Gorontalo, mimoza.tv – Beberapa hari belakangan ini jagad sosial media diramaikan dengan aplikasi muka tua. Meski hanya untuk lucu-lucuan, sadar dan tidak data pribadi kita sedang di sedot.
Damar Juniarto selaku Koordinator Kawasan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET), dalam ciutan di akun twitter-nya @DamarJuniarto menyebut, banyak yang tidak menyadari bahayanya dari challenge atau quis di FB atau apps, situs web karena belum merasakan dampaknya sekarang secara langsung.
“Apalagi kalau lagi seru karena trending. Artis beken saja ikutan. Tidak seru kalau tidak ikutan challenge-nya,” ujar pendiri Forum Demokrasi Digital ini.
Dirinya berfikir, orang umumnya juga masih meragukan apakah nantinya informasi yang mereka berikan akan dipakai untuk kejahatan atau bisa rentan mencelakai dirinya atau tidak.
“Problem sebenarnya adalah ketidaktahuan banyak orang kalau saat ini ketika berbicara soal identitas sudah bukan sidik jari. Tetapi sudah bergeser ke facial recognition, daftar pertemanan, dan rekam jejak digital yang menggambarkan tingkah laku kita,” kata lulusan Jurusan Komunikasi, Universitas Indonesia ini dalam ciutannya.
Praktisi komunikasi periklanan, media baru, kebijakan internet dan demokrasi digital ini mengungkapkan, Faceapp itu sebenarnya tidak hanya menyajikan foto kita saat tua. Ternyata kata Damar, Faceapp mampu membaca biometrik wajah yang disebut neural network. Lalu pasang filter menua, memuda, tukar wajah dan lain-lain.
“Data-data kita ini disimpan oleh pembuat apps. Perusahaan asal Rusia bernama Wireless Lab yang membuat aplikasi ini sejak 14 Februari 2017, dan disimpan dalam repositornya. Untuk apa foto wajah kita disimpan ?. Berapa lama akan disimpan mereka ?. Cuma mereka yang tau,” ciut Damar.
Tak hanya itu saja, kata Damar, ternyata saat mengaktifkan Faceapp ini, pengguna akan diminta akses ke sejumlah data lain dan akan ikut disimpan dalam repository tersebut.
Dirinya mengungkapkan, kunci sebetulnya adalah kewaspadaan. Dibalik semua yang lagi trending haruslah tetap buka mata. Jangan memberikan akses ke hal-hal yang sifatnya pribadi dan rahasia yang ada di smartphone kita, dan berikan hanya akses yang berkaitan saja untuk kepentingan apps tersebut.
Selain waspada, Damar juga menambahkan, saatnya kita meminta negara membuat aturan perlindungan data pribadi. Draf Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi ini terakhir disusun pada bulan April 2019, tetapi lebih banyak terfokus melindungi data pribadi dalam konteks komoditi (ekonomi).
“Saya merasa sebaiknya perlindungan data pribadi juga banyak berfokus pada sisi keamanan seseorang saat mengakses internet. Karena data pribadi ini, sebenarnya terkait dengan martabat seseorang. Sehingga aspek kemanusiaan yang virtual itu juga harus dilindungi,” pungkasnya.(luk)