Gorontalo, mimoza.tv – Debat sesi yang ke dua Capres 2019 yang berlangsung di Hotel Sultan, Minggu (17/2/2019, salah satu diantaranya membahas tentang pangan.Diwarnai pertanyaan kebijakan impor, Capres nomor urut 02 prabowo Subianto mempertanyakan janji Capres nomor urut 01 Joko Widodo, yang tak akan impor pangan namun kenyataannya tetap impor.
“Yang kami dengar ini sangat memukul petani kita. Tebu panen, tapi gula dari luar masuk dalam jumlah sangat besar. Padahal katanya komoditas naik,” ujar Prabowo dalam sesi tanya jawab.
Menanggapi pertanyaan itu, Capres Jokowi mengatakan bahwa dalam empat tahun terakhir pada masa pemerintahannya volume impor pangan ini terus turun.
Tahun 2018 produksi beras kita mencapai 32 juta ton dan konsumsi 29 juta ton, sehingga ada surplus beras sebesar 3 juta ton. Pda 2014, impor jagung 3,5 juta ton. Sementara pada tahun 2018 hanya sebesar 180.000 ton,” kata Jokowi menjawab pertanyaan Prabowo.
“Jika produksi pangan berlebihan, mengapa harus ada impor beras?. Apa tidak lebih baik devisa itu dihemat, buka lahan baru, bantu petani mendapatkan benih mendapatkan pupuk,” timpa Prabowo.
Lalu benarkah data produksi serta impor beras yang duingkapkan Jokowi pada debat terdsebut?.
Mengutip data BPS yang dirilis pda 23 Oktober, produksi beras sepanjang 2018 menacpai 32,4 juta ton. Konsumsi kita di tahun yang sama juga ada pada angka 29,6 juta ton, Sehingga terdapat surplus beras sebesar 2,8 juta ton.
Catatan di BPS juga mengungkap, pada periode yang sama, pemerintahan Jokowi mengimpor beras sebanyak 2.253.750 ton. Impor itu melonjak dari tahun 2017 yang hanya sebesar 311.520 ton.
Sementara itu terkait jagung, BPS juga mencatat impor pada 2014 sebesar 3,2 juta ton. Pada 2018 nlalu, nilai impornya turun menjadi 732,228 ton. Namun saja angka tersebut jauh sekali dari angka yang disebut Jokowi dalam debat tersebut, sebesar 180.000 ton.(luk)