Gorontalo, mimoza.tv – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pembebasan lahan GORR dengan agenda pembacaan nota pembelaan dari terdakwa Asri Wahyuni Banteng (AWB), dan dua terdakwa lainnya dari Appraisal kembali digelar di Pengadilan Tipikor Gorontalo, Jumat (23/4/2021).
Saat membacakan nota pembelaannya, AWB tampak beberapa kali tak mampu menahan isak tangis atas perkara yang menimpanya tersebut.
“Sejak pertama kali saya diseret dalam pusaran kasus ini, hingga akhirnya saya, sebagai satu-satunya dari golongan Pemerintah Provinsi Gorontalo yang dijadikan terdakwa dan dipenjara. Saya terus bertafakkur dan bertanya kepada diri sendiri: apakah benar saya salah dalam kasus ini? Apakah kesalahan saya ini merupakan korupsi? Hampir setiap malam saya berupaya menemukan jawaban ini,” kata AWB sambil menitikkan air mata.
Berikut beberapa kutipan pembelaan AWB di sidang tersebut.
Sebagaimana disampaikan oleh kolega dan teman-teman saya yang terlibat dalam proses pencairan uang rakyat ini, saya dan mereka semua tidak pernah melihat uang yang akan diberikan kepada masyarakat karena mekanisme pencairannya melalui transfer bank dari rekening Pemprov.
Jika tuduhan terkait jumlah uang tersebut benar, maka seharusnya jalan GORR tidak akan terwujud dan dinikmati seperti sekarang, sebab angka tersebut melebihi dari dua pertiga atau bahkan lebih dari setengah dari total biaya penggantian yang disiapkan Pemprov Gorontalo sebagai instansi pengguna lahan.
Saya masih mencoba berpikir rasional untuk memahami tuduhan terkait dengan jumlah uang ini. Namun, tak ada satu pun alasan yang bisa membuat saya bisa menerimanya. Bayangan uang sebesar itu belum mampu saya hadirkan dalam pikiran saya, sebab saya belum pernah melihat uang puluhan milyar dalam kehidupan sehari-hari saya, hingga saya dimasukkan dalam tahanan.
Dan anehnya, angka itu mencuat justru saat saya dalam atau setidaknya sebelum masuk tahanan, tempat mana secara ideal tak ada uang boleh beredar sama sekali. Kemudian dalam perjalanan sidang, angka kerugian yang muncul dituduhkan kepada saya berubah, atau setidaknya mengerucut, menjadi sekitar Rp.53 juta, dari 3 pembayaran kepada warga penerima biaya ganti rugi tanah GORR yang ditemukan ganda atau berulang.
Angka ini pun baru saya ketahui dalam sidang. Demikian juga baru diketahui teman dan kolega saya dari Pemprov Gorontalo yang menjadi saksi-saksi dalam perkara saya ini dalam ruangan sidang.
Jika memang temuan terhadap pembayaran ganda ini dianggap sebagai kerugian negara, apakah hal ini otomatis merupakan korupsi? Ini yang masih mengganjal di benak saya; mengingat angkanya yang tidak sebesar tuduhan awal, dan prosesnya sudah dilakukan sesuai dengan kewenangan instansi yang ada, serta uangnya sudah diberikan kepada rakyat penerima yang belum tentu juga memperkaya diri mereka dengan sejumlah uang tersebut, apalagi lagi memperkaya saya dan para kolega dan teman saya di Pemprov Gorontalo. Karena kami tidak pernah menerima apalagi melihat uang tersebut.
Pada kesempatan dalam pembelaan ini saya ingin menyampaikan kembali pada saat eksepsi yang pernah saya sampaikan, mempertanyakan kepada Ibu Meyke Kamaru (Anggota DPRD Provinsi Gorontalo) pada saat pertemuan dengan Pengacara Pemprov Gorontalo sebelum saya ditahan. Ibu menyatakan “Konstruksi hukum masalah ini kita upayakan hanya bertahan pada 4 (empat) tersangka saja. Jangan ada pengembangan”. Apa maksud pernyatan ibu tersebut. Siapa yang dilindungi. Apa saya harus bertanggung jawab sendiri?.
Dalam suasana berpuasa di bulan suci ini, di mana saya berharap puasa ini dapat menyucikan hati saya, saya berharap ini menjadi momen untuk menyucikan diri kita semua, terutama terkait dengan kasus ini.
Jika memang ada kekotoran dalam kasus ini, semoga dapat disucikan. Jika memang apa yang jalani ini dapat menyucikan dosa-dosa saya, saya terima dengan ikhlas.
Namun jika apa yang saya lakukan ini tidak dikatakan sebagai kesalahan dalam kacamata hukum, saya mohon agar bulan suci ini menjadi saksi atas hal tersebut. Saya hanya berharap, dan ini doa saya di bulan suci dan di hadapan orang suci yang mewakili Tuhan di muka bumi, jika hanya saya yang dihukum dalam kasus ini dari unsur Pemerintahan Provinsi Gorontalo, saya minta kepada Allah SWT., Tuhan yang Mahakuasa, untuk mengalirkan seluruh amal jariah proyek GORR ini selama jalan tersebut digunakan oleh rakyat Gorontalo, selama jalan tersebut masih ada dan membawa manfaat, kepada saya pribadi, karena saya lah satu-satunya orang Pemerintahan Provinsi Gorontalo yang menjalani proses hukum seperti ini dan menanggung seluruh tanggung jawab dalam proyek ini.
Cukuplah ganjaran pahala jariah tersebut menjadi pengganti dan penyelamat saya untuk bertemu dengan, dan menghadap kepada, Pencipta, Allah SWT., nanti bagi saya, di hari akhir. Karena saya sebagai KPA, -yang mencairkan dana penggantian untuk rakyat, yang kini jalannya dinikmati bersama, dan uangnya tidak saya nikmati sepeser pun,- yang paling berhak mengklaim atas amal jariah ini, sama seperti tuduhan Jaksa yang mengatakan karena saya lah sebagai KPA, maka bertanggung jawab terhadap pencairan proyek ini.
Dengan demikian, seluruh dosa-dosa saya yang muncul dalam tafakkur saya sejak saya menikmati masa tahanan ini bisa terbalaskan dengan amal jariah dari proyek GORR ini. Demikianlah pembelaan ini sampaikan. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih. Mohon maaf atas kesalahan yang telah saya perbuat baik sengaja atau tidak selama persidangan ini.(red)