Gorontalo, mimoza.tv – Sidang dugaan pencemaran nama baik dengan Rusli Habibie selaku korban, dan Adhan Dambea selaku terdakwa kembali dilanjutkan di PN TIPIKOR, Hubungan Industrial Gorontalo, Rabu (22/6/2022).
Adapun agenda sidang yang di pimpin oleh Hascaryo SH. MH, serta dua anggota masing-masing; Muh Fahmi Hary Nugroho SH M Hum, dan Irwanto SH. MH. itu mendengarkan keterangan saksi dari Ronald Ali, salah satu wartawan yang memberitakan dugaan Rp 57 miliar APBD Provinsi Gorontalo yang raib, yang membuat Rusli Habibie melaporkan terdakwa Adhan Dambea.
Dalam kesaksiannya Ronald menjelaskan mekanisme saat dirinya melakukan wawancara dengan terdakwa Adhan Dambea, menyunting atau mengedit berita, hingga proses berita itu tayang.
“Saya mulai dari proses wawancara, kemudian ke proses pembuatan beritanya. Kemudian mengedit atau menyunting, hingga ke proses menayangkannya. Sebelum itu koordinasi dengan pemimpin redaksi juga saya lakukan,” ujar Ronald dalam keterangannya.
Menariknya, dalam persidangan itu majelis hakim menyampaikan, jika saja kedua belah pihak, baik JPU maupun tim kuasa hukum terdakwa memahami Undang-Undang Pers yang jumlahnya hanya 21 pasal, maka pertanyaannya tidak akan melebar ke mana-,mana.
“Pers itu semangatnya dalam hal pemberitaan tidak dapat di intervensi. Klarifikasi itu tidak ada dalam aturan pers. Kralifikasi itu terhadap orang yang diberitakan kalau merasa dirugikan. Kalaupun pers dituntut untuk mengklarifikasi, itu namanya interfensi,” ujar Majelis Hakim.
Lanjut Majelis Hakim, dalam dunia pers itu tidak ada istilah mentrasmisikan. Karena pemberitaan itu sendiri adalah pemberian informasi, dan hak masyarakat untuk mendapatkan itu.
“Pers Nasional adalah pers yang terdaftar sebagai pers Indonesia. Jadi semua pers yang ber badan hukum itu adalah pers Nasional, tidak ada terafiliasi dengan pihak manapun. Tidak boleh seperti itu. Pers itu dijamin kemerdekaannya dalam memberikan informasi. Ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam pemberitaan itu, maka menjadi kewajiban pers untuk memberikan hak jawab terhadap pemberitaan. Undang Undang menjamin kebebasan pers,” ujar Majelis Hakim.
Diwawancarai usai persidangan, Adhan Dambea selaku terdakwa dalam kasus itu mengatakan, apa yang disampaikan oleh saksi Ronald tersebut sudah sesuai dengan kerja-kerjanya sebagai jurnalis.
Sesuai fakta persidangan kata Adhan, per situ tidak boleh di intervensi. Jika ada pihak yang merasa keberatan, maka ada Dewan Pers yang akan memprosesnya.
“Bahkan tadi di BAP tambahan dari saksi yang dibacakan oleh JPU tadi menyampaikan bahwa ‘Kalau saudara Rusli Habibie merasa keberatan dengan pemberitaan itu, seharusnya melaporkannya ke Dewan Pers’. Artinya, kalau menyimak penjelasan saksi tadi dan saksi-saksi sebelumnya, maka terang bagi kita bahwa perkara ini rekayasa semuanya untuk menjebak saya,” tutur Adhan.
Namun, lanjut Aleg Dapil Kota Gorontalo ini, dirinya merasa bersyukur kasus yang dihadapinya ini hanya kasus pencemaran nama baik, dan bukan kasus korupsi.
“Perkara ini judulnya pencemaran nama baik. Tetapi isi materinya adalah soal dugaan korupsi,” tutup Adhan.
Sebelumnya perkara pemcemaran nama baik ini berawal dari pernyataan Adhan Dambea di salah satu media daring. Di media itu Adhan menyebut diduga ada dana hibah sebesar Rp 53 miliar yang raib dari APBD-P tahun 2019. Dana tersebut diduga digunakan oleh Rusli Habibie untuk melakukan serangan fajar pada Pileg 2019. Adhan juga menyentil soal pemberitaan di Majalah Tempo “Transaksi Lancung Proyek Belah Gunung” yang menguraikan soal terjadinya transfer dana yang tidak jelas ke rekening Gubernur Gorontalo Rusli Habibie.
Pewarta : Lukman.