Gorontalo, mimoza.tv – Ribuan orang berunjuk rasa di kota-kota di Eropa dan kota-kota lainnya untuk memperingati Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, Minggu (25/11).
Ratusan perempuan berkumpul di Alun-alun Tunel di Istanbul dan berjalan kaki ke tempat berkumpul utama di kota itu, Istiklal Avenue. Puluhan polisi membentuk barikade untuk mencegah agar para pengunjuk rasa tidak melakukan pawai jalan kaki. Polisi beralasan, unjuk rasa tersebut tidak mendapat izin. Polisi juga menembakkan gas air mata beberapa kali ke arah pengunjuk rasa untuk mencegah pawai.
Namun, tembakan gas air mata tidak menghentikan aksi para perempuan Turki itu. Mereka malah melakukan aksi duduk di lapangan alun-alun sambil meneriakkan slogan-slogan dan kemudian bubar dengan damai.
Kelompok HAM mengatakan kekerasan terhadap perempuan meluas di Turki. Menurut database online, Monument Counter, mengatakan setidaknya 337 perempuan meninggal akibat kekerasan dalam rumah tangga pada 2018.
Sedangkan di Spanyol, para aktivis menggelar unjuk rasa di 40 kota besar dan kecil di Spanyol. Setidaknya puluhan ribu pengunjuk rasa bergabung dengan kelompok feminis untuk berunjuk rasa di Madrid. Mereka meneriakan “tidak ada lagi korban, kami ingin kebebasan,” sambil berpawai melewati pusat ibu kota Spanyol.
Menurut data resmi, sebanyak 44 perempuan meninggal di Spanyol tahun ini, dibunuh oleh pasangan atau mantan pasangan. Sejak 2003, ketika Spanyol mulai mencatat data kekerasan, jumlah korban kekerasan domestik rumah tangga mencapai 999, yang terdiri dari 972 perempuan dan 27 anak-anak.
Spanyol melatih lebih dari 600 hakim mengenai kekerasan gender and mempersiapkan reformasi hukum-hukum negara itu terkait kejahatan seksual menyusul kemarahan publik atas beberapa putusan pengadilan.
Presiden Parlemen Eropa Antonio Tajani, yang berada di Brussels untuk menghadiri KTT Brexit Uni Eropa, menghias bagian bawah mata kiri dengan coretan merah, saat dia berbicara kepada wartawan. Di Italia, negara asalnya, coretan merah itu menandakan dukungan pada hari PBB itu.
Dalam cuitan di Twitter, Tajani mengatakan “Tidak ada yang bisa membenarkan kekerasan terhadap perempuan. Ibu saya mengajarkan hal itu kepada saya. Saya mengajarkan kepada anak saya.” (ft/luk)