Gorontalo, mimoza.tv – Lebih dari sepekan terakhir persoalan limbah medis di Gorontalo mencual lewat beberapa pemberitaan di media daring. Adanya persoalan sampah medis ini bukan hanya sebagai tudingan media semata, yang pada akhirnya lewat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV DPRD pada Selasa (17/5/2022) di bantah oleh beberapa pimpinan rumah sakit, termasuk juga instansi terkait. Namun, adanya pemberitaan itu berdasarkan fakta temuan dilapangan yang dilakukan investigasi oleh tim wartawan.
Logika dan kenyataannya sampah- sampah itu tidak mungkin berjalan sendiri ke TPA Talumelito, ke TPS 3R di Kelurahan Wongkaditi, bahkan sampai di penampungan barang rongsokan yang ada di Kelurahan Molosipat W, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo, seperti penelusuran tim wartawan.
Temuan Awal di TPA Talumelito
Siang itu cuaca terik matahari di Gorontalo, khususnya di wilayah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Talumelito sedang terik-teriknya. Namun Te Uti, seorang pemulung yang minta namanya disamarkan, bersama beberapa pemulung sedang semangat-semangatnya mengais sampah-sampah plastic dan kertas yang masih bisa dijual kembali ke pengepul. Apalagi saat itu sampah-sampah tersebut baru saja diturunkan oleh mobil truk pengangkut.
Namun hal yang mencengang adalah ketika tim liputan menjumpai Te Uti dan beberapa rekannya tengah memulung beberapa barang dan peralatan medis seperti bekas jarum suntik, botol infus.
Memang kata Te Uti, limbah medis jenis botol infus dan jarum bekas sering di temukan di lokasi dan bahkan di perjualbelikan.
“Kami tidak paham soal dampaknya seperti apa. Bekas suntik dan botol infus ini kami anggap sama seperti sampah plastik pada umumnya. Barang-barang ini kami dapatkan dari mobil angkutan sampah yang dari arah Kabupaten Gorontalo,” ujar Te Uti kepada tim wartawan, Kamis (5/5/2022).
Setelah barang-barang itu dikumpulkan, kata Te Uti, selanjutnya dikemas dan di jual lagi ke pengepul. Uang hasil penjualan itu kata dia, digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Berdasarkan keterangan dari Te Uti, tim pum dibagi menjadi beberapa tim untuk melakukan penelusuran di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes), baik yang ada di Kabupaten Gorontalo maupun di wilayah Kota Gorontalo. Dan dengan adanya temuan limbah medis di TPA Talumelito itu juga, semakin menguatkan kecuringaan akan buruknya pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3 di Fasyankes yang ada.
TPA Talumelito Terjunkan Tim, Tidak Ada Limbah Medis
Kepala TPA Talumelito, Marten Yusup dalam keterangannya kembali saat RDP bersama Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo menegaskan, musai diberitakan temuan limbah tersebut pihaknya melakukan pengecekan dari mulai rekanan yang ada di TPA, hingga petugas yang berhubungan langsung dengan sampah.
“Kami tidak menemukan limbah tersebut sebap sampah yang masuk di TPA perhari itu rata – rata puluhan ton dan bisa saja ada satu dua buah limbah B3 yang terselip entah dari mana asalnya. Yang pasti kami hanya sebatas menerima masuknya sampah dan untuk limbah B3 kami sudah ulang – ulang kali sampaikan ke beberpa Faskes agar dipilah dan proses sebaik mungkin,” ujar Marten.
Bahkan karena proses pengangkutan sampah itu ada di Dinas DLHK, seharusnya kata dia DPRD juga mengundang mereka dan terutama pihak ketiga yang berkerjasama dengan rumah sakit.
Dinkes : Sampah Medis Bisa Saja Dari Praktek Mandiri
Pelaksana Tugas Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Plt. Kabid Kesmas), dr. Suliyanti Otto mengatakan, belum tentu limbah B tersebut berasal dari Fasyankes. Menurutnya, bisa saja sampah itu bisa saja dari tempat praktek mandiri.
