Gorontalo, mimoza.tv – Terkait dengan insiden anggota DPRD Boalemo, Resvin Pakaya (43) yang protes saat petugas melakukan tes usap antigen pada Kamis (30/9/2021) lalu di Bandara Djalaludin, Rustam Akili meminta Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie, untuk mengevaluasi kembali Surat Edaran Nomor : 360/BPBD/781/VII/2021, tentang ketentuan pelaku perjalanan dalam negeri dalam masa pandemi corona virus disease 2019 (COVID-19) di provinsi Gorontalo.
Rustam mengatakan, apa yang dilakukan oleh Resvin Pakaya justru merupakan tindakan atau perbuatan untuk menegakkan aturan hukum yakni Instruksi Mendagri Nomor 44 Tahun 2021, bukan
Surat Edaran Gubernur Nomor 360/BPBD/781/VII/2021.
“Setelah dikaji lebih jauh ternyata surat edaran gubernur tersebut bertentangan dan
tidak selaras dengan ketentuan huruf F angka 3 huruf d Surat Edaran Satgas Nasional COVID-19 Nomor 14 Tahun 2021 tentang ketentuan perjalanan orang dalam negeri dalam masa pandemi COVID-19,” ucap Rustam saat dihubungi Selasa (5/10/2021).
Rustam menjelaskan, dalam aturan itu adapun syarat pelaku perjalanan dengan moda transportasi udara WAJIB menunjukkan Surat Keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2 x 24 jam atau hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil
dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam.
Surat edaran itu juga kata dia, bertentangan dan tidak selaras dengan ketentuan Diktum Ke Empat Huruf Q Instruksi Mendagri Nomor 44 Tahun 2021 “PPKM Level 3 (tiga) pada Kabupaten dan Kota
sebagaimana dimaksud pada Diktum Ke Satu dilakukan dengan menerapkan kegiatan diantaranya adalah, pelaku perjalanan domestik yang menggunakan mobil pribadi, sepeda motor dan transportasi umum jarak jauh (pesawat udara, bis, kapal laut dan kereta api) harus menunjukkan kartu vaksin (minimal vaksinasi dosis pertama), serta menunjukkan PCR (H-2) untuk pesawat udara serta Antigen (H-1) untuk moda transportasi mobil pribadi, sepeda motor, bis, kereta api dan kapal laut.
“Sebagai warga negara yang taat hukum, saya hormati itu. Tapi jangan sampai persoalan ini ada ketidakadilan. Saya mendapatkan informasi, bahwa diduga ada sejumlah pejabat negara yang datang ke sini tidak di swab tes antigen,” kata Rustam.
Lebih lanjut politisi Nasdem ini mengatakan, jika berbicara soal hukum, maka hukum itu tidak melihat siapa, dan sifatnya mengikat, memaksa dan memberi sangsi. Bahkan ketika insiden ini dilaporkan, Rustam meminta aparat penyidik harus profesional.
Kalau benar pejabat-pejabat itu tidak di antigen, kata dia, hal tersebut perlu perlu untuk ditelusuri juga lantaran waktunya hampir bersamaan, yakni tanggal 28 dan 30 September.
Dirinya juga menyoroti, dalam Ayat 7 edaran gubernur tersebut dikatakan, seluruh pelaku perjalanan yang tiba di Provinsi Gorontalo baik melalui Udara, Laut dan Penyeberangan (komersial dan perintis) akan dilakukan Test Rapid Antigen saat kedatangan dan apabila hasilnya positif akan dilanjutkan ke tes RT-PCR dan diwajibkan isolasi selama menunggu hasil.
“Pertanyaan saya, apakah yang lewat darat dan laut yang masuk Gorontalo itu di antigen atau tidak?. Yang saya amati sekarang kayaknya hanya dibandara yang diperlakukan seperti ini. Sementara pintu masuk di pelabuhan dan di darat itu tidak diperlakukan antigen ini. Saya juga tidak bisa menemukan alasan ilmiahnya darei Ayat 7 itu.
Meski mengaku bukan ahli kesehatan, namun mantan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo ini memahami, tes antigen itu hanya menghasilkan reaktif atau tidak. Jika orang yang di tes itu reaktif maka dilanjutkan dengan tes PCR.
“Jadi jangan di balik-balik. Orang yang sudah di PCR dan waktunya 1 X 24 jam, masih mau di tes antigen. Oleh sebab itu saudara gubernur harus meninjau ini, panggil dan dukuk bersama para ahli. Kan beliau punya orang kesehatan, ada orang IDI dan mereka jago-jago semua. Beberapa teman saya yang bekerja di medis bahkan merasa heran apa alasannya diberlakukan tes atigen itu ketika masuk di Gorontalo. Belum lagi kita di daerah ini sudah berada di level 2. Tidak ada yang mau tertular virus, tetapi juga jangan menyusahkan orang,” tegasnya.
Rustam juga menambahkan, kalau mengeluarkan suatu edaran, maka jangan bertentangan dengan aturan diatasnya.
“Kalau mau mengeluarkan aturan ataupun edaran, seharusnya di kaji dulu dengan melibatkan para ahli. Memang ini serba darurat. Tapi jangan juga mengeluarkan aturan ini seenaknya,” pungkasnya.
Pewarta: Lukman.