Gorontalo, mimoza.tv – Pengadilan Agama (PA) Kelas 1A Gorontalo mencatat, ada 776 perkara yang masuk dari Januari hingga per 17 Juli 2023. Jumlah ini didominasi leh perkara cerai gugat sebanyak 331 perkara, dan cerai talak sebanyak 99 perkara.
Ketua Pengadilan Agama Kelas 1A Gorontalo, Drs. H. Mursidin MH, mengatakan, dari 331 perkara cera gugat yang diterima, ada 317 diantaranya yang telah di putus. Sementara 99 perkara cerai talak yang diterima, ada 94 diantaranya yang telah mendapatkan putusan.
Mursidin mengatakan juga, selain angka perceraian, perkara menonjol yang ditangani PA Kelas 1A Gorontalo hingga saat ini adalah dispensasi kawin yang berjumlah 109 perkara, dimana 104 diantaranya sudah di putus.
“Kami juga telah menerima perkara Istbat kawin yang jumlah perkaranya mencapai 142, dimana ada 140 diantaranya yang sudah putus. Perkara lainnya yang menjadi penanganan dari PA Kelas 1A Kota Gorontalo adalah perkara penetapan ahli waris yang mencapai 37 perkara, asal usul anak sebanyak 12 perkara, perwalian sebanyak 24 perkara, izin poligami dan penguasaan anak masing-masing 1 perkara,” ucap Mursidin, didampingi Sekretaris PA, Harsono Pulu Rahman, dan Fikri Aminuddin selaku Panitera Muda Hukum PA Gorontalo.
Mursidin juga mengungkapkan, khusus untuk perkara perceraian sendiri penyebabnya bervariasi. Mulai dari penyebab pertengkaran yang meliputi ketidakmampuan suami memberikan nafkah, juga gangguan pihak ketiga
“Beberapa hal yang jadi pemicu terjadinya pertengkaran antara lain adalah minuman keras, pengaruh orang ketiga, dan penggunaan sosial media yang kurang bijak,” imbuhnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, untuk perkara perceraian yang masuk di PA Kelas 1A Gorontalo itu melalui berapa proses sebelum menjatuhkan putusan. Kata dia, apa hila kedua belah pihak hadir, maka majelis hakim wajib mendamaikan keduanya. Setelah itu, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016, apa bila tergugat dan penggugat hadir, maka wajib bagi keduanya untuk mengikuti mediasi.
“Untuk saat ini PA Kelas 1A Gorontalo telah bekerjasama dengan pihak eksternal dalam hal ini perguruan tinggi atau mediasi non hakim. Untuk saat ini kita kerjasama dengan IAIN Sultan Amai,” ujarnya.
Mursidin juga menambahkan, untuk perkara dispensasi kawin ada peningkatan jumlah. Bahkan saat ini pihaknya sudah menangani 109 perkara. Trend naik ini disebabkan adanya perubahan atau revisi undaung-undang menikah
.
“Yang tadinya perempuan berusia 16 tahun, maka dengan adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, revisi UU Nomor 1 Tahun 1974, itu ada perubahan mengenai usia minimal menikah, dimana menjadi 19 tahun bagi calon mempelai pria dan perempuan. Sebagaimana dalam undang-undang, perkawinan di bawah usia 19 tahun itu hanya diizinkan apa bila ada yang mendesak,” tutup Mursidin.
Penulis : Lukman.