Gorontalo, mimoza.tv –Adhan Dambea berharap Komisi II, Penjabat Gubernur (Penjagub) Gorontalo, dan Walik Ketua DPR RI Rachmat Gobel bisa menjembatani antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan nelayan Gorontalo, tentang persoalan PP 27 Tahun 2021, dimana kapal besar dengan ukuran diatas 30 gross ton (GT) hanya boleh menangkap ikan di atas 12 mil dari garis pantai.
Hal itu dikatakan Anggota DPRD Provinsi Gorontalo ini ketika mengadakan mengunjungi koperasi dan masyarakat nelayan Kota Gorontalo, Senin (27/6/2022).
“Tadi saya sudah mendengarkan keluh kesah dari para nelayan. Tadi disampaikan bahwa kapal bantuan yang ukurannya 30 GT tidak bisa menangkap dalam 12 mil laut. Sementara di satu sisi kondisi kita ini hanya wilayah Teluk Tomini yang itu juga ada aturan-aturan yang mengganjal mereka,” ucap Adhan.
Olehnya lanjut Adhan, keluhan tersebut bisa ditindaklanjuti oleh Komisi II DPRD Provinsi Gorontalo, bahkan juga jadi perhatian Pak Penjagub dan Pak Rahmat Gobel, untuk menjembatani dengan pihak KKP.
“Saya harap ini segera ditindaklanjuti persoalan 12 mil ini, agar warga nelayan kita ini tidak ada persoalan dalam menjalankan usahanya. Mereka tidak bisa membantah kalau itu keputusan menteri. Tetapi disatu sisi sangat merugikan. Tadi disampaikan sudah capek-capek melaut, ikannya harus di buang kelaut hanya gara-gara uturan segala macam,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Koperasi Nelayan Samudera Jaya Sarlis Mantu dalam keterangannya saat diwawancarai membenarkan, aturan PP27 Tahun 2021, yang merupakan amanat dari UU Nomor 11 Tahun 2020 atau UU Cipta Kerja itu menjadi keluhan nelayan di Gorontalo.
“UU Cipta Kerja ini hanya mengatur soal keluhan-keluhan dari nelayan kecil. Sementara Teluk Tomini tempat melaut kita ini haya kecil, juga ada juga atur dengan jalur kapal. Sementara kita ada undangan dari nelayan-nelayan kecil dari Sulawesi Tengah untuk menangkap menangkap ikan di romping mereka,” ujar Sarlis.
Bahan kata dia, setelah menangkap itu nelayan Gorontalo itu difasilitasi oleh Pemda Sulawesi Tengah.
“Yang penting kita bongkar disana, kita bayar retribusi. Dan itu ada buktinya. Kita tidak melakukan kesalahan. Jadi aturan UU Cipta Kerja itu menjadi keluhan nelayan kecil, tapi nelayan kecil yang undang kita. Dan itu ada bukti undangannya,” ujarnya.
Persoalan yang tak kalah seru juga kata Sarlis adalah masalah andon.
“Memang aturan andon itu bagus bagi nelayan. Tetapi misalnya kita dapat tangkapan 10 ton. Maka yang bisa laku di suatu pulau itu hanya 2 ton. Sisanya itu tidak bisa dibawa pulang ke Gorontalo. Dari pada ikannya jadi busuk, maka kita buang ke tengah laut. Karena masalahnya SIPI kita yang asli di tahan di daerah itu selama 6 bulan. Sementara yang kita punya hanya SIPI andon, dan itu tidak bisa kita bawa ke Gorontalo,” pungkasnya.
Pewarta : Lukman.