Gorontalo, mimoza.tv – Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo (UNG) Dr. Ir. Sri Sutarni Arifin, S HUT, M.SI mengatakan, saat ini Pemerintah Kota Gorontalo belum punya Peraturan Daerah (Perda) tentang perlindungan pohon.
Menurutnya, perda perlindungan pohon ini sangat penting, lantaran di beberapa kota besar yang kualitas lingkungannya sudah lebih bagus seperti Surabaya, Bandung, dan Balikpapan saja sudah ada Perda. Pentingnya Perda ini kata dia akan memberikan dampak dan pengaruhnya.
“Perda ini sudah sempat kami usulkan ke Dinas Lingkungan Hidup. Perda inilah nanti yang mengatur, termasuk teknik penggantian pohon yang akan dikorbankan pada saat ada atas nama pembangunan. Baik itu pembangunan drainase, jalan dan sebagainya. Ini juga termasuk mengatur pohon yang seperti apa yang boleh dihilangkan dan tidak boleh,” ucap Sri Sutarni saat menjadi narasumber di acara talk show Forum Demokrasi Gorontalo (FDG), Senin I25/7/2022) malam.
Belum adanya Perda perlindungan pohon ini juga lanjut Sri Sutarni, menjadi salah satu penyebab mengapa Kota Gorontalo gagal memperoleh Adipura.
“Salah satu penilaian dalam Adipura itu adalah rendahnya nilai kejauan Kota Gorontalo. Kita belum memiliki hutan kota sama sekali. Sementara ruang terbuka hijau-nya masih jauh dari kecukupan. Kota Gorontalo hanya punya area perbukitan yang saat ini menjadi resapan aii yang masuk di dokumen RT/RW,” imbuhnya.
Area itu juga kata dia masih tahap peruntukan, belum eksisting sebagai hutan kota. Bahkan kata akademisi ini, secara teori hal itu jauh untuk dikatakan sebagai hutan kota karena posisinya bukan di tengah kota, serta berperan sebagai daerah penyangga.
“Terkait perlindungan pohon ini, riset kami membandingkan tahun 2016 dan tahun 2021 itu ada peningkatan pulau panas perkotaan seluas 5,82 hektar. Jumlah luas wilayah itu dalam kurun waktu 5 tahun Kota Gorontalo semakin panas. Dalam tren waktu 5 tahun itu sejalan dengan makin berkurangnya vegetasi,” ujar Sri Sutarni.
Lanjut dia, data terakhir di tahun 2021 itu sebelum ada penebangan pohon yang lebih masif lagi di sepanjang jalan Aryo Kartini, jalan HOS Cokroaminoto, dan tempat-tempat lain yang kemudian menjadi alasan pelaku-pelaku usaha pada saat membangun ruko dan lain sebagainya.
“Semua pohon dihilangkan. Dianggap sebagai gangguan dan mengurangi estetika. Padahal fungsi pohon ini paling besar dalam melakukan resapan. Kenapa sekarang saat ini kita semakin diserang oleh banjir dan genangan. RTH ini adalah infrastruktur kota sebenarnya yang kadang-kadang diabaikan serta tidak dihitung sebagai infrastruktur,” tutup Sri Sutarni.
Pewarta : Lukman.