Gorontalo, mimoza.tv – Upaya mempercepat penyelesaian perkara dengan cepat, sederhana dan berbiaya murah, Kejaksaan Agung (Kejagung) membentuk Rumah Restorative Justice (RJ) di seluruh Kejaksaan Tinggi (Kejati) di Indonesia.
Agung Fadil Zumhana selaku Jampidum Kejagung RI, dalam keterangannya seperti yang mimoza kutip dari beberapa media daring menyebut, penyelesaian masalah dengan prinsip keadilan restorative memperoleh respon positif dari masyarakat. Untuk itu perlu dilembagakan oleh kejaksaan dengan cara membentuk RJ.
Harapannya terwujudnya kepastian hukum yang lebih mengedepankan keadilan ini kata dia tidak hanya bagi tersangka, korban, dan keluarganya, tetapi juga keadilan menyentuh masyarakat dengan menghindari adanya stigma negatif.
“Saya berharap, dengan Restorative Justice ini tercipta kedamaian dan harmoni dalam masyarakat sesuai dengan keseimbangan kosmis. Saya berharap juga terjadi peningkatan kepekaan masyarakat dalam menjaga kedamaian dan harmoni di lingkungan,” ucap Fadil seperti dikutip dari sindonews.com.
Tahap awal berdirinya Rumah Restorative Justice ini lanjut dia, telah terbentuk di Sembilan provinsi, yang diresmikan oleh Jaksa Agung ST Burhanudin pada Rabu (16/3). Kesembilan Rumah RJ itu yaitu Kajati Sumatera Utara, Kajati Aceh, Kajati Sulawesi Selatan, Kajati Sulawesi Barat, Kejati Jawa Barat, Kejati Jawa Timur, Kejati Jawa Tengah, Kejati Kepulauan Riau, dan Kejati Banten.
Tak mau ketinggalan dengan daerah lainnya, hari ini Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Haruna, SH. MH, meresmikan Rumah Restorative Justice (Rumah Keadilan) Kejaksaan Negeri (Kejari) Boalemo yang beralamatkan di Desa Limbato, Kecamatan Tilamuta, Senin (28/03/2022).
Dalam sambutanya Kajati Haruna mengatakan bahwa pembentukan rumah Restorative Justice (RJ) adalah amanat Undang-Undang Kejaksaan dan perintah Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
Bahkan mantan Wakajati Jawa Timur ini berharap, ke depan rumah RJ Kejari Boalemo tersebut dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dan perkara hukum, juga untuk penyelesaian perkara pidana umum yang sifatnya ringan.
Namun saja dirinya mengingatkan, meski kedua bela pihak telah berdamai dan masih ada elemen masyarakat yang mempersoalkan, maka perkara tersebut tetap harus dilanjutkan. Dalam artian, tidak semua perkara tindak pidana itu bisa didamaikan.
“Ada persyaratan yang harus kita penuhi. Pertama pelakunya baru pertama kali melakukan, jadi kalau sudah kedua kali sudah tidak mungkin untuk itu. Yang berikut ada perdamaian antara kedua bela pihak. Walaupun ada perdamaian kalau semua unsur elemen masyarakat tidak mendukung, itu belum bisa kita laksanakan,” tutup Haruna.