Gorontalo, mimoza.tv – Tiga anak pengidap HIV di Kecamatan Nainggolan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, saat ini belum mendapatkan hak pendidikan di sekolah publik. Kurang lebih sudah tiga bulan ketiga anak itu yakni H (11), SA (10), dan S (7) tidak bisa bersekolah lantaran mendapat penolakan dari masyarakat Kecamatan Nainggolan. Nasib ketiganya kini tidak jelas, karena hingga sekarang belum ada kesepakatan antara Komite AIDS HKBP selaku pengasuh tiga anak itu dan Pemerintah Kabupaten Samosir terkait pendidikan H, SA, dan S.
Menanggapi hal itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise menegaskan ketiganya harus mendapatkan hak pendidikan, seperti bersekolah di sekolah publik.
“Yang jelas anak-anak punya hak. Hak-hak anak salah satunya harus bersekolah, bermain, dan berkreatif. Ada 25 hak anak, yang paling utama adalah hak sipil anak, di mana mereka harus mempunyai akta kelahiran dan bersekolah. Jadi tidak ada komentar apapun anak-anak itu harus tetap bersekolah. Saya sudah koordinasi dengan kepala dinas, dan gubernur untuk melihat ke depan persoalan ini harus diselesaikan seperti apa. Saya tetap tegas, anak dalam keadaan dan situasi apapun harus bersekolah,” kata Yohana di Medan, Senin (12/11/2018).
Namun menurut Yohana, pihaknya masih belum bisa memastikan apakah akan mengambil alih penanganan untuk ketiga anak pengidap HIV. Kementerian PPPA saat ini masih mengupayakan jalan terbaik untuk ketiga anak itu termasuk tentang kepastian mendapatkan pendidikan di sekolah publik.
“Ya sedang dikoordinasi, dan kami mulai turun. Kami sedang menangani melalui unit pelayanan perlindungan perempuan dan anak sudah turun sekarang. Mudah-mudahan ke depan jawaban yang tegas,” ujarnya.
Tidak sampai di situ, Yohana juga mengomentari tentang Rumah Sakit HKBP Nainggolan yang dinilai tidak memiliki fasilitas memadai untuk menangani pengidap HIV terutama anak-anak. Kata Yohana, pihaknya akan berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan (Menkes) guna menjadikan rumah sakit ramah anak, bukan hanya di Samosir tapi juga seluruh Indonesia.
“Yang jelas ini saya akan koordinasi dengan Menteri Kesehatan karena kalau sudah urusan kesehatan adalah urusan Menkes. Kami akan koordinasi terus karena memang kami sedang membuat rumah sakit ramah anak di seluruh Indonesia. Dan indikator-indikatornya siapapun anak itu, warga Indonesia mempunyai hak yang sama untuk menikmati semua akses pendidikan,dan kesehatan. Kami akan koordinasi dengan Menteri Kesehatan,” ungkapnya.
Sementara itu di sisi lain, Komite AIDS HKBP yang merupakan pengasuh ketiga anak pengidap HIV melalui Kepala Departemen Diakonia HKBP, Debora Purada Sinaga mengatakan pihaknya masih terus menunggu kepastian tentang hak pendidikan H, SA, dan S. Untuk mengisi kekosongan waktu, ketiga anak itu kini mendapat pendidikan seadanya dari Komite AIDS HKBP.
“Langkah HKBP menunggu anak-anak bisa sekolah. Mereka belajar di rumah agar tidak tertingal dengan pengetahuan. Hampir sama kualitasnya dengan pelajaran di sekolah. Untuk sementara anak-anak kita buat sibuk supaya jangan tertuju kepada sekolah publik karena mereka bertanya secara terus menerus. Bagaimana kesibukan di sekolah begitu cara mengisi waktu mereka,” ungkap Debora kepada VOA.
Tidak adanya kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Samosir dengan Komite AIDS HKBP tentang hak pendidikan ketiga anak pengidap HIV lantaran kedua pihak masih tetap dengan tuntutan awal di mana anak-anak tersebut mendapatkan pendidikan di sekolah publik. Sedangkan Pemkab Samosir mengusulkan ketiga anak itu untuk menjalani home-schooling.
“Sebenarnya anak-anak itu tidak sekolah karena masyarakat enggan menerima sehingga begitu tuntutan masyarakat pemerintah mengatakan kami bukan menghambat. Di situ mengatakan ya salah masyarakat, itu tidak bagus. Kami sedang melobi Menteri Kesehatan karena kemarin pemahaman kami bersedia memediasi pertemuan lebih luas lagi dengan unsur-unsur yang sebenarnya sudah kita data siapa yang perlu datang ke pertemuan tersebut tapi dialihkan Menteri ke Dinas Kesehatan Samosir sehingga kami masih menunggu jawaban itu,” beber Debora. (Aa/uh/luk)