Oleh : Sofyan Panigoro, SE
(Pengamat Perbankan dan Kebijakan Moneter)/Balai Informasi Rakyat (Balinra Gorontalo)
Gorontalo, mimoza.tv – Permasalahan yang sedang dihadapi oleh salah satu bank plat merah di Gorontalo harus jadi pelajaran bagi semua lembaga perbankan maupun jasa keuangan. Lantaran ketidaktaatan terhadap prinsip kehati-hatian (Prudential Banking) yang merupakan prinsip dasar dalam pengelolaan operasional perbankan khusunya, sehingga menyebabkan penangan masalah yang harusnya bisa diselesaikan dengan baik justru menyebabkan resiko hukum, resiko operasional, dan resiko reputasi.
Karena pihak Bank terlalu over service dalam menyelesaikan permasalahan dimaksud. Over Service disini dimaksudkan melakukan penanganan tidak sesuai dengan standar dan aturan ysng berlaku.
Misalnya melakukan kunjungan ke nasabah, apalagi ada ivent tugas harus dilengkapi surat tugas dan semua karyawan yang datang ada dalam surat tugas tersebut bukan asal datang atau ikut-ikutan. Karena hal ini sangat beresiko jika terjadi sesuatu akan berakibat fatal.
Sesuai informasi dari media saya dapatkan, bahwa pihak bank mengklaim telah dibobol oleh salah seorang nasabahnya. Sehingga ada upaya penyitaan aset milik nasabah dan keluarga nasabah dan menyebabkan pihak nasabah melakukan pelaporan kepada pihak kepolisian. Nasabah merasa pihak bank telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pihak bank harusnya (prudent) hati-hati dalam penyampaian ke publik tentang pembobolan dimaksud karena hal itu harus dibuktikan dengan beberapa prosedur yang harus dipenuhi sesuai dengan SOP yang diatur oleh perusahaan maupun oleh negara yaitu OJK, PPATK. Bahkan Bank Indonesia yang merupakan lembaga yang mengatur lembaga keuangankhusunya perbankan.
Definisi pembobolan berarti pihak bank mengklaim bahwa nasabah itu melakukan akses tanpa izin ke rekening milik orang lain atau mengambil milik orang lain dengan masuk tanpa izin, dengan cara menjebol baik itu pin atau kode akses.
Dan jika benar, maka hal tersebut merupakan tindak pidana wajib dilaporkan ke pihak aparat penegak hukum. Apalagi disebutkan bahwa telah menyebabkan kerugian negara sesuai dengan info yang beredar di media.
Justru yang saya khatirkan bisa saja sistem perbankan yang bermasalah, hingga terjadi kesalahan dari sistem tersebut yang nota bene menyebabkan transaksi berulang di rekening nasabah. Hal ini harus diselesaikan secara pendekatan kekeluargaan dan terdokumentasi dengan baik karena pemilik sistem yang bermasalah. Sehingga secara nyata bahwa ini bukan kesalah dari nasabah akan tetapi dari pihak bank.
Justru harusnya pihak bank berterima kasih kepada nasabahnya karena dengan kesalahan tersebut pihak bank dapat memperbaikinya. Adapun jika bank mengangap ada kerugian, carikan solusi pengembalian. Bukan justru sebaliknya, memaksa pihak nasabah agar mengakui telah melakukan pembobolan.
Dalam hal penyitaan aset seharusnya pihak bank berkoordinasi dengan APH dalam mengambil tindakan penyitaan tersebut. Pihak APH akan memverifikasi permasalahan dimaksud demi tercapainya rasa keadilan dimasyarakat apalagi bank ini adalah bank milik Negara. Sesuai dengan aturan yang berlaku dan bukan main hakim sendiri dengan melibatkan banyak oknum karyawan bank dalam melakukan penyitaan dimaksud.
Adapun dalam pemblokiran rekening nasabah yang diklaim telah melakukan upaya pembobolan itu juga ada mekanisme yang harus di tempuh oleh pihak bank tidak bisa hanya sepihak. Karena yang bisa memblokir hanya nasabah atau APH, Pajak dan PPATK, yang dalam ketentuannya di istilahkan penundaan transaksi rekening dan wajib disampaikan kepada nasabah pemegang rekening dengan pemberitahuan secara tertulis tentang pemblokiran rekening dimaksud.