Gorontalo, mimoza.tv – Pengamat Pertahanan, Connie Rahakundini mengatakan, ide untuk mereformasi Polri itu sudah ada sejak keluarnya Tap 6, Tap 7 kemudian lahirnya undang-undang nomor 2 tahun 2022. Yang mesti dipahami, bahwa sejak tahun 1998 dan 1999 sudah ada masalah strategis di tubuh Polri.
Masalah pertama kata perempuan berdarah Gorontalo ini adalah spaint of control Polri terlalu luas bahkan terluas di dunia. Yang ke dua adalah posisinya tertinggi di dunia, langsung di bawah presiden, dan bahkan sampai Kompolnas-nya pun dibawah presiden. Hal yang ke tiga kata dia adalah tugas dan tanggung jawab keamanannasional merupakan terberat di dunia. Sementara di dunia internasional kata Connie itu harus ada kerjasama antar institusi. Sementara untuk hal yang ke empat kata dia, Polri punya kemampuan dalam hal anggaran, yang mana mampu mengontrol misalnya rekannya yaitu TNI.
“Banyak sekali aturan undang-undang yang seharusnya negara ini memerlukan dan diperlukan untuk beres cepat. Tapi kalau buat polisi itu kayaknya mengancam posisi dia, maka dia tidak akan golkan itu. Ketika ini tidak bisa dibetulkan, maka akan lahir Sambo-Sambo yang lain jika sistimnya dipertahankan seperti sekarang ini,” ucap Connie saat jadi narasumber di dialog kanal YouTube Medcom.id, Minggu 28/8/2022).
Menurutnya, bukan tindakan ganti orang yang diperlukan, tapi strukturalnya dan struktur sistem yang sebenarnya harus di rubah.
“Kita tau bersama Polri ini kan sipil. Itu beda sekali dengan militer. Polisi sistimnya pengembang. Tentara sebagai penghancur. Kalau polisi pemikirannya harus jelas, maka tentara perintahnya harus jelas. Tetapi yang terjadi sekarang polisi kita itu menjadi seperti militer,” imbuhnya.
Bahkan menurut sosok yang pernah menempuh pendidikan di APCSS, Hawai – Fu Xi Kang War Academy ini, polisi di Indonesia ini adalah paling aneh sedunia terkait dengan budaya yang salah tempat.
“Katanya budayanya dia sipil, tapi seperti yang kita liat bersama budaya mereka masuk budaya militer. Sehingga tidak tunduk pada hukum, tetapi tunduk pada komando seperti tentara. Makanya dalam kasus Sambo ini dia memperlihatkan kesalahan sistemik,” tandasnya.
Pewarta : Lukman.