Gorontalo, mimoza.tv – Anggota Komisi 1 DPRD Provinsi Gorontalo, Adhan Dambea mengadakan kunjunga ke Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia di Jakarta, Kamis (21/10/2021)
Kedatangan Aleg dapil Kota Gorontalo tersebut untuk mendiskusikan soal aturan penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, serta Undang-Undang MD3 yang mengatur soal MPR, DPR, DPD dan DPRD.
“Tadi kita diterima dan berdialog dengan Deputi Bidang Koordinasi Dalam Negeri, Mayjen TNI Djaka Budhi Utama. Yang kita soroti adalah soal hak imunitas. Terkesan hak imunitas yang diatur dalam Pasal 122 Ayat 1 itu tidak mendapatkan penghargaan dan kajian dari aparat penegak hukum,” ujar Adhan lewat sambungan telepon.
Hal lainnya yang dibahas dalam dialog itu lanjut Adhan, adalah UU MD3 yang mengatur pemeriksaan anggota dewan yang harus mendapatkan ijin dari Kemendagri. utamanya Pasal 245 yang digugat di Mahkamah Kontstitusi (MK). Sehingga dengan keputusan MK Nomor 26 Tahun 2014 dan Nomor 76 Tahun 2018, kata dia, disitu mengatakan Anggota DPRD itu bermasalah, maka harus izin dari Mendagri.
“Bahkan tadi saya sampaika juga beberapa contoh kejadian yang sama di beberapa daerah. Contoh, pernyataan Humas Polda Jawa Tengah yang menyatakan masih menunggu izin Mendagri ketika ada Anggota DPRD bermasalah hokum. Demikian juga yang di Sulawesi Tengah, masih menunggu izin Mendagri. Tetapi di Gorontalo sendiri aturan tersebut tidak diberlakukan,” kata politisi PAN ini.
Lebih lanjut dikatakan Wali Kota Gorontalo Periode 2008-2013 ini, pada kesempatan itu juga dirinya menyerahkan dokumen untuk menjadi bahan kajian Kemenkopolhukam. Dokumen itu kata dia, terkait dua peristiwa hukum yang saat ini tengah ia hadapi.
“Baik yang ada di Polda dan di Polres itu, keduanya ini menyangkut dengan APBD. Dan itu sesuai dengan kewenangan saya selaku Anggota DPRD Provinsi Gorontalo. Saya serahkan itu ke deputi, selanjutnya akan di kaji bahkan akan diteruskan ke Menkopolhukam,” imbunya.
Belum lagi, tambah Adhan, jika hal itu dikaitkan dengan edaran Kapolri bernomor B/345/III/2005, yang mengatur, disitu jelas tercantum.
Pertama, penanganan kasus tindak pidana korupsi dengan kegiatan penyelidikan/ penyidikan, baik oleh Polri, Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu dijadikan prioritas utama.
Kedua, penanganan kasus pencemaran nama baik sebagai kasus yang timbul kemudian tetap ditangani, namun bukan prioritas utama dengan tujuan kasus tersebut tidak terhambat/mengaburkan penangan korupsi yang menjadi kasus pokoknya.
Ketiga, lebih memanfaatkan penangan kasus pencemaran nama baik untuk mendapatkan dokumen/keterangan yang diperlukan didalam proses pembuktian kasus korupsi yang menjadi masalah pokok.
“Di lain pihak, Kejati Gorontalo mengeluarkan Sprindik Penyelidikan TPPU, terkait dengan perkara korupsi GORR, juga ada perkara korupsi lainnya yang ada di Gorontalo. Belum lagi soal Rp 53 miliar yang saat ini dilesidiki oleh aparat Kejati Gorontalo,” pungkas Adhan.
Pewarta: Lukman.