Gorontalo, mimoza.tv – Sidang perkara pencemaran nama baik dengan terdakwa Anggota DPRD Provinsi Gorontalo Adhan Dambea, dengan mantan Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie rencananya sudah akan di putus pada hari Rabu (7/9/2022).
Namun saja dalam sepekan terakhir ini beberapa pemberitaan menyoroti proses hukum yang melibatkan kedua tokoh tersebut, baik di kubu Adhan Dambea dan Rusli Habibie.
Terkini, Rian Antuntu, seorang pegiat hukum di Gorontalo dalam pemberitaan di salah satu media online menyampaikan bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) bukan merupakan Undang-Undang, melainkan peraturan kebijakan. Bahkan dia mengatakan adalah hal yang berbeda antara UU yang masuk kategori perundang-undangan dengan SKB.
Menanggapi hal tersebut, Rauf Abdul Azis selaku salah satu anggota Tim Pembela Hak Imunitas (TPHI) AD mengatakan, memang benar SKB itu bukan merupakan undag-undang sehingga tidak boleh disejajarkan dengan Undang-Undang.
“Apa yang dia sampaikan itu memang benar. Tetapi lahirnya SKB ini salah satunya lantaran UU ITE, dimana beberapa pasal didalamnya ini abu-abu atau sering disebut pasal karet. Sehingga itu lahirlah SKB ini yang tujuannya memberikan arah agar penerapan pasal dalam proses hukum itu dapat berjalan dengan benar sesuai dengan SKB tiga menteri itu sendiri,” ucap Rauf abdul Azis, Senin (5/9/2022).
Terkait dengan SKB tiga menteri itu lanjut Rauf, dalam perkara Adhan Dambea itu sangat jelas UU ITE menyebutkan bahwa dalam fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang berproses hukum, maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya, sebelum aparat penegak hukum memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik UU ITE.
“Jadi dalam UU ITE huruf d itu sudah jelas. APH harus membuktikan dulu laporan klien saya terhadap dugaan korupsinya Rusli Habibie,” ujarnya.
Lebih lanjut kata sosok yang akrab disapa Sindu ini mengatakan, soal SKB itu juga sebagaimana yang telah disampaikan dan sudah menjadi fakta persidangan oleh Denden Imanudin Soleh, ahli UU ITE yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum beberapa waktu yang lalu.
Sindu mengatakan, dihadapan majelis hakim ahli UU ITE menyampaikan bahwa penerapan pidana Pasal 27 ayat (3) UU ITE sesuai dengan SKB antara Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri.
“Bukan hanya dipersidangan saja. Bahkan di BAP-nya saudara ahli, di poin ke empat sangat jelas tertulis disitu, dan saya bacakan, Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum, maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya, sebelum APH memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik UU ITE. Jadi jangan gagal paham. SKB ini bukan mengalahkan UU, tetapi meluruskan penerapan UU ITE itu sendiri. Jadi sebagai pegiat hukum, harus banyak belajar dulu baru bicara di media,” tegasnya.
Sindu juga menambahkan, sebagai seorang pegiat hukum juga dirinya menghimbau untuk tidak menafsirkan undang-undang tersebut karena ada kepentingan pribadi atau karena membela orang lain.
“Seorang akademisi itu harus murni lurus. Jangan hanya karena membela orang lantas membelokkan hal yang benar,” tutup Sindu.
Pewarta : Lukman.