Gorontalo, mimoza.tv – Sorotan publik kembali mengarah ke Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Thomas Mopili, usai mencuat dugaan penggunaan lima unit kendaraan dinas yang diduga melebihi kewajaran serta menyalahi ketentuan regulasi daerah.
Informasi yang dikutip dari Fakta News.com menyebutkan, Thomas Mopili diduga menggunakan sederet kendaraan operasional, yang terdiri dari satu unit sedan, satu Toyota Fortuner, satu Toyota Innova, serta dua unit Kendaraan Dinas Operasional (KDO). Seluruh kendaraan ini disebut menunjang aktivitas jabatan maupun kebutuhan pribadi Ketua DPRD.
Seorang sumber terpercaya dari lingkungan pemerintah provinsi menyebut bahwa penggunaan KDO di rumah dinas Ketua DPRD tidak sesuai aturan. Sesuai Peraturan Gubernur Gorontalo Nomor 5 Tahun 2018, kendaraan dinas operasional seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan struktural atau teknis instansi, bukan jabatan fungsional apalagi tempat tinggal pejabat.
“Ini jelas melanggar. Dua unit KDO digunakan di rumah dinas, padahal peruntukannya untuk bidang operasional dinas, bukan tempat tinggal pejabat,” ungkap narasumber Fakta News.
Sekwan: Hanya Tiga, dan Itu Pinjam Pakai
Menanggapi isu tersebut, Sekretariat DPRD Provinsi Gorontalo melalui Kepala Bagian Umum, Yani Uno, membantah penggunaan lima mobil dinas oleh Thomas Mopili. Menurutnya, Ketua DPRD hanya menggunakan tiga unit kendaraan, yakni satu Toyota Camry dan dua KDO.
“Salah data itu. Fortuner dan Innova tidak ada. Yang digunakan hanya tiga: satu Camry dan dua KDO. Masing-masing digunakan untuk Ketua PIAD dan operasional rumah dinas,” terang Yani.
Yani juga menjelaskan bahwa dua unit Innova yang sebelumnya dipakai kini sedang dalam perawatan karena berusia tua—masing-masing merupakan kendaraan tahun 2010 dan 2014. Sebagai gantinya, dua KDO dialihfungsikan untuk menunjang aktivitas rumah dinas dan kebutuhan Ketua PIAD. Ia menyebut status pemakaian tersebut sebagai pinjam pakai yang sah secara administrasi.
Efisiensi vs Etika Penggunaan Aset Negara
Meski demikian, pengalihan fungsi KDO ke rumah dinas tetap menimbulkan tanya soal etika penggunaan aset negara di tengah dorongan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.
“Kami patuh pada instruksi efisiensi. Anggaran perjalanan dinas, konsumsi, hingga ATK sudah ditekan. Tapi soal kendaraan, ini memang kebutuhan,” tambah Yani.
Dugaan penggunaan berlebih kendaraan dinas oleh pejabat publik bukan hanya soal regulasi, tapi juga menyangkut sensitivitas sosial. Di tengah himbauan penghematan dari Presiden dan Gubernur, publik menilai langkah seperti ini dapat mencederai kepercayaan terhadap semangat reformasi birokrasi.
Penulis: Lukman.