Gorontalo, mimoza.tv – Ditengah menunggu sidang putusannya yang rencana akan digelar pada Rabu (7/9/2022) pekan depan, ada kabar terbaru dari Adhan Dambea. Anggota DPRD Provinsi Gorontalo tersebut merasa heran dengan adanya informasi yang mengatakan bahwa Polda Gorontalo akan mengekspos kembali perkaranya tersebut.
“Dari beberapa hari lalu saya mendengar informasi bahwa kasus saya ini akan digelar di Polda Gorontalo. Saya tidak tau informasi ini benar atau tidak. Tetapi ketikan saat ke Polres Gorontalo Kota, ada salah satu anggota yang mengatakan kepada saya bahwa perkara pencemaran nama baik ini akan di gelar kembali,” ujar Adhan saat diwawancarai Jumat (2/9/2022).
Informasi itu lanjut Adhan, ia dapatkan ketika mendatangi Polres Gorontalo Kota terkait dengan laporan yang ia layangkan beberapa waktu lalu. Meski belum tau kebenaran pastinya informasi itu, Adhan merasa heran.
“Jika ini memang benar, saya merasa heran. Perkara ini akan diputuskan di pengadilan pada hari Rabu pekan depan. Tetapi mengapa harus ada gelar perkara lagi?,” tanya Adhan.
Jika dikaitkan, kata Aleg Dapil Kota Gorontalo ini, mungkin ada hubungannya dengan surat yang ia layangkan ke tiga lembaga negara, yakni Mabes Polri, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Komunikasi Dan Informasi (Kominfo) RI.
Mantan Wali Kota Gorontalo ini mengatakan, Surat ke Kapolri itu ia kirimkan tanggal 17 Agustus 2022. Isinya soal perlawanan atas Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkominfo, Jaksa Agung dan Polri, yang intinya kalau proses pencemaran nama baik dan materinya adalah korupsi, maka korupsinya yang didahulukan.
Isi surat itu juga kata mantan Ketua DPRD Kota Gorontalo ini, bahawa dalam penanganan kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Rusli Habibie dalam jabatannya selaku Gubernur Gorontalo, SKB yang dimaksud itu tidak diindahkan oleh penyidik di Polda Gorontalo maupun penyidik di Polres Gorontalo Kota. Demikian juga APH di Kejaksaan Tinggi Gorontalo yang menjadi JPU pada laporan Rusli Habibie itu juga tidak mengindahkan SKB saat pemberkasan.
“Saya tidak tau benar atau salah akan digelar lagi perkarqa ini. Tapi saya menduga kemungkinan ini ada kaitannya dengan surat yang saya kirim ke Kapolri, sehingga mungkin ada petunjuk dari atas,” tutur Adhan.
Kalau ini benar akan digelar lagi, kata Adhan, sebenarnya memang sejak proses awal kasus ini di Polres maupun di Polda, dirinya sudah menjelaskan, karena ini menyangkut korupsi, maka korupsinya yang didahulukan.
“Baik proses penyelidikan, penyidikan di Polda maupun di Polres SKB ini sudah saya sampaokan. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Ada Surat Edaran Kapolri Nomor 345 tahun 2005. Saya sampaikan ke penyidik. Di Polres juga saya sampaikan ada keputusan MK Nomor 20 Tahun 2016 yang dijabarkan dalam UU perubahan UU ITE dari nomor 11 2008, kemudian di rubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016. Dalam Pasal 5 itu sudah jelas bahwa rekaman itu tidak bisa dijadikan alat bukti untuk penegakan hukum. Kecuali direkam oleh jaksa dan polisi. Tetapi semuanya tidak diindahkan,” ujarnya.
Sementara di Polda sendiri Adhan menjelaskan soal posisinya sebagai Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, dan menyarankan penyidik untuk menghadirkan ahli hukum tata negara.
“Semua saya sudah jelaskan aturan dan undang-undangnya. Tetapi ini tidak diindahkan, kalau ini benar, sedangkan saya saja sebagai anggota dewan di buat seperti ini, apalagi rakyat atau masyarakat biasa,” tutup Adhan.
Pewarta : Lukman.