Gorontalo, mimoza.tv – Ancaman Iran untuk menutup Selat Hormuz bukan hanya soal politik regional. Jika jalur vital distribusi minyak dunia itu benar-benar ditutup, efek domino akan dirasakan oleh banyak negara—dan Indonesia tak luput dari dampaknya.
Selat Hormuz adalah jalur sempit yang mengalirkan sekitar 20 juta barel minyak mentah setiap hari, setara 20% konsumsi global. Negara-negara pengimpor utama seperti China, India, Jepang, Korea Selatan, hingga negara-negara Asia Tenggara akan menjadi korban pertama.
Menurut laporan Badan Informasi Energi AS, sebagian besar ekspor minyak dari Arab Saudi, Iran, Irak, dan Kuwait melewati jalur ini. Jika pasokan terganggu, harga minyak mentah global bisa melambung tinggi—dan Indonesia akan ikut merasakan dampaknya melalui harga BBM dan bahan pokok.
Indonesia Bisa Terkena Imbas Berlapis
Indonesia memang bukan negara pengimpor langsung dari Iran, namun perekonomian nasional tetap bergantung pada kestabilan harga minyak global. Menteri ESDM Arifin Tasrif pernah menyatakan, setiap kenaikan harga minyak mentah dunia sebesar US$10 per barel dapat berdampak signifikan terhadap subsidi energi dan harga BBM di dalam negeri.
Jika harga minyak menyentuh di atas US$100 per barel, seperti yang diprediksi oleh Goldman Sachs dan Rapidan Energy, maka skenario terburuknya adalah:
Subsidi energi membengkak
Kenaikan harga BBM subsidi dan nonsubsidi
Inflasi bahan pokok
Meningkatnya ongkos logistik dan produksi industri
“Efek paling cepat bisa terlihat di sektor transportasi dan logistik. Jika ongkos BBM naik, biaya distribusi barang naik, harga-harga pun akan ikut melambung,” ujar analis ekonomi energi, Rafiq Hasyim, kepada mimoza.tv.
Negara Asia Paling Rentan
China dan India—dua negara dengan ketergantungan tinggi terhadap minyak dari Teluk Persia—diprediksi akan terdampak lebih dulu. Jika dua negara raksasa ini mulai mencari alternatif pasokan, kompetisi global atas minyak mentah akan meningkat dan menekan negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Krisis energi global yang disebabkan oleh konflik politik dan militer bukan kali ini saja terjadi. Namun, Selat Hormuz punya posisi yang lebih krusial karena tidak ada jalur alternatif yang sebanding untuk menyalurkan volume sebesar itu.
Siaga dan Antisipasi
Pemerintah Indonesia sejauh ini belum mengeluarkan pernyataan resmi. Namun, pengamat menyarankan agar skenario mitigasi krisis energi mulai disiapkan sejak dini, termasuk dengan:
Diversifikasi energi dan peningkatan cadangan strategis minyak
Optimalisasi Energi Baru Terbarukan (EBT)
Evaluasi kebijakan subsidi BBM untuk golongan mampu
Selagi situasi di Timur Tengah terus bereskalasi, dunia—termasuk Indonesia—harus bersiap menghadapi gelombang dampaknya.
Penulis: Lukman
Sumber: mimoza.tv | dari berbagai sumber