meminta. Yang katakan ini pak Irman,” beber Djoni.
“Itu informasi yang berkembang. Sampai hal ini saya tanyakan pada warga lainnya. Sampai kita malah terdiam. Terus ketika kita mempertanyakan lagi kelanjutan IPAL ini, Irman mengatakan sudah dilanjutkan oleh orang lain. Tidak tau ada dananya lagi atau tidak, yang jelas pengerjaannya ini tidak selesai.
Usai rapat itu juga Djoni mengaku, didatangi juga oleh Heriyanto yang mempertanyakan mengapa permasalahan IPAL tersebut sampai di hearing. Dirinya pun membantah tidak pernah melaporkan perihal pembangunan IPAL tersebut di DPRD Bonebolango.
“Saya katakan, saya tidak pernah melapor di dewan. Malahan saya ini hanya di undang. Itu pun undangannya hanya melalui telepon. Ternyata setelah sampai di dewan, ternyata hanya meng=hearing soal ini. Setelah itu Heriyanto pulang. Satu bulan kemudian, entah ada hubungannya dengan masalah IPAL itu atau tidak, tiba-tiba saya dilaporkan soal penyelewengan dana benih. Saya sempat diperiksa kepolisian, dan hingga saat ini tidak tau siapa yang melaporkan hal itu,” ungkap Djoni.
Pada saat bertemu itu juga dirinya menanyakan ketidakhadiran Heriyanto saat rapat di dewan tersebut. Heriyanto hanya menjawab bahwa dirinya saat itu sedang sibuk dan tidak ada waktu untuk ke dewan.
Soal Dilempar Mikrofon, Irman: So Biasa Kwa Itu
Peristiwa pelemparan mikrofon oleh Anggota DPRD Bonebolango, Benny Lengkey saat rapat dengar pendapat pada akhir tahun 2017 dibenarkan oleh Irman. Bahkan saat diwawancarai Irman yang sedikit kaku menjawab pertanyaan wartawan dengan logat Manado, “ah so biasa kwa itu” (baca: Ah sudah biasa itu).
“Bagi saya hal itu sudah biasa. Setelah itu kita sudah saling klarifikasi dan bicara di ruangan,” kata Irman.
Ditanya mengapa sampai dilempar dengan mikrofon, dirinya mengatakan hal itu mungkin karena Benny mempertanyakan semua proses pembangunan IPAL.
“Saat saya diam, mungkin pak Benny kesal hingga melempari. Kalau pengalaman kita kan biasanya sebelum rapat kita bicara dulu apa yang akan di bahas. Biasanya juga kan ego anggota dewan yang mungkin tidak mau kalah dan maunya benar terus, jadi saya hanya diam. Lalu karena diam tidak menjawab, saya di lempar dengan mikrofon tersebut,” tutur Irwan.
Di Tanya wartawan apakah benar dirinya mengatakan bahwa uang tersebut sudah dipakai oleh isteri dan anak Benny Lengkey, Irman menjelaskan, waktu berada di ruangan bersama Aleg tersebut, dia hanya menjelaskan soal prosedur dan teknis dari pelaksanaan pembangunan IPAL itu.
“Soal itu saya tidak tau. Yang saya jelaskan karena informasi proyek itu bermasalah dan uangnya di tahan, saya jelaskan uang itu masih ada, dan tidak dicairkan keseluruhan, melainkan bertahap. Jadi saya tidak tau informasi tersebut, karena bukan saya yang pegang dana. Kecuali kalau saya yang kasih, saya bisa bilang. Kalau hanya dengar dari orang, saya tidak berani. Orang mau tuntut balik ini bahaya. Jika informasi itu juga dia sampaikan ke Benny, pasti dia lebih marah.,” kata Irman.
Yang jelas kata Irman, malam harinya usai di hearing, dia dihubungi oleh Heriyanto selaku Ketua KSM.
“Malam harinya Heri menelepon saya dan mengatakan bahwa dia sudah bertemu dengan kepala desa, termasuk juga dengan Benny. Dan saya mengatakan oh itu urusan anda. Dan setelah hearing itu juga saya tidak ketemu dengan siapa-siapa. Dengan Ketua KSM pun hanya melalui telepon,” jelas Irman.
Jadi informasi soal uang yang dipakai oleh kepala desa dan anaknya tersebut Irman mengaku tidak tau. Hal ini dikarenakan uang tersebut tidak ada padanya, melainkan ada pada bendahara dan pengurus KSM.
“Kita hanya kertas sepenggal, menandatangani pembukaan pemblokiran yang sekian jumlahnya. Untuk jelasnya silahkan tanyakan kepada bendahara dan pengurusnya saja,” jelas Irman.
Kepada wartawan dirinya menjelaskan kembali perihal pembangunan IPAL itu yang sudah diserahkan ke salah satu warga di Toto Utara. Disinggung soal tidak ada tukang yang mau meneruskan peerjaannya karena hanya diberi upah di bawa harga, dia menjelaskan, IPAL tersebut bukan proyek, melainkan program swakelola yang melibatkan partisipasi dari masyarakat. Begitupun dengan penilaian warga yang mengatakan IPAL tersebut bermasalah dan tidak berfungsi.
