Gorontalo, mimoza.tv – Sejumlah pihak mendesak Pemerintah Daerah di Provinsi Gorontalo untuk segera menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) bunuh diri.
Hasil Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Polda Gorontalo, Kamis (3/8) yang dihadiri Forkopimda Provinsi Gorontalo dan Stakeholder terkait, tokoh Agama, Akademisi, mahasiswa, perwakilan masyarakat dan Pers, melahirkan beberapa kesimpulan terkait dengan tingginya kasus bunuh diri.
Kapolda Gorontalo Irjen Pol Angesta Romano Yoyol mengatakan jika kegiatan ini adalah bentuk ikhtiar kita untuk kiranya dapat meminimalisir terjadinya Kasus Bunuh Diri di Gorontalo.
“Hingga bulan Juli 2023, terdapat 25 kasus Bunuh Diri, yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo,” kata Kapolda Gorontalo.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindugan Anak (PPPA) Provinsi Gorontalo dr Yana Suleman menjelaskan, dari segi angka ada “Warning” karena ada kenaikan lebih dari 100 persen dibanding tahun yang sama dan bulan yang sama.
“Secara epidemiologi kalau diterapkan maka, sudah terjadi kejadian luar biasa (KLB) kasus bunuh diri, akan tetapi harus ada kajian lebih lanjut dari Dinas Kesehatan,” kata dr Yana.
Untuk dinasnya sendiri, pihaknya mengaku sudah melakukan upaya deteksi dini kesehatan jiwa baik kepada siswa di sekolah dan juga masyarakat.
“Kami sudah beberapa kali bersama Gubernur turun ke Kabupaten/Kota, ada psikolognya juga dan potensi itu kita temukan, dan persentasenya sangat mengagetkan,” ungkapnya.
Sementara itu dari pihak Akademisi Direktur Pusat Inovasi UNG Dr. Funco Tanipu menjelaskan, pemerintah daerah perlu menetakan KLB Kasus Bunuh Diri.
“Kami pikir perlu ada dulu penetapan KLB Kasus Bunuh Diri dan membentuk Crisis Center,” tegas Dr. Funco Tanipu.
Dilain sisi, Perkumpulan Wartawan di Gorontalo mengimbau kepada masyarakat pengguna internet atau yang aktif bersosial media agar tidak menayangkan atau mengunggah konten gambar atau video peristiwa Bunuh Diri.
Ketua IJTI Gorontalo Eki Gani menuturkan jika, video atau gambar korban bunuh diri bukanlah konten untuk media sosial, bukan gagah-gagahan siapa yang live dari tempat kejadian perkara.
“Masalahnya konten tersebut dapat memicu tindakan orang melakukan hal serupa, sehingganya video atau gambar korban bunuh diri tidak layak untuk dipublikasikan di Media Sosial,” kata Eki Gani.
Ia menegaskan, wartawan di Gorontalo telah berkomitmen untuk tidak lagi memberitakan kejadian peristiwa bunuh diri di Gorontalo, sebagai upaya pencegahan tingginya angka bunuh diri di Gorontalo.(rls/luk)