Kota Gorontalo, mimoza.tv – Tadarus puisi ke VI digelar halaman Galeri Riden Baruadi, Kota Gorontalo. Ajang tahunan ini, akan membacakan puisi selama empat hari empat malam secara nonstop, mulai 26-30 Desember.
Ajang tahunan yang memasuki tahun keenam ini, digagas oleh sekelompok seniman muda Gorontalo. Akan ada ribuan puisi dikumandangkan nonstop. Pesertanya terbuka bagi siapapun juga.
Berbeda dengan helatan serupa sebelumnya, Tadarus Puisi kali ini mulai mengambil sikap dengan menentukan tema spesifik yakni toleransi. Para seniman ingin mempromosikan toleransi demi melihat kian maraknya sikap intoleransi di negeri ini.
“Tadarus Puisi ini digelar, tanpa melihat perbedaan suku, agama, ras dan golongan, beda usia, pendidikan dan profesi,” ujar Muhammad Djufryhard, penasehat kegiatan pada sambutannya, senin malam (26/12/2016).
Menurutnya, puisi mampu melintasi batas ruang politik, budaya dan sosial. Tadarus Puisi adalah cara kami mempererat persaudaraan, menjalin harmonisnya keberagaman Indonesia, khususnya di Gorontalo.
Zulkifli Lubis, seniman lainnya yang jadi penggagas menambahkan, andai ada yang bertanya tentang tujuan dan kepentingan, maka menurutnya kepentingan utama yang ingin disuguhkan adalah indahnya kemajemukan Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam bait-bait puisi.
Pihak panitia menyediakan ratusan puisi yang bisa dibacakan siapapun juga. Selain puisi karya penyair Gorontalo, tersedia juga berbagai puisi karya penyair terkenal di Indonesia. Sebut saja Goenawan Mohammad, Acep Zam Aam Noor, Sutardji Calzoum Bachri, Afrizal Malna dan sebagainya.
Meski mengambil tema toleransi, namun puisi-puisi yang disediakan menceritakan banyak hal, mulai soal kritik sosial, ketuhanan hingga cinta sesama anak manusia. Pengunjung juga dipersilahkan membacakan puisi karyanya sendiri.
Sementara itu, Riden Baruadi selaku pemilik Galeri mengahaturkan terima kasih atas kepercayaan pihak panitia Tadarus Puisi pada galeri seni pertama di Gorontalo itu.
“Galeri Riden Baruadi terbuka terhadap segala bentuk kerja kreatif dan intelektual masyarakat Gorontalo,”.