Gorontalo, mimoza.tv – Nama Mujirun mungkin tidak terlalu dikenal luas, tetapi karyanya sudah begitu akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Sebagai seorang engraver ternama dari Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), Mujirun adalah sosok di balik wajah-wajah pahlawan dan keindahan alam yang menghiasi uang kertas rupiah. Ia adalah sosok yang menghidupkan tokoh-tokoh bersejarah dan pesona Indonesia melalui ukiran halus dan presisi tinggi pada lembaran rupiah.
Lahir pada 26 November 1958, Mujirun memulai perjalanannya di dunia engraving ketika ia bergabung dengan Peruri pada tahun 1979, saat ia masih kuliah di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Yogyakarta. Peruri saat itu mencari bakat muda yang bisa menjadi engraver, peran penting dalam desain dan pencetakan uang. Mujirun dipersiapkan untuk bekerja bersama Sajirun, senior engraver di Peruri. Namun, untuk mencapai kemahirannya sebagai engraver uang, ia perlu menjalani pendidikan lanjutan hingga ke luar negeri.
Mujirun menempuh pelatihan engraving intensif di Swiss, Italia, Inggris, Hungaria, dan Malaysia, serta mendapat bimbingan khusus dari instruktur lulusan Belanda. Ia bahkan memperdalam tekniknya di ISI Yogyakarta dan ITB, yang menjadikannya salah satu engraver paling terlatih di Indonesia. Berkat ketekunan dan kemahirannya, karya pertama Mujirun yang menghiasi uang kertas Indonesia adalah gambar pahlawan nasional Teuku Umar pada pecahan Rp5.000.
Di antara karya legendaris Mujirun adalah sketsa wajah Presiden Soeharto yang terkenal dengan julukan “Pak Harto Mesem,” yang menghiasi uang peringatan khusus Rp50.000 tahun 1995. Dalam proses seleksi, sketsa karya Mujirun terpilih oleh Istana Negara sebagai wajah resmi pada uang tersebut, mengungguli karya dari seorang engraver asal Australia.
Selain Soeharto dan Teuku Umar, tangan terampil Mujirun telah mengukir sederet wajah pahlawan lainnya: Sisingamangaraja XII pada uang Rp1.000 (1987), Oto Iskandar Di Nata pada uang Rp20.000 (2004), hingga I Gusti Ngurah Rai pada uang pecahan Rp50.000 (2009) yang menjadi karyanya sebelum pensiun. Ia juga menciptakan ilustrasi pemandangan alam Indonesia, seperti anak Gunung Krakatau pada uang Rp100 (1991) dan Gunung Kelimutu pada uang Rp5.000 (1991).
Setelah empat dekade berkarya dan mempersembahkan karya-karya monumental, Mujirun mengajukan pensiun dini dari Peruri pada tahun 2009. Kini, sosoknya dikenal sebagai bagian dari sejarah seni rupiah yang tak tergantikan. Anak sulungnya bahkan mengikuti jejak sang ayah, mendalami seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Bagi banyak orang, uang mungkin hanyalah alat tukar, namun bagi Mujirun, setiap lembar rupiah adalah karya seni yang bernyawa—penuh nilai sejarah dan rasa bangga akan negeri. Lewat karya-karyanya, ia telah menjadikan rupiah bukan hanya sebagai mata uang, tetapi juga sebagai cerminan identitas dan kebanggaan bangsa.
Penulis : Lukman.
*Dari berbagai sumber.