Gorontalo, mimoza.tv – Pasca ditetapkannya salah seorang Jamaah Tabligh (JT) positif tertular virus corona, ragam komentar dan stigma pun berseliweran, terutama di jagad maya.
Melansir Kronologi.id, JT yang menjadi peserta karantina Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Provinsi Gorontalo buka suara soal stigma negatif di masyarakat yang dianggap ogah untuk dikaratina.
Vecky Wahab Mustakim, anggota JT dalam keterangannya mengungkapkan, sejak awal seluruh jemaah sangat kooperatif dengan protokol Pemprov Gorontalo soal pemberlakuan setiap warga yang baru kembali dari wilayah terjangkit Covid-19 untuk dikarantina.
“Sejak awal kami sangat kooperatif dengan Pemprov. Komunikasi terus kami lakukan sejak dari Makassar, Sulawesi Selatan. Hanya saja penyampaian Budi Sidiki, pemerintah belum ada anggaran saat itu, tepatnya tanggal 19 Maret 2020,” kata Veky kepada wartawan, saat dihubungi, Minggu (12/4/2020).
Senada dengan Veky, keterangan yang sama juga disampaikan Hendra Hadju selaku penanggungjawab keberangkatan jamaah ke Gowa, Makassar.
Hendra mengatakan, selain tidak punya anggaran, pemerintah melalui Budi Sadiki mengharapkan agar masing-masing jamaah melakukan isolasi mandiri di rumah.
“Yang ikut ke Kabupaten Gowa jumlahnya sekitar 300 orang. Jawaban Budi Sadiki, untuk mengisi orang sebanyak itu kelihatanya pemerintah kewalahan. Maka beliau pun harapkan kalau kami isolasi mandiri masing-masing, sholat dan aktivitas di rumah. Jadi kami diminta untuk isolasi mandiri selama 14 hari,” ujar Hendra.
Lanjut Hendra, pihaknya bahkan telah mengikuti protokol kesehatan seperti yang diminta oleh pemerintah sejak di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Semua diikuti, dari tes kesehatan, permintaan identistas hingga nomor telepon.
“Alhamdulillah semua jamaah asal Kabupaten Gorontalo sehat walafiat. Bahkan setelah sampai di Gorontalo sudah diperiksa dan selesai melakukan isolasi mandiri selama 14 hari,” terang Hendra.
Dia berharap, melalui perwakilan JT mereka segera dapat kesempatan bertatap muka dengan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie.
“Seolah-olah kami di kambing hitamkan di sini. Pemerintah harus mengambiil peran untuk memperbaiki citra jamaah tabligh, karena sekarang semua sudah digeneralisasi,” kata Hendra.
Dirinya mencontohkan, warung-warung tidak melayani jamaah saat belanja, beli BMM ditolak petugas pertamina, keluarga dibully tetangga. Bahkan kalau belanja harus menyamar dengan jenggot di gulung-gulung agar tidak ketahuan.(luk)
Berita ini sebelumnya sudah tayang di Kronologi.id.