Gorontalo, mimoza.tv – Tiga kali mangkir dari panggilan penyidik, Rusli Habibie akhirnya memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi Gorontalo, pada Senin pagi (10/4). Rusli dipanggil terkait kasus dugaan pencemaran nama baik, mantan Kapolda Gorontalo yang kini menjabat sebagai Kepala BNN, Komjen (pol) Budi Waseso.
Gubernur Gorontalo terpilih, Rusli Habibie tiba di Kantor Kejaksaan Tinggi Gorontalo pukul 11.10 Wita, didampingi kuasa hukumnya Meyke Kamaru, untuk memenuhi panggilan penyidik, terkait kasus pencemaran nama baik mantan Kapolda Gorontalo, yang saat ini menjabat sebagai Kepala badan Narkotika Nasional, Komjen (pol) Budi Waseso.
Rusli diperiksa secara tertutup diruangan Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Gorontalo. Tidak ada satupun awak media yang diperkenankan untuk meliput pemeriksaan tersebut.
Ditemui usai pemeriksaan, Rusli Habibie menjelaskan bahwa dirinya mendatangi Kantor Kejati Gorontalo hanya untuk menandatangani surat perintah eksekusi, terkait kasus dugaan pencemaran nama baik.
“Saya datang kesini bukan panggilan, tapi untuk menandatangani eksekusi menjalankan putusan Mahkamah Agung, sebagai terpidana dengan percobaan,” ungkap Rusli.
Ia juga mengatakan, sebelumnya sudah menerima panggilan dari Kasie Pidum, namun karena masih berada di luar kota dan baru bisa hadir hari ini. “Harusnya saya sudah mendapatkan panggilan dari Kasipidum Kejari, namun karena saya masih ada agenda diluar kota, termasuk untuk mengawal proses di MK sehingga baru bisa datang hari ini,” lanjutnya.
Sementara itu, Asisten Pidana Umum Kejati Gorontalo, Nur Yalamlan Cayana mengatakan, terkait surat perintah eksekusi sendiri, pihak Kejati tidak melakukan penahanan terhadap Rusli Habibie.
“Rusli Habibie datang untuk menandatangani berita acara, berdasarkan surat perintah pelaksanaan eksekusi dari Kepala Kejaksaan Negeri Gorontalo. Namun tidak ada penahanan untuk Rusli Habibie, karena ia menjalani masa percobaan bukan penahanan,” ungkap Nur Yalamlan.
Dirinya juga menambahkan, Rusli dinyatakan bersalah dalam perkara mengadu secara fitnah kepada penguasa, dan dihukum dengan melaksanakan penetapan putusan hakim selama 1 tahun, dengan masa percobaan 2 tahun.
Namun, ada kriteria-kriteria yang bisa saja memaksa Kejati untuk melakukan penahanan, jika dalam kurun waktu 2 tahun percobaan melanggar ketentuan tersebut.