Gorontalo, mimoza.tv – Panasnya tensi politik jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Provinsi Gorontalo semakin terasa, terutama dengan merebaknya dugaan kampanye negatif dan fitnah yang menghiasi media sosial. Salah satu sorotan utama adalah akun TikTok @p4ngl1m4r4ky4t yang diduga aktif menyerang salah satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Serangan ini tidak hanya berupa kritik biasa, tetapi telah menjurus pada upaya pembunuhan karakter, seperti tuduhan-tuduhan palsu yang menyeret nama Marten Taha dan pasangannya, Tonny Uloli. Ironisnya, aksi ini diduga luput dari perhatian dan pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Gorontalo.
Banyak pihak mempertanyakan mengapa Bawaslu, sebagai lembaga yang bertanggung jawab menjaga integritas proses pemilu, belum mengambil tindakan terhadap akun-akun yang diduga menyebarkan kampanye negatif. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa aksi semacam ini dapat merusak demokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu.
Marten Taha, yang menjadi salah satu korban serangan tersebut, menunjukkan sikap yang tenang dan bijaksana. Dalam keterangannya, Marten menyebut bahwa berbagai bentuk fitnah dan hoaks sudah menjadi bagian dari perjalanan pencalonannya.
“Ini merupakan rentetan atau rangkaian dari berbagai bentuk penzaliman kepada kami. Sejak saya dan Pak Tonny Uloli mencalonkan diri, tidak sedikit berita hoaks menyerang kami. Waktu lalu, di TikTok kami mau dibakar, terus Pak Tonny diisukan punya ijazah palsu, ketiga saya diisukan tertangkap oleh KPK,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Selasa (26-11-2024).
Marten juga menambahkan bahwa ia memilih untuk merespons dengan doa, bukan amarah. “Saya doakan semoga orang yang menyebarkan itu diampuni dosanya, diberikan kecerdasan, keafiatan, kesehatan, dan Insya Allah dia bisa bertobat untuk tidak menzalimi orang seperti itu,” lanjutnya.
Fenomena kampanye negatif dan fitnah di media sosial menunjukkan sisi gelap dari pemanfaatan teknologi dalam politik. Media sosial, yang seharusnya menjadi sarana menyampaikan ide dan program, sering kali disalahgunakan untuk menyebarkan narasi destruktif.
Pakar politik dan pengamat media menyerukan pentingnya literasi digital di kalangan masyarakat untuk memilah informasi yang benar. Selain itu, regulasi ketat dan tindakan tegas dari lembaga seperti Bawaslu diperlukan untuk meminimalisasi dampak buruk dari kampanye hitam.
Dengan semakin dekatnya hari pemungutan suara, harapan publik adalah suasana politik yang lebih sehat dan fokus pada kompetisi program serta gagasan, bukan pada serangan pribadi yang merugikan demokrasi.(rls/luk)