Oleh: Nanang Masaudi
Part 2 : Serial ‘Allah Adalah Jawaban Terbesar Masalah Manusia, Hasil Adalah Pelengkap Proses Ikhtiar”
Gorontalo, mimoza.tv – Seringnya masalah besar melanda hidup manusia menandakan bahwa betapa tidak mahirnya manusia menjalankan mekanisme kepasrahan dalam hidup, sehingga Allah harus terus menerus membimbing manusia dengan masalah. Kepekaan batin dalam masalah tauhid menjadi begitu tumpul disebabkan oleh banyaknya anasir duniawi yang mengitari kehidupan manusia. Anasir duniawi itu selalu saja berhasil menjebak nalar dan batin manusia untuk bergantung padanya. Anasir itu bisa berupa manusia, harta, perlatan canggih, ilmu dan keahlian manusia.
Ketika manusia diberi ujian berupa penyakit maka yang mereka andalkan pertama kali adalah dokter dan obat-obatan. Ketika manusia diberi ujian pandemi, maka yang mereka andalkan adalah protokol kesehatan (fisik), bukan protokol keimanan. Ketika manusia diberi ujian krisis ekonomi maka yang mereka andalkan adalah uang dan pasar modal. Ketika manusia dilanda kegalauan, maka keluh kesahnya ditumpahkan ke beranda facebook-nya. Allah terlalu sering hanya dijadikan sebagai prioritas cadangan di setiap persoalan hidup manusia. Inilah bukti lemahnya keyakinan manusia terhadap kekuasaan Allah.
Ramadhan adalah sebuah training khusus yang melatih batin kita agar memiliki ketajaman ruhani untuk memahami hakekat relasi antara Tuhan, manusia, dan benda. Puasa adalah bab tentang kekuatan ruhani, bahwa kekuatan inti manusia sesungguhnya bukan pada fisik atau tubuhnya, tapi pada keimanannya. Iman itu adalah wilayah ruhani. Ucapan spontan yang menyebut nama Allah ketika fisik manusia tak sanggup lagi berbuat apa-apa saat dilanda musibah adalah buah dari amal ruhani. Belajarlah dari keadaan di mana banyak tubuh-tubuh manusia renta yang terlihat begitu kuat mendatangi mesjid hanya untuk menikmati kelezatan iman di saat bersujud kepada Allah. Sebaliknya banyak kaki-kaki yang nampak kekar tapi tak sanggup melangkah ke mesjid. Bahkan sekedar untuk membuka kelopak mata di saat subuh pun mereka sudah tak sanggup lagi.
Pada sisi lain manusia juga menyadari bahwa fisik yang selalu ia andalkan itu tak dapat melepaskan ketergantungannya pada benda bernama makanan dan minuman. Ramadhan mengajarkan bahwa dalam ketiadaan semua benda yang dibutuhkan oleh fisik tersebut pun qalbu kita masih dapat terkoneksi dengan Allah, bahkan lapar dan dahaga justeru menjadi penguat sinyal hubungan transendensi itu.
Sedangksn zakat adalah bab tentang kepemilikan. Materi dunia yang selama ini telah membutakan pandangan manusia tentang perkara tauhid diduga kuat menjadi biang utama tumpulnya mata batin manusia akan kekuasaan Allah. Melalui program ibadah Ramadhan, manusia dipaksa (wajib) melepaskan kepemilikan itu. Harta hanyalah sarana (wasilah) untuk menunjang aktivitas ibadah kita kepada Allah. Tak ada yang namanya hak milik manusia, semua status kekayaan simbolik itu adalah bersifat sebagai titipan. Jika manusia memahami dengan benar bahwa hanya ada angka nol (zero) dalam pikirannya tentang hakekat kepemilikan, maka harta bukanlah jawaban atas setiap persoalan hidup yang ia hadapi. Pemilik mutlak alam semesta termasuk dunia dan segala isinya ini adalah Allah Jalla jalaluhu. Allah adalah jawaban atas segala persoalan hidup yang dihadapi oleh manusia.
Ketika manusia lupa kepada Allah, sesungguhnya itulah masalah terbesarnya. Kesempitan dan kenikmatan hidup, bencana, kehinaan, kegalauan, dan keterpurukan hidup selalu datang silih berganti sebagai konektor sekaligus reminder yang akan menghubungkan antara diri manusia dengan Allah. Sehingga ketika manusia telah menemukan Allah (berdzikir) pada setiap masalahnya, sesungguhnya itulah jawaban terbesarnya. Hasil (baik atau buruk) dari seluruh rangkaian ikhtiar yang dilakukan manusia sesungguhnya hanyalah pelengkap prosesnya. Maka, bersyukurlah saat kita selalu menemukan Allah di setiap masalah atau nikmat yang datang silih berganti.
Allah tidak akan pernah berhenti menggembleng batin manusia dengan berbagai peristiwa yang akan terus menerus menggiring diri manusia pada titik nadir atau batas terakhir tingkat kemampuannya, sekalipun manusia telah berada pada puncak kesadaran batinnya tentang hakekat kekuasaan Allah dalam setiap jengkal perjalanan hidupnya. Akan ada banyak peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia yang mengandung teguran terhadap kebodohannya yang terlampau bergantung pada hal-hal yang sifatnya kebendaan.
Manusia akan terus-terusan mengalami hilangnya kesadaran tentang adanya kelemahan atau batas akhir kemampuan (zero power) hingga Allah sekonyong-konyong mendatangkan kepadanya peristiwa dan insiden dahsyat yang mengejutkannya. Pelajaran itu akan terus terjadi dalam kehidupan manusia selama ruhaninya masih terus terkungkung di dalam tubuh kasarnya. Ketika kita mengalami titik-titik nadir dalam petualangan hidup kita dunia, maka disitulah sesungguhnya kita sedang berkesempatan mengasah kecerdasan ruhani kita melalui keadaan yang disebut sebagai zero mind process.
Inti pelajaran dari semua ritual ibadah di bulan Ramadhan ini sesungguhnya adalah untuk mengajarkan kepada kita bahwa tidak sepantasnya manusia tenggelam dalam ketergantungannya terhadap dunia. Ada kala di mana manusia dipaksa untuk mengecilkan bahkan menghilangkan ke-aku-annya, keahliannya, kepintarannya, kekayaannya, kemudian dengan spontan mengucapkan kalimat takbir (Allahu Akbar) ketika ujian berat melanda. Seketika semua tampak begitu kecil di hadapan kalimat takbir ini, karena hanya ada satu yang Maha Besar, Allahu ‘Azza wa jalla.
Allahu Akbar wa lillahil hamd