“Beberapa limbah medis yang ditemukan di tempah sampah itu bisa saja berasal dari praktek-praktek mandiri. Atau pun ada penggunaan-penggunaan alat tersebut di luar dari Fasyankes,” katanya.
Dirinya juga menyampaikan fungsi dari Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota di dalam pengelolaan limbah medis, dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan limbah tersebut sesuai standar.
“Di situ pak ada 3 hal dari mulai pemilahan, penyimpanan dan pengelolaan,” ujarnya.
Bahkan dirinya membeberkan, sebanyak 110 Faskes di Provinsi Gorontalo itu telah menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang berlaku terkait pengelolaan limbah medis.
“Nah untuk pemilahan ini di setiap RS. Yang kita awasi adalah RS pemerintah, swasta, termasuk juga Puskesmas. Nah, 110 Faskes ini semuanya sudah melaksanakan pengelolaan limbah medis sesuai dengan standar,” jelas dr. Suliyanti.
Kecurigaan Dugaan Pengelolaan Limbah B3 yang Buruk
Dari temuan dan informasi di TPA Talumelito itu mengundang kecurigaan soal penanganan sampah medis di beberapa Fasyankes.
Pantauan di RSUD MM Dunda Limboto, Kabupaten Gorontalo misalnya. Temuan wartawan, sampah medis berupa selang infus yang didalamnya masi ada darah, dan terletak di lantai dalam keadaan tidak dimasukan dalam kantong plastik seperti yang ada di dalam tempat penumpukan.
Belakangan adanya tumpukan sampah medis itu merupakan imbas dari sudah 4 bulan lamanya pihak rumah sakit tidak ada kerja sama dengan pihak ketiga atau perusahaan pengangkut dan pengelola limbah medis.
Kondisi serupa juga dijumpai di Rumah Sakit Aloe Saboe atau RSAS Kota Gorontalo. Bahkan tim menemukan sampah medis itu bercampur dengan sampah umum di bak penampung yang terletak di bagian belakang rumah sakit.
Beberapa temuan tim wartawan itu antara lain, bekas jarum suntik, beberapa botol bekas obat-obatan, yang terletak di dekat Insinerator. Selebihnya sampah yang lainnya berbaur dengan sampah umum yang ada di depan ruang kamar mayat.
Wakil Direktur Pelayanan RSUD Aloei Saboe, Bobby Harun Okok dalam konferensi pers belum lama ini membantah adanya limbah medis itu. Bobby menyebut jika sampah-sampah temuan tim itu masuk dalam kategori sampah biasa dan bukan sampah infeksius.
“Sampah tersebut masuk kategori limbah umum atau sampah biasa bukan limbah medis yang ada di RS Aloei Saboe. Adapun tampilan gambar atau foto tersebut hanya ada pembungkus jarum suntik, plastik pembungkus obat, dus obat, plastik pembungkus infus, dan plastik lainnya. Jadi itu jelas bukan merupakan sampah infeksius,” ucap Bobby.
RSAS sendiri kata dia, memiliki prosedur yang jelas dalam pengelolaan sampah non-infeksius dan infeksius. Sampah non-infeksius ini digabungkan dengan sampah umum, sementara sampah infeksius mempunyai tempat tersendiri dalam pengelolaan, begitu juga sampah farmasi.
“Jadi mengenai tempat sampah, ada tempatnya, itu ada tempat sendiri juga disebut safety box, jadi untuk semua benda tajam dimasukkan di dalam situ. dan semua jenis sampah mempunyai tempatnya masing-masing,” jelas Bobby.
Belakangan, adanya limbah medis di rumah sakit terbesar di Gorontalo itu juga ditepis oleh dr. Andang Ilato. Direktur di RSAS Kota Gorontalo ini dalam RDP dengan Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo, Selasa (17/5/2022) mengatakan, selama ini pihaknya melakukan prosedur yang ketat terhadap pengelolaan limbah medis. Prosedur yang ketat ini kata dr Andang merupakan aturan turunan dari produk perundang-undangan yang ada, bahkan sampai dengan Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup Nomor 56 tentang pengelolaan sampah medis di rumah sakit.
