Oleh: Funco Tanipu
Tanggal 25 Februari 2021, tiga pasangan Kepala dan Wakil Kepala Daerah di Gorontalo resmi dilantik. Mereka adalah Nelson Pomalingo dan Hendra Hemeto yang dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo, Hamim Pou dan Merlan Uloli yang dilantik menjadi Bupati Bone Bolango, dan Saiful Mbuinga dan Suharsi Igirisa yang dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati Pohuwato. mereka adalah “bayi” yang lahir dari rahim kontestasi politik yang telah memakan waktu cukup panjang. Proses kontestasi politik yang cukup melelahkan itu tak lepas keinginan masing-masing pihak untuk membawa setumpuk harapan menjadi sebuah perubahan.
Kelahiran mereka tidak lepas dari konteks kebutuhan akan adanya transformasi pembangunan di lintas sektor. Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di tiga daerah yang baru lalu tidak saja melahirkan kebahagiaan, tetapi juga kekecewaan. Banyak orang yang bahagia karena pilihannya bisa menang, sebagian yang lain terlanjur kecewa dengan kekalahan pilihannya. Politik pun didefinisikan menang-kalah. Politik bukan saja menambah akumulasi harapan dan kekecewaan, tetapi juga membuat politik lokal semakin berisik. Di berbagai media sosial seperti Instagram, WhatsApp dan Facebook, hal yang berisik itu sungguh terasa. Saling mengancam, menghina, mencaci, juga memfungsikan kembali fungsi media sosial seperti unfriend, unfollow, dan unshare. Namun, hal yang membanggakan sangat nyata, yakni partisipasi politik warga sangat aktif, walaupun dengan kadar yang bermacam-macam.
Dengan demikian, perlu semacam pemaknaan kembali tentang demokrasi kita. Demokrasi selama ini dianggap sebagai tujuan, bukan sebagai alat. Walaupun logika demikian hinggap di memori kolektif hampir seluruh warga Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango dan Pohuwato, namun yang seharusnya dipahami, demokrasi hanyalah alat, bukan sebagai tujuan. Demokrasi yang dipahami sekedar mekanisme elektoral dan prosedural, padahal demokrasi hanya pengantar menuju tujuan yang sesungguhnya ; kesejateraan. Karena itu, alat jangan sampai membatasi tujuan.
Merenungi Sejarah
Saya percaya, Nelson-Hendra, Hamim-Merlan, dan Saipul-Suharsi sama-sama menawarkan harapan, harapan untuk Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango dan Pohuwato yang lebih baik. Berbagai perspektif harapan yang mereka tawarkan adalah kumpulan energi perubahan yang selayaknya diapresiasi sekaligus diawasi. Mereka berenam adalah manusia biasa, namun mereka berenam mesti melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan. Karena akan beda berkarya kata di panggung kampanye dengan menjabarkan kata menjadi karya. Mesti ada resep-resep spesial di tengah gurita masalah yang kini melilit Gorontalo. Ketiga pasangan yang lahir secara demokratis itu mesti mengambil resiko, menaklukkan kelemahan, dan membongkar dinding-dinding kelaziman. Hingga dalam kondisi apapun, setiap dari mereka berdua mesti kuat dan tidak menyerah pada nasib. Sebagai pemimpin baru, mereka mesti mampu mengkaitkan akumulasi harapan, tumpahan kekecewaan dan spirit inovasi dalam model pengambilan yang representatif, tidak sekedar membahagiakan pemilihnya saja, apalagi hanya tim sukses semata.
Kita banyak disodori oleh sejarah akan pengalaman tentang pemimpin dan kepemimpinan. Kita bisa menyaksikan bagaimana pemimpin sejati akan sukses jika ia menghayati kepemimpinannya dan menjalankannya secara amanah. Kita juga punya banyak kisah kegagalan seorang pemimpin yang seenaknya dan sewenang-wenang menjalankan kekuasaan. Untuk sejarah kepemimpinan yang sukses, rakyat senantiasa mengingat dan menjadikannya inspirasi kehidupan. Dan untuk sejarah kegagalan, rakyat senantiasa mengutuk dan menjadikan kisah ini sebagai contoh yang buruk bagi anak cucunya. Pilihan itu ada di hati Nelson-Hendra, Hamim-Merlan, dan Saipul-Suharsi ; dicatat sejarah atau dikecam sejarah!