“Kalau memang bermasalah, maka setelah satu atau dua hari pasti ada komplen. Tapi ini nanti setelah satu bahkan dua bulan baru mau dipermasalahkan. Berarti ada pada cara penggunaannya. Intinya yang bisa saya tangkap dari mereka, awal-awal pak Agus juga ini yang kurang setuju, karena pengurusnya ini bukan orang dari daerah mereka, melainkan yang dari pihak desa. Saya katakan soal pengurus saya tidak bisa intervensi. Itu kan mereka sendiri yang pilih. Jadi masalah ini bukan pada teknis, melainkan rasa suka dan tidak suka,” tutur Irman.
Terakhir itu kata dia, ada salah satu tokoh masyarakat yang merampungkan pembangunan IPAL ini. Dananya diserahkan ke tokoh masyarakat tersebut, dan pekerjaan itu didirampungkan dalam jangka waktu dua bulan.
“Saya lupa namanya. Orang tersebut juga yang datang waktu itu dan mengeluhkan begini, begini begini. Karena pegurus yang kerja (KSM) sudah setengah mati, tidak tau bagaimana mau di kasih bagus,” kata Irman sambil memgingat nama tokoh masyarakat tersebut.
Pada wawancara itu juga Irman mengatakan, dirinya tidak ingin terbawa bawa dalam permasalahan tersebut. Dia tak ingin orang lain yang punya kepentingan, dirinya yang terseret.
“Dari awal Agus tidak suka dengan pihak ibunda. Saya katakan sama Agus, jika tidak suka dengan Ibunda, jangan bawa-bawa orang lain turut serta dalam hal tersebut.” kata jelas Irman.
Namun, disentil lagi soal informasi uang yang sudah dipakai kepala desa dan anaknya, Irman mengaku, dirinya pernah mendengar hal itu dari pengurus, meskipun tidak menyebut secara spesifik nama orang yang memberikan informasi tersebut.
Heri: Tak Ada Laporan ke Saya Terkait IPAL
Terkait program IPAL Komunal yang pengerjaannya ada pada tahun 2016, Heriyanto Lamato angkat bicara. Dihubungi melalui nomor telepon seluler 0853 7937 3XXX miliknya, pria yang akrap disapa Heri ini mengaku hingga saat ini belum ada pihak atau warga yang mengeluh soal IPAL tersebut. Bahkan kata ketua KSM Moolango ini, hingga sekarang belum ada yang melaporkan padanya terkait IPAL Komunal itu.
“Kalau keluhan itu sampai hari ini tidak ada. Harusnya keluhan ini kan ke saya selaku pengelola. Memang setelah pembuatan itu pernah ada masalah airnya tidak lancar. Tapi kita sudah diatasi sampai dia normal kembali. Kalaupun ada masalah, kita tau itu hanya tersumbat. Karena waktu itu juga kita tidak punya tim pengelolanya,” jawab Heri lewat telepon seluler, Senin (9/12/2019).
Pria yang saat ini menekuni usaha jasa servis pendingin ruangan ini juga mengaku, masalah IPAL ini di hearing sampai di DPRD Bonebolango, lantaran ada beberapa jalur IPAL tersebut yang tersumbat. Bahkan kata dia setelah itu, sudah tidak ada permasalahan lagi.
Bahkan soal adanya kejadian dimana kotoran tersebut bukannya masuk ke IPAL dan malah keluar dari lubang jamban warga, Heri mengatakan, dirinya tidak mendapat laporan soal kejadian tersebut.
“Harusnya saya yang mengetahui itu. Tapi memang tidak ada yang melaporkan ke saya. Kejadian ini juga kan sudah beberapa tahun lalu. Saya juga heran kenapa sampai seperti ini. Namun intinya, setelah pembuatan itu ada namanya pemeliharaan yang melibatkan masyarakat sekitar,” jelas Heri.
Dirinya mengaku terlibat hanya sampai pembangunan IPAL itu.
“Setelah itu, seharusnya ada pembentukan unit dibawah KSM. Unit tersebut dibentuk sebagai pengelola, dan melibatkan masyarakat pengguna IPAL itu,” kata dia.
Tak Hadiri Hearing Soal IPAL, Heri: Saya Tidak di Undang
Saat persoalan pembangunan IPAL ini di hearing di DPRD Bonebolango, Heriyanto mengaku tidak ikut dalam rapat dengar pendapat tersebut. Dirinya mengatakan tidak tau dan tidak diundang.
“Saya tidak tau hearing itu, karena saya tidak ada, dan saya juga tidak ada pemberitahuan atau undangan. Tapi setelah rapat itu kita koordinasi dengan pihak Dinas PU dan setelah itu melakukan perbaikan,” ujar Heri.
Di tanya soal jumlah anggaran pembangunan IPAL itu juga Heri mengaku sudah lupa berapa jumlahnya. Dia menyarankan jika ingin mengetahui lebih lengkap, bisa mendatangi pihak Dinas PU Bonebolango.
Diakhir wawancara itu dirinya mengatakan, untuk masalah di desa sudah tidak mau terlibat lagi dan memilih fokus mengembangkan usahanya.(tim)