Gorontalo, mimoza.tv – Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Firdaus Dewilmar mengungkapkan bahwa para tersangka kasus dugaan korupsi Gorontalo Outer Ring Road, diduga telah membuat dokumen palsu pada proses pengadaan lahan.
Hal itu, kata Firdaus, telah melanggar hukum karena para tersangka telah menyalahgunakan kewenangan yang ada pada mereka.
“Seharusnya Dokumen tanah itu dibuat secara benar, dan diberikan kepada penerima ganti rugi yang mempunyai itikad baik, dan mempunyai legal standing,” kata Firdaus Dewilmar, Kamis (27/06/2019), dilansir dari Kronologi.id.
Ia menjelaskan bahwa dalam dalam proses ganti rugi seharusnya mengacu pada undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dan Peraturan Presiden nomor 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
“Dalam hasil penyelidikan, pembayaran ganti rugi dari anggaran negara diberikan kepada orang yang tidak berhak, sehingga terjadi penyimpangan, dan terjadi kerugian negara yang saat ini sementara dikongkritkan oleh BPKP,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa dalam nilai ganti rugi yang dikeluarkan oleh Kantor KJPP Anas Karim, merupakan nilai yang tidak wajar sehingga membebankan APBD Provinsi Gorontalo.
“Jadi mereka memberikan ganti rugi kepada orang yang tidak memiliki itikad baik dan tidak punya legal standing,” ungkapnya.
Firdaus menerangkan, seharusnya para penerima ganti rugi lahan itu mengembalikan kerugian keuangan negara.
“Kami sementara mendalami hal itu, kalau tidak yang penerimaan ganti Rugi yang tidak memiliki itikad baik dan tidak memiliki legal standing bisa kita jadikan sebagai orang yang bertanggung jawab juga,” tegasnya.
Sementara berdasarkan fakta yang ada, menurut Firdaus, para penerimaan ganti rugi lahan itu telah menyatakan di hadapan penyidik, mereka tidak minta ganti rugi kepada panitia pengadaan tanah.
“Justru panitia pengadaan tanah yang mencari mereka dan menghubungi mereka, serta membuatkan dokumen penggandaan tanahnya terkait dengan adanya ganti rugi,” tuturnya.
Jumlah penerima ganti rugi lahan itu ada 1.100 orang, sedangkan yang memiliki sertifikat lahan itu hanya 226 orang. Bahkan, penerima ganti rugi itu adalah peladang liar, dan peladang yang berpindah-pindah.
“Menurut undang-undang, orang tersebut tidak memiliki itikad baik untuk menguasai tanah negara. Tapi panitia memberikan ganti rugi kepadanya, sehingga penyidik mengambil kesimpulan panitia telah melakukan penyalahgunaan kewenangan,” tukasnya.
Kajati Ungkap Pemalsuan Dokumen di Kasus Mega Proyek GOOR
Gorontalo, mimoza.tv – Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Firdaus Dewilmar mengungkapkan, tersangka kasus dugaan korupsi mega proyek Gorontalo Outer Ring Road (GOOR), diduga telah membuat dokumen palsu pada proses pengadaan lahan. Hal itu menurutnya telah melanggar hukum, karena ke empat tersangka telah menyalahgunakan kewenangan.
“Seharusnya dokumen tanah itu dibuat dengan benar, dan diberikan kepada penerima ganti rugi yang mempunyai itikad baik, dan mempunyai legal standing,” kata Firdaus Dewilmar, Kamis (27/06/2019), dilansir dari Kronologi.id.
Dirinya menjelaskan, dalam dalam proses ganti rugi seharusnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dan Peraturan Presiden nomor 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
“Hasil penyelidikan, pembayaran ganti rugi dari anggaran negara diberikan kepada orang yang tidak berhak, sehingga terjadi penyimpangan, dan terjadi kerugian negara yang saat ini sementara dikongkritkan oleh BPKP,” jelasnya.
Lanjut dia, dalam nilai ganti rugi yang dikeluarkan oleh Kantor KJPP Anas Karim, merupakan nilai yang tidak wajar sehingga membebankan APBD Provinsi Gorontalo.
“Jadi mereka memberikan ganti rugi kepada orang yang tidak memiliki itikad baik dan tidak punya legal standing. Seharusnya para penerima ganti rugi lahan itu mengembalikan kerugian keuangan negara,” kata Firdaus.
Lanjut dia, saat ini pihaknya sementara mendalami hal itu. Jika tidak, penerimaan ganti rugi yang tidak memiliki itikad baik dan tidak memiliki legal standing bisa dijadikan sebagai orang yang bertanggung jawab juga.
Sementara berdasarkan fakta yang ada, menurut Firdaus, para penerimaan ganti rugi lahan itu telah menyatakan di hadapan penyidik, mereka tidak minta ganti rugi kepada panitia pengadaan tanah.
“Justru panitia pengadaan tanah yang mencari mereka dan menghubungi mereka, serta membuatkan dokumen penggandaan tanahnya terkait dengan adanya ganti rugi,” tuturnya.
Jumlah penerima ganti rugi lahan itu ada 1.100 orang, sedangkan yang memiliki sertifikat lahan itu hanya 226 orang. Bahkan, penerima ganti rugi itu adalah peladang liar, dan peladang yang berpindah-pindah.
“Menurut undang-undang, orang tersebut tidak memiliki itikad baik untuk menguasai tanah negara. Tapi panitia memberikan ganti rugi kepadanya, sehingga penyidik mengambil kesimpulan panitia telah melakukan penyalahgunaan kewenangan,” pungkasnya.