Merayakan Kritik
Kita banyak mendengar suara kritis yang ikut beriringan dengan perjalanan menjelang pelantikan Nelson-Hendra, Hamim-Merlan, dan Saipul-Suharsi. Ada yang merongrong agar mereka segera “pica kongsi”, bahkan ada yang memfitnah bahwa satu sama lain akan saling mendiakan. Bagi saya, sikap kritis dan mungkin termasuk fitnah yang disuarakan adalah dinamika politik yang perlu diapresiasi agar ada motivasi bagi Nelson-Hendra, Hamim-Merlan, dan Saipul-Suharsi dalam menjalankan roda pemerintahan. Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang tidak bisa hidup tanpa kritik, tanpa alternatif, dan tunggal. Namun, seringkali pemaknaan tentang sikap kritis selalu disamakan dengan sifat membangkang. Padahal, pada dasarnya sikap kritis tidak lain adalah sikap berbeda pendapat yang muncul dari penilaian yang kritis dari sebuah situasi. Kemungkinan untuk berbeda pendapat dalam sebuah daerah sangat diperlukan, agar hadir kehidupan yang jamak, bukan pada ketaatan yang palsu. Sehingga, barisan tokoh yang diperlukan Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango dan Pohuwato bukan saja sebagai pengayom partai, pemimpin masyarakat, tetapi juga sebagai leader of the opposition. Maka, demi sebuah elegansi, kritik menjadi sah dan harusnya memperoleh tempat yang layak, bukan menjadi kanal kekecewaan, kekesalan dan keresahan.
Bagi seorang Milan Kundera, kritik adalah perjuangan melawan lupa. Kritik merupakan alat untuk mengingatkan. Karenanya, kritik tidak selalu menebar harapan untuk mengubah dan mewujudkan setiap ide, tetapi kritik adalah alat untuk menampilkan kenyataan yang mungkin bisa menjadi wacana alternatif.
Kedepan, kiranya perlu menata kembali sistem demokrasi lokal di Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango dan Pohuwato, agar partisipasi rakyat bukan hanya memberikan suara lewat pemilukada, tetapi juga menjadikan day to day critic sebagai alternatif partisipasi pada proses demokratisasi.
Dari Dealer ke Leader
Jika Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango dan Pohuwato ingin selamat untuk jangka panjang, proses politik yang sementara berlangsung butuh kewaspadaan sekaligus kesabaran. Baik itu kesabaran pemimpin, juga warganya. Kesabaran adalah barang yang paling langka di jazirah ini, semua ingin cepat hasil, ingin cepat beroleh bagian, dan ingin cepat stabil-tumbuh-stabil. Bagi saya, politik tidak sekedar angka numerik dari hasil quick count dan real count. Hasil dari politik bukan saja tren naiknya pertumbuhan ekonomi, berkurangnya angka pengangguran dan menurunnya angka kemiskinan. Politik menurut saya adalah latihan kesabaran dalam merawat harapan sekaligus mengelola kekecewaan.
Pemimpin setegas apapun, kalau dia terpilih dengan desain demokrasi liberal seperti yang terjadi saat ini, akan ditakdirkan untuk memilih arah perjalanannya, apakah akan membukukan sejarah pengharapan, atau menjadi sejarah kekecewaan. Banyak pemimpin gagal ketika memilih menjadi dealer, yakni pemimpin yang mengelola kekuasaan dengan model transaksional. Namun, tidak sedikit pula yang mengabdikan dirinya menjadi leader dengan pola transformatif, yakni menjadi pemimpin yang mengabdikan kekuasaan untuk kebahagiaan warganya.
