Oleh : Funco Tanipu
Waktu itu penanda bagi manusia. Ada tanda saja masih tidak sadar, bagaimana kalau tidak ada tanda?
Kita bersyukur ada momentum seperti tahun baru, untuk menjadi tanda bahwa kita adalah makhluk yang serba terbatas, dan dibatasi waktu.
Apa pelajaran dari pergantian tahun? Kita berupaya belajar bahwa tidak ada yang kebetulan dalam setiap pergantian waktu. Waktu telah diatur dan telah ditetapkan. Kuasa manusia tidak ada selain belajar menjalani, karena manusia hanya ditentukan waktunya batasnya.
Allah, Sang Pengatur dan Penentu Waktu, seringkali kita abaikan, bahkan dalam beberapa hal sengaja kita lupakan. Kita menjalani dan melintasi waktu bahkan menuhankan hal-hal yang tidak semestinya. Seperti contoh, soal rezeki yang kita sendiri sering memelihara hubungan dengan rezeki itu, bukan dengan Pemilik Rezeki. Demikian pula soal jodoh, kepanikan dan kekhawatiran terkait pengaturan jodoh membuat banyak dari kita sering panik hingga gusar, padahal jodoh bukanlah kebutuhan apalagi kepentingan, jodoh adalah ketetapan.
Selama 2022, kita mempertontonkan hingga merayakan bahwa banyak tuhan selainNya, selain Allah. Secara teoritik, kita begitu lancar mengucapkan La Ilaha Illah, tiada Tuhan selainNya. Tapi pada prakteknya, kita jutaan kali gagal mempraktekkannya. Hingga penyangkalan kita pada Nabi Muhammad SAW sebagai kerangka teknis implementasi kehidupan dariNya.
Lalu, apa yang harus kita rayakan pada pelepasan tahun 2022 jika selama 365 hari itu adalah penyangkalan-penyangkalan?
Maka, momentum pergantian waktu (dalam bahasa manusia) adalah untuk menghidupkan harapan, mengelola kekecewaan dan terus melakukan perubahan baik diri, atau minimal pola pikir. Momentum ini adalah bagian dari refleksi kehidupan kita untuk bangkit dari penyangkalan-penyangkalan selama 365 hari.
Perubahan tidak semata kuantifikasi waktu menjadi angka, terbitnya matahari dan bulan adalah penanda waktu, dan itu setiap hari. Perubahan yang terbaik adalah mengurangi derajat yang negatif pada diri kita, maupun yang bisa berdampak buruk pada orang lain.
Tugas kita yang terpenting bukan hanya ganti kalender saja, tapi bagaimana mengkonversi perubahan dengan momentum pergantian angka per tahun (per kalender) menjadi per hari/jam/menit/detik. Bahwa perubahan itu tidak harus menunggu 365 hari, tapi jika perlu setiap detik, berubah ke arah yang lebih baik. Itu rumit, tapi memungkinkan, bagi kita yang masih ingin melihat dunia menjadi lebih baik.
Semoga di tahun 2023 nanti, kita masih diberi kesempatan untuk menjadi lebih baik, walaupun sebelum ini terlalu banyak kebengisan dan kebejatan yang telah kita selalu ulangi, khususnya penyangkalan-penyangkalan yang telah kita lakukan.
Pada harapan itu, semoga ada setitik berkah yang bisa memandu kita untuk bisa melihat dunia berubah menjadi baik, dan kita menjadi bagian dari pada pusaran perubahan itu.