“Rumah sakit bukan hanya memberikan pelayanan medis, tetapi termasuk juga dalam mengelolah sampah medis. Dari sekian banyak masalah, kurang lebih dua atau tiga persen itu menggunakan anggaran operasional yang adan. Karena kita RSAS sendiri punya prosedur mulai dari mengindentifikasi sampah. Apakah ini masuk dalam sampah infeksius, sampah farmasi, itu kita sendirikan. Begitu juga dengan jarum suntik yang menggunakan wadah tersendiri,” kata dr. Andang.
Untuk sampah berupa jarum suntik itu sendiri kata dia, wadahnya berupa kontainer yang tidak bisa ditemus oleh air, bahkan tidak bisa dirusak karena terkena tusukan jarum.
Selain sampah medis dan farmasi, dr. Andang juga mengatakan pihaknya mengelolah sampah rumah tangga biasa yang terdiri dari sisa makanan dari para pasien, termasuk juga pembungkus obat, bungkus botol infus, dan bungkus dari jarum suntik.
“Itu kita kategorikan sebagai sampah biasa dan bukan merupakan sampah medis. Ini yang jadi problem kita. Kadang-kadang orang melihat sampah berupa bungkus seperti itu dikategorikan sebagai sampah medis. Padahal tidak seperti itu,” tegas dr. Andang.
Proses pemilahan itu sendiri kata dia sudah dimulai dari masing-masing ruangan, dimana disetiap ruangan terdapat tiga kantong yang berlainan warna dan peruntukannya.
“Kepala ruangan bersama tim sanitasi punya tanggungjawab mengendalikan limbah yang ada di ruangannnya. Kantong itu terdiri dari warna kuning, warna cokelat atau yang kita ganti dengan warna merah, dan kantong yang berwarna hitam untuk sampah biasa. Kadang kala keraguan kita muncul jangan sampai tercampur misalnya jarum suntik di kantong sampah biasa, maka kita lalukan sortir terakhir sebelum ke TPS,” imbuhnya.
Prosedur itu kata dia, dilakukan oleh cleaning service, dan turut diawasi oleh tim sanitasi.
Tak hanya jarum suntik bekas dan botol saja, tim juga menemukan bekas sarung tangan, beberapa potong kain kasa yang diduga bekas digunakan untuk tindakan medis. Kain, sarung tangan bekas, termasuk beberapa plastik pembungkus kemasan dan obat itu tidak dalam kondisi diisi dalam kantong plastik berwarna kuning, lazimnya seperti yang ada dalam aturan pengelolaan limbah medis. Tetapi berserakan begitu saja bersama sampah yang lain.
Di Cacah dan di Kirim ke Surabaya
Setali tiga uang dengan keterangan Te Uti, tim pun melakukan penelusuran di tempat penampungan barang rongsokan yang berada di Jalan Delima, Kelurahan Molosipat W, Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo. Meski tak ditemukan adanya limbah medis, namun informasi yang berhasil di korek dari pekerja, limbah berupa botol ifus itu adalah barang yang jarang masuk.
“Barang ini jarang-jarang masuk. Karenanya kita kumpul dan sendirikan dari barang plastik lainnya. Setelah melalui proses di cacah, selanjutnya di kemas dalam karung dan di kirim ke Surabaya bersama barang yang lain,” ucap salah satu pekerja yang enggan menyebut nama.
Menurut sumber itu, barang barang tersebut tidak lagi utuh lazimnya seperti botol infus. Melainkan masuk di tumpukan dalam keadaan sudah di potong-potong.
“Kalau bapak mau cari botol yang utuh, coba cari di TPS 3R yang ada di belakang RS Aloe Saboe,” ujarnya.
Penelusuran tim pum berlanjut di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) 3R (reduse, reuse, recycle), yang berada di Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo.
Dari pantauan, TPS 3R yang dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Maju Bersama ini, tim mememukan bekas botol infus dalam satu wadah loyang plastik berwarna hitam, yang diletakkan bersama tumpukan botol mimuman lainnya. Menurut pengakuan petugas yang ditemui, botol-botol infus ini berasal dari para pemulung keliling.
