Pagi itu, suasana Gorontalo Development Forum 2019 berubah riuh dengan tepuk tangan, sesaat setelah seorang petani dari Desa Puncak Jaya, Kecamatan Taluditi, Kabupaten Pohuwato tampil diatas panggung. Pak Sartam namanya, 69 tahun usianya. Video tentang kegiatannya diselingi dengan penjelasan tidak hanya membuat orang kagum dan hormat tapi juga terinspirasi dengan apa yang dikerjakanannya. Atas prestasinya itu Gubernur Gorontalo menghadiahi Sartam dengan umroh. Ceritanya dibaca banyak orang setelah Kompas menulis dalam headlinenya. Orang-orang menyebut petani trans itu dengan Pak Sartam yang mendunia.
Cerita Sartam berawal dari “resolusi konflik” dengan kawanan Yaki atau monyet hitam Sulawesi (Macaca Nigra). Selama ini kebun dua hektar Sartam selalu disatroni kawanan Yaki. Mereka menyerang kebun Sartam sebelum sempat dipanen. Berbagai cara sudah dilakukan. Merancang perangkap hama hingga membuat pagar kawat besi yang dialiri listrik sudah dibuatnya. Tidak ada yang berhasil. Sartam akhirnya memutuskan “menghibahkan” buah dan sayur yang ditanam dalam satu hektar kebunnya untuk kawanan monyet. Sartam akhirnya bisa menikmati kakao yang ditanamnya tanpa ada gangguan lagi.
Fenomena Sartam terjadi karena kemampuannya membaca alam, memungkinkannya mengambil tindakan yang tepat. Tapi tidak semua dapat melakukanya. Dalam masa pemerintahan Mao zhe Dong, para petani dilanda kerugian. Tanaman padi rusak mencapai 4,5 kg per tahun. Asumsi para pakar saat itu padi diserang hama burung. Kerugian setara dengan pangan untuk 60,000 orang. Maka perburuan besar burung dimulai. Jutaan burung berhasil dimusnahkan. Namun kehilangan justeru meningkat. Akibatnya, sekitar 15 – 30 juta rakyat Tiongkok kelaparan. Burung pipit yang diburu ternyata memakan belalang, hama tanaman padi yang sebenarnya.
Cerita hama burung ini menggambarkan bias psikologis yang dialami pakar saat itu. Rasio mereka mengatakan penyebabnya adalah burung pipit. Akibat solusi yang diambil justru bertentangan dengan kepentingan utama, yakni membasmi belalang yang menjadi hama utama padi. Pakar ekonomi perilaku Daniel Kahneman, mengatakan individu umumnya menganggap diri rasional dan mengambil keputusan-keputusan berdasarkan rasionalitas. Faktanya, mereka justeru sering bertindak irasional dalam mengambil keputusan. Hal ini terjadi akibat keterbatasan mengelola informasi dan menyelesaikan persoalan yang digunakan dalam memutuskan sesuatu tindakan (bounded rationality). Orang membatasi jumlah penalaran yang mereka gunakan ketika harus membuat keputusan karena ingin menghemat upaya kognitif yang diperlukan. Mereka juga tidak ingin menghabiskan waktu yang dibutuhkan menggali informasi yang diperlukan dan membuat keputusan yang optimal. Bias heuristic ini mendorong kita sering membuat keputusan berdasarkan kemudahan suatu informasi tertentu muncul dalam pikiran.
Berbeda dengan Sartam, keputusan petani lugu ini justeru irasional. Sartam mengedepankan respon otomatis alami yakni intuitif dan irasional saat menghibahkan kebun miliknya. Dalam bukunya Thinking Fast and Slow, Daniel Kahneman mengatakan manusia memiliki dua sistem pemikiran yaitu sistem respon otomatis alami (intuitif dan irasional) dan sistem reflektif kompleks (penuh kesadaran). Sartam sadar merugi kehilangan potensi panen. Keputusannya seperti tidak bisa di terima karena tidak rasional.
Apa yang dilakukan Sartam adalah gambaran insentif yang oleh Levitt dan Dubner (2005) digambarkan sebagai dorongan untuk berbuat baik maupun buruk. Sartam mengejar insentif ekonomi melalui penjualan tanaman kebunnya. Dia tidak pamrih saat menghibahkan kebunnya. Juga tidak karena ingin terkenal. Ini adalah gambaran bekerjanya character ethics. Karakter yang terbangun di atas kejujuran dan kesabaran, Karakter ini sifatnya long-lasting mencakup keberanian, integritas dan golden rule.
Character ethics Sartam merupakan cerminan perilaku kesehariannya. Pendapatnya bahwa hewan juga makhluk hidup yang butuh makan adalah gambaran bekerjanya perilaku baik ini. Kesabaran, keuletan dan ketekunannya menjadi kebiasan rutin (atomic habit) yang kemudian berkembang menjadi kekuatan. James Clear mengatakan atomic habit ini akan mempengaruhi cara hidup dan pencapaian individu. Membudayakan kebiasaan rutin akan mewarnai perilaku. Jika kebiasaan itu positif maka perilakupun akan menggambarkan hal-hal positif. Sebaliknya, jika kebiasaan negative terus berulang maka perilaku kitapun akan ikut diwarnai.
Sartam adalah petani kecil yang peduli lingkungan. Ia mempraktekkan pertanian ramah lingkungan di tengah lahan berbukit dan tanah kurang subur. Sartam adalah bagian dari individu yang berkontribusi dalam melestarikan lingkungan. Menurut Peter Senge dkk (2008), menjaga keberlanjutan lingkungan bukan lagi pilihan tapi menjadi sebuah necessary revolution. Dan ini harus dilakukan oleh siapa saja, dari perusahaan besar dengan CSRnya hingga petani lugu seperti Sartam dengan keikhlasannya.
Fenomena Sartam ada dimana-dimana, di gunung, di hutan bahkan di lautan. Mereka memahami alam dan bekerja dengan alam. Kita hanya perlu menemukan dan mendengarkan keikhlasan mereka bekerja untuk selanjutnya mengadaptasi praktek-praktek baiknya kedalam rumusan kebijakan.
Selamat menjalankan Umroh pak Sartam yang mendunia. Semoga berkah!
Catatan Redaksi:
Yaki hanya
ditemukan di Indonesia pada sebagian besar pulau Sulawesi. Pulau ini terletak
di utara garis katulistiwa (Hamada, 1994). Daerah Biogeografi Yaki yaitu daerah
oriental (kediaman asli). Kebanyakan Yaki ditemukan di dalam daerah yang
dilindungi (kawasan lindung) di timur laut Sulawesi (Pulau Bacan) (Sugardjito,
1989).
Yaki dapat dijumpai pada hutan primer atau sekunder dataran
rendah (pesisir) hingga dataran tinggi hingga 2000 mdpl. Mereka sering turun
keperkebunan penduduk untuk mencari makan dan dapat merusak panen, sehingga
sering dianggap sebagai hama tanaman. Yaki lebih menyukai daerah diantara hutan
primer dan sekunder, karena cocok untuk tempat tidur dan mencari makan
(Supriatna, 2000).
Yaki (Macaca nigra) dilindungi oleh pemerintah RI, dengan SK
Menteri Pertanian 29 Januari 1970 No.421/Kpts/um/8/1970, SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No.301/Kpts-II/1991 dan Undang-undang No.5 1990. Dalam daftar yang
dikeluarkan IUCN, yaki digolongkan sebagai satwa hampir punah “endangered” dan
dicantumkan dalam Apendix II CITES (Supriatna, 2000).