Gorontalo, mimoza.tv – Bencana alam yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia ahkir-akhir ini, hendaknya menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat, terlebih lagi dunia pendidikan. Banyak warga yang menjadi korban saat bencana tersebut, sejatinya disebabkan oleh ketidaksiapan dalam menghadapinya. Selain itu, kelalaian dalam menjaga kelestarian lingkungan juga menjadi pemicu terjadinya bencana.
Di Sulawesi Tengah, Pendidikan Mitigasi Bencana dinilai sudah seharusnya digalakkan di lokasi yang kerap terjadi bencana alam gempa bumi, yang dipicu oleh pergerakan aktif sesar atau patahan Palu Koro.
Di sisi yang lain, kebijakan lokal masyarakat Sulawesi Tengah dapat menjadi masukan bagi pihak berwenang dalam penyusunan kembali tata ruang pasca bencana gempa bumi dan tsunami.
Di kutip dari VOA, Dr. Sukmandaru Prihatmoko, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia menilai sudah saatnya mitigasi bencana masuk dalam kurikulum SD dan SMP untuk mengajarkan anak-anak sejak dini mengenai urgensi mitigasi bencana sesuai dengan karakteristik geologi di masing masing daerah. Rekomendasi Pendidikan dini mengenai mitigasi bencana ini mengawali pemaparan Sukmandaru saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi yang digelar di Sekretariat AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia) Palu, Sulawesi Tengah pekan ini (11/10).
“Contohnya di Palu. Kita semua sudah tahu, komunitas kita sudah tahu bahwa ada sesar Palu Koro yang rawan sekali. Jadi kita mengharapkan mulai anak SD, sudah diajari, Bukan untuk nakut-nakutin tapi bagaimana kita bisa hidup berdampingan harmonis dengan keadaan di sekeliling kita,” kata Dr. Sukmandaru Prihatmoko.
Sukmandaru menerangkan Sesar Palu Koro merupakan sesar atau patahan kerak bumi dengan pergerakan 40 milimeter per tahun, yang membelah pulau Sulawesi melalui kota Palu ke arah selatan. Sebelum mendekati Teluk Bone, sesar itu berbelok ke timur, menyambung dengan Sesar Matano. Sesar ini sempat memberikan tanda-tanda aktif dalam peristiwa gempa bumi di wilayah Kabupaten Poso, pada Mei dan Juni 2017 silam. Model pergerakan Sesar Palu Koro yaitu pada blok bagian barat bergerak ke arah selatan sedangkan blok bagian timur bergerak ke utara.
“Bisa dibayangkan kalau blok ini itu bergerak empat sentimeter per tahun itu akan saling mendesak saling menggeser sehingga pada satu titik nanti, dua blok ini akan tidak akan kuat menahan energi desakannya tadi. Kalau dia tidak kuat lagi, akan melepaskan energi tadi dalam bentuk gempa.
Lanjut dia, energi yang dilepaskan dimana itulah yang belum bisa diramalkan.
“Terakhir yang terjadi adalah 7,4 disekitar Sulawesi tengah ini kita interpretasikan sebagai cabang dari pada Sesar Palu Koro ini,” jelasnya.
Ia berharap membangun kesadaran masyarakat sejak dini untuk hidup harmoni dengan alam melalui mitigasi bencana akan menyiapkan masyarakat menghadap potensi ancaman gempa bumi yang dipicu oleh pergerakan aktif sesar Palu Koro di Sulawesi Tengah.
Yang dimaksud “mitigasi bencana” berdasarkan Pasal 1 ayat 6 Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana baik melalui pembangunan fisik mapun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.[yl/em/luk]