“Jadi botol-botol ini dijual oleh para pemulung keliling kepada kami. Selanjutnya kami jual lagi kepada para pengepul barang bekas,” ujar petugas yang enggan menyebut nama ini.
Ditanya apakah ada botol infus atau sampah medis lainnya yang didapat dari rumah sakit, petugas tersebut mengatakan bahwa botol ini hanya dari pemulung saja.
“Meskipun kita hanya berdekatan dengan RS Aloe Saboe, tetapi tidak ada sampah medis yang kami kumpulkan. Kami tau ini limbah medis, masuk dalam limbah B3, dan tidak sembarangan.
Sorotan Pegiat Lingkungan
Persoalan limbah medis di sejumlah Faskes yang ada di Gorontalo ini juga mendapat sorotan dari pegiat lingkungan. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaman Kemandirian Nasional (Jaman) misalnya.
Frenkymax Kadir selaku Ketua Umum LSM tersebut meminta agar pihak-pihak terkait, serius menangani permasalahan tersebut.
Adanya limbah B3 itu menurutnya merupakan bentuk kelalaian dari rumah sakit dalam mengelolah limbah itu.
“Ancaman Covid-19 belum usai, ditambah lagi dengan munculnya kasus limbah medis ini. Agar ini tidak menimbulkan opini negative di masyarakat, maka kepada rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan, untuk tidak menambah-nambah ancaman kesehatan lagi terhadap masyarakat,” tegas Frankymax.
Hal yang menjadi rancu kata dia disatu sisi ada pelayanan bidang kesehatan bagi masyarakat, namun di sisi yang lain justeru kelalaian dalam penanganan limbah medis yang menjadi ancaman kesehatan masyarakat itu sendiri.
Olehnya kata dia, perlu ada atensi dari aparat penegak hukum untuk menindak oknum-oknum yang sengaja melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hindup (PPLH), tentang Limbah B3.
Rekomendasi Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo
Viralnya berita soal sampah medis di beberapa rumah sakit itu, Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo langsung terjun ke beberapa rumah sakit, termasuk juga di TPA Talumelito.
Bahkan saat mengadakan kunjungan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) MM Dunda, Limboto, Kabupaten Gorontalo, Koordinator Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo, Sofyan Puhi menilai TPS untuk limbah B3 di rumah sakit tersebut belum maksimal. Ia pun meminta agar kondisi itu harus menjadi perhatian khusus pemerintah daerah.
Bahkan penegasan itu ia sampaikan kembali dalam RDP bersama pimpinan rumah sakit, termasuk LSM dan awak media yang melakukan peliputan khusus soal limbah tersebut.
“Perlu kami berikan rekomendasi untuk segera ditindaklanjuti. Pertama sesuai dengan ketentuan yang ada, harus bekerjasama dengan pihak ketiga dalam hal ini perusahaan pengolahan limbah medis, Yang kedua, TPS-TPS harus memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan. Yang ketiga, pengawasan terhadap petugas kebersihan yang ada di seluruh TPS. Harus ada informasi kepada mereka, bagaimana pengelolaan sampah medis yang sebenarnya,” tutur Sofyan.
Bahkan dirinya juga mengatakan, perlunya mem-back up petugas tersebut dengan pakaian khusus agar terhidar dari paparan sampah medis itu.
“Karena ini merupakan kewenangan kabupaten kota, maka kami akan merekomendasikan ke bupati dan walikota se Provinsi Gorontalo sebagai penanggung jawab rumah sakit rumah sakit yang ada di kabupaten kota. Kecuali Rumah Sakit Ainun Habibie yang merupakan tanggungjawab Provinsi Gorontalo,” ungkapnya.
“Kepada LSM juga teman-teman wartawan, jika ada bukti-bukti bahwa temuan-temuan yang baru tolong informasikan dan bantun kami. Walaupun ada ketentuan yang melarang untuk membuka informasi, tapi tolong kami informasikan agar supaya kami bisa mengawasi teman-teman eksekutif khususnya di bidang kesehatan ini untuk menjaga bersama-sama terhadap dampak limbah medis ini,” tutup Sofyan.
Pewarta : Lukman.