Gorontalo, mimoza.tv – Dalam kurun waktu dua tahun terakhir atau saat pandemi Covid-19, sistim kerja dari rumah atau work from home (WFH) diberlakukan di hamper seluruh dunia. Tujuannya tak lain untuk mengurangi penyebaran virus corona.
Di Indonesia sendir selain perusahaan swasta, instansi pemerintah dan para aparatur sipil negara (ASN) juga melakukan hal yang sama. Namun saying, tak semua ASN itu bekerja sungguh-sungguh dan sesuai dengan beban kerja yang diberikan.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana dalam keterangannya saat Rakornas Kepegawaian 2022 yang ditayangkan secara virtual menjelaskan, survey lewat Google, dari 100 persen PNS atau ASN yang bekerja di rumah selama pandemi, ada 30 persen diantaranya merasa bahwa pekerjaan mereka terasa lebih berat. Sementara 40 persennya kata dia, merasa beban kerjanya sama saat bekerja di kantor (Work From Office/WFO).
“Nah, 30 persen sisanya tidak menjawab apa-apa. Mungkin lebih ringan atau tidak bekerja. Jadi dari data itu saja kita tahu 30 persen ASN gak ngapa-ngapain,” jelas Bima, seperti yang mimoza.tv kutip dari CNBCIndonesia, Minggu (24/7/2022).
Padahal lanjut dia, kedepannya birokrasi dan manajemen ASN tersebut dituntut untuk berubah. Dimana pekerjaan akan sangat menuntut sektor digital. Dirinya menegaskan bahwa sekarang ini semua pekerjaan harus dilakukan secara digital termasuk kerja-kerja para ASN/PNS. Konsekuensinya apakah membutuhkan tenaga administrasi? Mungkin akan tergantikan dengan digital.
“Kita tidak bisa berharap dengan orang-orang yang tidak ingin melakukan perubahan. Jadi, mereka WFH bagi mereka bukan untuk working from home, tapi untuk one of holiday. Jadi gak ngapa-ngapain, karena mereka tidak memiliki kompetensi, tidak memiliki infrastruktur, tidak ada sarana yang memadai. Keluar dari ucapannya adalah tidak ada pulsanya. Ini kemudian yang akan menghambat,” imbuhnya.
Saat ini kata Bima, pihaknya harus bekerja ekstra guna menilai kinerja PNS. Upaya yang ditempuh bukan hanya dinilai dari kinerja mereka di kantor, tapi tindak tanduk mereka di sosial media.
“Saya tidak tahu berapa dari kita (ASN/PNS) yang punya akun medsos. Saya terpaksa punya Twitter, Instagram, Facebook, TikTok karena saya harus memonitor ASN. Karena kalau saya tidak punya itu saya tidak bisa melihat ini milenial lagi ngapain. Dan ada beberapa dari kita yang punya akun-akun medsos seperti itu,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) telah mengimbau kepada para ASN/PNS untuk bijak menggunakan media sosial, terutama yang berkaitan dengan paham atau tindak radikalisme. Selain itu mereka juga dilarang untuk melakukan like atau membagikan (Share) postingan ujaran kebencian di media sosial, dan juga diharuskan untuk tidak menjelek-jelekan pemerintah di media sosial.
Apapun yang dilakukan PNS di media sosial akan terdeteksi karena adanya rekam jejak digital. Termasuk saat memberikan komentar buruk terhadap pemerintah. Oleh sebab itu, ASN atau PNS diminta untuk ekstra berhati-hati saat menggunakan media sosial.
Pewarta : Lukman.