Gorontalo, mimoza.tv – Mulai tanggal 6 Mei 2021 mendatang, Pemerintah Provinsi Gorontalo akan menutup jalan, akses masuk dari dan keluar daerah. Kebijakan itu diambil setelah pemerintah pusat melarang mudik lebaran 2021, yang tujuannya untuk menekan penyebaran Covid-19.
Menurut Funco Tanipu, penutupan perbatasan sebenarnya menjadi semakin tidak relevan karena selama ini, kurang lebih hampir setahun, perbatasan tetap dibuka tanpa pengawasan yang ketat.
“Kalau misalnya dalih untuk menjaga “jangan-jangan” ada pembawa virus yang masuk, lalu bagaimana dengan kebijakan rapid antibody, antigen, swab PCR selama ini? Kenapa hanya pada saat diluar waktu mudik lebaran hal ini dianggap “relevan” dan dibolehkan, lalu saat mudik lebaran ini bukan sebagai alternatif bagi pelaku perjalanan?” ucap Funco dikutip mimoza.tv dari SUARAPEMBAHARU.COM.
Dosen Jurusan Ilmu Sosiologi di Universitas Negeri Gorontalo ini juga mengungkapkan, saat ini pandemi corona di Gorontalo sudah tidak terkendali lagi.
Sebab kata dia, protokol kesehatan sudah tidak diikuti secara serius, apalagi tracing, tracking hingga treatment sudah pada tahap “mana-mana jo”. Apalagi rasio testing tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan.
“Apakah menghentikan mobilitas penduduk antar wilayah efektif menghentikan laju penyebaran pandemi? Jelas tidak efektif lagi. Kenapa? Sebab ketika perbatasan Sawesi Utara (Sulut) dan Sulawesi Tengah (Sulteng) ditutup, tapi mobilitas antar penduduk di Gorontalo masih seperti dalam normal, maka menutup perbatasan bukan hal yang relevan,” imbuhnya.
Dikatakannya juga, otoritas pengambil kebijakan harus bisa memberikan jawaban atas pertanyaan publik. Yaitu warga yang telah melakukan vaksinasi sebanyak dua kali dan patuh pada protokol kesehatan sesuai regulasi. Apakah tetap tidak bisa melakukan mudik atau melintasi perbatasan.
“Otoritas pengambil keputusan menutup perbatasan harus bisa menjawab dan menjelaskan hal ini secara lebih detail. Karena jika tidak ada jawaban yang memuaskan, maka kepercayaan publik pada program vaksinasi akan semakin turun, yang tentunya pasti akan memakan waktu dalam konteks pemulihan,” kata Funco.
Menurut dia, dari sisi kultural, mudik, bagi orang Gorontalo bukanlah soal naik mobil melintasi perbatasan, tapi terkait “mohuwalingo mondo u.moleleyangi” atau pulang untuk menggenapkan kerinduan soal kampung. Ada rentetan silaturahmi, ada cium tangan kepada kedua orang tua yang masih hidup, ada bagi-bagi baju baru bagi keluarga, ada bagi-bagi jakati, ada ziarah kubur dan banyak ragam agenda kultural-agamis yang itu terangkum dalam sepotong waktu mudik.
“Di sisi lain, secara ekonomi akan menjadi suplemen bagi daerah karena pemudik bisa meningkatkan pemasukan,” pungkasnya.(luk)
Artikel ini sebelumya telah tayang di SUARAPEMBAHARU.COM.