Gorontalo, mimoza.tv – Permasalahan sampah di Provinsi Gorontalo hingga saat ini sudah dalam tahap mulai menghawatirkan. Berdasarkan data yang ada, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Talumelito, Kabupaten Gorontalo, setiap tahunnya rata-rata menampung sekitar 30.000 ton sampah.
Rinciannya tahun 2016 sebanyak 31.128 ton, 2017 sebanyak 29.749 ton dan tahun 2018 sebanyak 33.910 ton. Data itu tidak termasuk sampah yang ada di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang ada di tiap kabupaten/kota.
Tak hanya melayani sampah dari seluruh wilayah Kota Gorontalo, TPA Talumelito juga melayani sampah dari beberapa kecamatan di Bone Bolango, seperti Kecamatan Kabila, Tilongkabila dan Suwawa. Belum lagi beberapa kecamatan diwilayah Kabupaten Gorontalo, seperti Kecamatan Telaga, Telaga Biru, Limboto dan Kecamatan Limboto Barat.
Pertambahan penduduk dan meningkatnya pola konsumsi masyarakat merupakan faktor utama yang menyebabkan laju produksi sampah terus meningkat. Jika hal ini terus terjadi tanpa ada solusi, maka ada kekhawatiran suatu saat TPA tersebut akan penuh.
Pengolahan sampah organik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengomposan, baik secara aerobik maupun anaerobik, dan dengan membuat eko-enzim. Keistimewaan eko-enzim adalah tidak memerlukan lahan yang luas untuk proses fermentasi seperti pada proses pembuatan kompos. Pembuatannya pun sangat hemat dalam hal tempat pengolahan dan dapat diterapkan di rumah.
Produksi eko-enzim bahkan tidak memerlukan bak komposter dengan spesifikasi tertentu. Wadah-wadah seperti botol-botol bekas air mineral maupun bekas produk lain yang sudah tidak digunakan, dapat dimanfaatkan kembali sebagai tangki fermentasi eko-enzim. Hal ini juga menjadi nilai tambah karena mendukung konsep reuse dalam menyelamatkan lingkungan.
Eko-enzim merupakan produk ramah lingkungan yang mudah dibuat oleh siapapun. Pembuatannya hanya membutuhkan air, gula sebagai sumber karbon, serta sampah organik sayur dan buah. Cairan ini adalah hasil dari fermentasi limbah dapur organik, gula (gula coklat, gula merah atau gula tebu), dan air dengan perbandingan 3 : 1 : 10.
Pada dasarnya cairan eko enzim mempercepat reaksi bio-kimia di alam untuk menghasilkan enzim yang berguna dalam pemanfaatan sampah buah atau sayuran. Enzim dari “sampah” ini adalah salah satu cara manajemen sampah yang memanfaatkan sisa-sisa dapur untuk menghasilkan cairan yang bermanfaat.
Langkah awal dalam pembuatan larutan eko enzim yakni menyiapkan sampah organik seperti kulit buah, sayur, gula merah, air, serta tempat penampung seperti botol plastik.
Langkah selanjutnya yakni membuat perbandingan bahan yang diperlukan dengan formula 1:3:10. Misalnya 100 gr gula merah : 300 gr kulit buah : 100 ml air. Tuang semua bahan kedalam botol, bisa menggunakan blender untuk mencacah limbah, kemudian campur gula dan air pada botol. Selanjutnya simpan larutan eko enzim tersebutditempat sejuk dan biarkan selama 3 bulan.
Jangan lupa untuk membuka tutup botol atau wadah penampung setiap semingu sekali. Hal ini dilakukan agar gas yang ada di dalam wadah atau botol bisa keluar.
Larutan yang sudah jadi memiliki bergam manfaat diantaranya untuk mengurangi jumlah sampah rumah tangga terutama food waste yang komposisinya masih tinggi, sebagai bahan pencuci piring, penyegar udara, penyiram tanaman, disinfektan, sebagai cairan pembersih lantai, cairan pembersih baju, dan yang tidak kalah penting dapat menurunkan angka global warming.
Kita tau bersama, larutan pembersih komersial yang ada sekarang ini sering kali mengandung berbagai jenis senyawa kimia seperti fosfat, nitrat, amonia, klorin dan senyawa lain yang berpotensi mencemari udara, tanah, air tanah, sungai dan laut. Dengan menggunakan eko enzim sebagai larutan pembersih alami berkontribusi menjaga lingkungan bumi kita. Bahkan Dr. Joean Oon mengklaim bahwa 1 liter laurtan eko enzim dapat membersihkan hingga 1000 liter air sungai yang tercemar. Jadi, setiap kali bersih-bersih atau mencuci baju dengan menggunakan eko enzim, kita telah berkontribusi dalam pelestarian lingkungan di sekitar.
Kita bisa bayangkan, jika ada 100 orang Gorontalo membuat eko enzim, dimana setiap orangnya memerlukan 5 kg sampah organik. Maka ada 500 kg sampah yang tidak jadi masuk TPA Talumelito.
Penulis: Lukman.