Mengenang Sang Rajawali Pendidikan Gorontalo
Oleh: Lukman Polimengo
Gorontalo, 1 Mei 2025 – mimoza.tv
Kalimat itu ia ucapkan pelan, namun membekas dalam:
“Lukman, pelan-pelan aku mulai melupakan dunia politik.”
Itu terjadi pada sebuah sore di bulan Maret 2025, tak lama sebelum Ramadan tiba. Kala itu, kondisi fisik Prof. Dr. H. Rustam Hs. Akili, SE, SH, MH tampak mulai menurun, namun semangatnya justru kian menyala. Aku membalas lirih:
“Bismillah Pak Prof. Insyaallah membawa kemajuan bagi dunia pendidikan.”
Dari percakapan itulah, aku mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda. Artikel-artikel yang ia kirim ke redaksi, hampir semuanya membahas soal pendidikan—terutama pengembangan Universitas Gorontalo (UG), kampus yang sangat dicintainya. Ia seolah sedang menyiapkan sesuatu. Bukan untuk dirinya, tapi untuk masa depan daerah ini.
Dari Politik ke Pendidikan: Menapak Jalan Sunyi yang Bermakna
Sebagai mantan Ketua Dewan Reformasi Provinsi Gorontalo dan tokoh politik senior, Prof. Rustam bukanlah nama asing dalam gelanggang kekuasaan. Namun belakangan, ia memilih menepi dari hingar bingar itu.
“Pokoknya aku fokus ke kampus, UG berencana mau buka program doktor. Tapi jangan kau tulis dulu, Lukman,” katanya saat itu. Aku hanya mengangguk, tak menyangka, itulah pertemuan kami yang terakhir.
Meski tengah menjalani pemeriksaan medis dan kesehatannya kian menurun, ia tetap menyempatkan diri menjalin kerja sama kelembagaan demi penguatan pendidikan. Bahkan, pada hari ke-13 Ramadan, ia mengirimkan pesan singkat:
“Alhamdulillah di puasa hari ke-13, Prof. RA diterima langsung oleh Direktur Kelembagaan Dirjen Dikti Kemendikbudristek RI, Prof. Dr. Mukhamad Najib.”
Ia begitu antusias. Ia bercerita tentang program studi baru di UG, bagian dari visi besarnya menjadikan kampus tersebut sebagai universitas modern yang bisa menjawab tantangan zaman.
“Sahur, Lukman” dan Warisan Pesan Moral
Yang paling tak kulupa, ia adalah orang pertama yang mengingatkanku sahur di hari pertama puasa. Hubungan kami memang bukan sekadar narasumber dan wartawan. Ada ikatan batin yang dibangun lewat kepercayaan, diskusi, dan cerita.
Namun dari semua pesan yang pernah ia sampaikan, satu yang paling mengendap dalam ingatan adalah kalimatnya sekitar tahun 2023 lalu:
“Lukman, sebesar-besarnya kerbau hanya makan rumput. Tidak ada kerbau makan roti.”
Ungkapan sederhana itu ternyata menyimpan filosofi integritas yang sangat dalam. Bahwa sekuat atau sebesar apapun kekuasaan yang kita miliki, tetaplah hidup dalam batas wajar. Jangan mengambil yang bukan hak. Jangan tergoda roti mewah jika rumput sederhana sudah cukup untuk menghidupi.
Kerbau adalah simbol kekuasaan dan pengaruh. Rumput adalah kebutuhan dasar yang halal dan pantas. Sedangkan roti adalah godaan kekayaan dan gaya hidup mewah yang bukan hak.
Dalam konteks anti-korupsi, pesan ini adalah kritik halus namun tajam: pejabat publik seharusnya melayani, bukan menikmati. Menunaikan amanah, bukan menimbun kemewahan.
“Kekuatan sejati ada pada kendali diri. Orang besar adalah orang yang mampu hidup sederhana, menjaga diri dari kerakusan, dan tidak mengambil hak yang bukan miliknya.”
Sang Rajawali Telah Terbang Tinggi
Kini, sang Rajawali Pendidikan itu telah terbang tinggi. Jauh, dan tak kembali. Namun seperti pepatah, burung boleh mati, tapi suaranya tetap bergema.
Prof. Rustam Akili telah meninggalkan kita secara fisik, namun jejaknya tertanam kuat dalam semangat pendidikan di Gorontalo. Universitas Gorontalo adalah monumen hidup dari idealismenya. Program Psikologi Anti-Korupsi yang ia rintis, adalah warisan moral yang tak ternilai. Dan setiap mahasiswa yang diajar untuk hidup jujur adalah anak panah yang ia lepaskan untuk menembus masa depan.
Dia mungkin telah tiada. Tapi nilai-nilainya—tentang kejujuran, kesederhanaan, dan tanggung jawab moral—tetap hidup di antara kita.
Untuk Gorontalo yang lebih maju. Untuk Indonesia yang lebih bersih.
Selamat jalan, Kakak Utam. Selamat jalan, Prof. Rustam.
Namamu akan selalu disebut, bukan hanya karena jasamu—tetapi karena nilai yang kau wariskan.