Gorontalo, mimoza.tv – Kinerja konsumsi domestik di Provinsi Gorontalo pada triwulan IV 2024 menunjukkan tren perlambatan, baik dari sisi rumah tangga maupun pemerintah. Hal ini terungkap dalam Laporan Perekonomian Provinsi Gorontalo edisi Februari 2025 yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Gorontalo.
Konsumsi Rumah Tangga Terpengaruh El Nino dan Harga Jagung
Konsumsi Rumah Tangga (RT) tercatat tumbuh sebesar 3,39% (year-on-year/yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 4,02% (yoy). Perlambatan ini berkorelasi erat dengan turunnya Nilai Tukar Petani (NTP) yang menyentuh angka 108,25, lebih rendah dari posisi 111,42 pada triwulan III 2024. Secara tahunan, NTP mengalami kontraksi -2,76% (yoy).
Faktor utama pelemahan daya beli petani dan rumah tangga berasal dari turunnya harga jagung tingkat produsen yang anjlok hingga -27,06% (yoy). Fenomena ini dipicu oleh melimpahnya pasokan jagung pada triwulan IV sebagai dampak dari perubahan iklim El Nino, yang memperpanjang musim panen di beberapa wilayah.
Kendati demikian, konsumsi rumah tangga masih mendapat dorongan dari sisi pembiayaan. Penyaluran kredit konsumsi tumbuh signifikan sebesar 8,65% (yoy). Selain itu, hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan optimisme masyarakat tetap terjaga. Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) rata-rata berada di atas ambang batas optimisme (threshold) sebesar 115,00, dengan Indeks Penghasilan Saat Ini mencapai 117,50 dan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama di angka 126,67.
Konsumsi Pemerintah Masih Terhambat Kendala Teknis
Sementara itu, konsumsi pemerintah mulai menunjukkan perbaikan meski masih tertahan. Pada triwulan IV 2024, konsumsi pemerintah tumbuh 1,57% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang justru mengalami kontraksi -3,24% (yoy).
Pertumbuhan tersebut terutama ditopang oleh lonjakan realisasi belanja APBD Provinsi Gorontalo yang naik 65,55% (yoy). Namun, laju ini tak cukup kuat untuk menutupi kontraksi belanja di tingkat kabupaten/kota yang masih menyusut hingga -21,86% (yoy).
Berdasarkan jenisnya, belanja modal juga turut mengalami tekanan. Belanja modal provinsi tercatat turun -8,14% (yoy), sementara belanja modal kabupaten/kota anjlok lebih dalam hingga -30,03% (yoy).
Salah satu kendala utama di sektor ini adalah penatausahaan dan pelaporan melalui Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) yang belum optimal. Proses pelaporan yang masih dalam tahap pengembangan membuat sejumlah pemerintah daerah harus melakukan konsultasi lanjutan dengan Pusdatin Kemendagri, terutama terkait pembebanan anggaran belanja barang dan jasa.
Penulis: Lukman.