Memang, dari setiap pemimpin baru yang telah lahir, kita yakin bahwa tidak ada yang sempurna. Semua memiliki keterbatasan dan kelemahan. Banyak diantara pemimpin baru kita yang telah berbuat salah sebelumnya, tetapi seberapa jauh jalan salah yang telah dilalui, masih ada waktu untuk mulai memperbaiki dan mengubah haluan. Makanya, pemimpin adalah mereka yang tidak berpikir biasa, tetapi memungkinkan. Pemimpin yang berhasil menurut saya adalah pemimpin yang sabar dengan segala tekanan dan resiko. Hanya pemimpin-pemimpin baru itu sendiri yang mampu menjawabnya.
KERJA SINGKAT DI DUA TAHUN ANGGARAN
Bagi ketiga pasangan tersebut, secara pribadi saya mengucapkan selamat bekerja. Waktu anda berenam terbatas hanya tiga tahun. Mulai saat ini anda berenam akan disibukkan dengan mengkonversi janji politik saat kampanye silam pada dokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Memang aturannya, RPJMD itu berusia lima tahun, namun pada periode ini, anda berenam akan menjalankan itu hanya dalam tempo tiga tahun. Sesuai regulasi, maksimal penyusunan RPJMD adalah enam bulan, itu artinya semua program anda berenam yang dijanjikan selama kampanye silam, baru akan terealisasi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2022, yang berarti program anda hanya akan bisa diakomodir dalam dua tahun anggaran, sebab tahun 2024 sudah memasuki masa Pemilu dan Pilkada serentak yang membuat anda berenam “tidak lagi fokus” untuk mengawal dan melaksanakan janji politik kampanye. Anda berenam “pasti” akan memulai janji lagi untuk periode berikut.
Karena itu, waktu singkat ini harus dikelola secara efisien dan efektif. Di sisi lain, anda berenam dihadapkan pada keadaan yang memilukan, ada suasana pandemi yang mengobrak-abrik fundamental sosial-ekonomi masyarakat. Anda berenam diharapkan memiliki resep jitu untuk “minimal” bisa bertahan di pandemi ini, sebab rumus pandemi hari ini adalah “Survive is the king”.
Tentu, perumusan itu membutuhkan rumus yang tidak sederhana, sebab kapasitas fiskal daerah berada dalam titik yang begitu sulit karena harus memprioritaskan agenda pemulihan ekonomi, di satu sisi ada janji-janji yang telah terucap dan tak mungkin hanya berlalu bersama angin.
Ketiga pasangan ini adalah pasangan yang berada di “masa darurat” baik itu darurat politik karena periode yang begitu pendek, apakah itu periode kepemimpinan maupun periode anggaran. Belum lagi berada pada situasi yang tidak menyenangkan ; pandemi. Namun, saya yakin dan percaya keenam orang ini adalah orang-orang yang tidak mudah menyerah, karena untuk lolos hingga pelantikan tanggal 25 Februari kemarin bukanlah hal yang mudah untuk ukuran manusia biasa. Mereka berenam pasti memiliki resep diri yang bisa menyelesaikan semua pekerjaan dalam tempo dua tahun.
Sebagai penutup, tentu waktu yang singkat ini mesti dimanfaatkan dengan baik, pasti akan ada batu kerikil yang menghadang di perjalanan, tapi itu adalah bagian dari latihan kesaraban bagi pemimpin, tanpa itu keenamnya tak bisa disebut sebagai pemimpin.
Pada keenamnya, pasti akan banyak suara “nyinyir”, dan pasti akan banyak keraguan. Pada keraguan itu, biasanya akan disimpulkan pada “Bo Ini Bupati dg Wakil Bupati Baru?”, namun anda berenam bisa menjawab itu dengan kerja maksimal sehingga mereka yang ragu akan mengatakan “Ini Baru Bupati/Wakil Bupati Baru”.