Gorontalo, mimoza.tv – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi bantuan sosial dan hibah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bone Bolango kembali digelar di Pengadilan Tipikor dan PHI Gorontalo, Kamis (17/7/2025). Dalam sidang tersebut, penasihat hukum terdakwa Hamim Pou, Pangeran Tampubolon SH, S.I.Kom, menyampaikan keberatannya terhadap materi tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum.
Menurut Pangeran, ada ketidaksesuaian antara nilai kerugian keuangan negara yang disebutkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dengan nilai tuntutan dalam dakwaan. Hal itu, menurutnya, mengindikasikan ketidakkonsistenan dalam pendekatan hukum yang digunakan jaksa.
“Temuan BPKP menyebut kerugian sebesar Rp1,7 miliar. Tapi yang dimasukkan dalam tuntutan hanya Rp152 juta. Kalau memang dasarnya temuan BPKP, harusnya nilainya konsisten. Di sini kami melihat tuntutan JPU terlalu didasari selera,” ujar Pangeran kepada majelis hakim.
Ia juga mempertanyakan landasan normatif yang digunakan dalam menyusun tuntutan. Menurutnya, materi tuntutan tampak seperti hasil salin-tempel dari berita acara pemeriksaan (BAP) saksi, tanpa kajian ulang berdasarkan fakta persidangan yang telah terbuka di ruang sidang.
“Surat tuntutan itu sebagian besar hanya mengulang BAP. Padahal seharusnya yang menjadi dasar adalah fakta-fakta di persidangan, bukan dokumen awal yang belum diuji,” tegasnya.
Pangeran menyebut bahwa kliennya, Hamim Pou, tidak pernah menerima keuntungan pribadi dari penyaluran bantuan tersebut. Ia menilai bahwa seluruh dana telah tersalurkan secara sah dan tidak ditemukan adanya perbuatan memperkaya diri sebagaimana unsur Pasal 3 yang didakwakan.
Hamim Pou: “Saya Tidak Mencuri, Saya Melayani”
Usai pernyataan tim kuasa hukumnya, Hamim Pou turut menyampaikan pledoi pribadinya. Ia menyusun sendiri naskah pembelaannya dan membacakannya langsung di hadapan majelis hakim.
Mantan Bupati Bone Bolango dua periode itu membuka pernyataannya dengan kutipan dari QS Al-Ma’idah ayat 8, seraya menegaskan bahwa keadilan tidak hanya bertumpu pada teks hukum, tetapi juga pada nurani dan akal sehat.
“Saya tidak datang ke sini dengan kemarahan, melainkan dengan keyakinan. Keyakinan bahwa saya tidak bersalah. Bantuan yang saya salurkan tidak untuk diri saya, tapi untuk masyarakat—untuk masjid, mahasiswa, dan kegiatan sosial yang disetujui DPRD dan tercantum sah dalam APBD,” ungkap Hamim.
Ia membantah telah menyalahgunakan wewenang atau menikmati dana bantuan sosial yang kini menjadi dasar dakwaan. Dana senilai Rp152,5 juta tersebut, menurutnya, tertata resmi dalam APBD tahun 2011 dan 2012 serta digunakan untuk program keagamaan dan pendidikan.
“Tidak satu rupiah pun saya nikmati. Tidak ada saksi atau bukti yang menunjukkan dana itu mengalir kepada saya. Semua kegiatan itu terbuka, terdokumentasi, dan bisa diaudit,” jelasnya.
Hamim juga menyoroti bahwa regulasi yang menjadi acuan jaksa, yakni Permendagri tentang Hibah dan Bansos, baru diberlakukan di Kabupaten Bone Bolango pada APBD tahun 2013. Sementara kasus yang dituduhkan terjadi dua tahun sebelumnya.
Lebih jauh, ia menyebut bahwa tuduhan jaksa tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi secara utuh, sebagaimana dijelaskan dalam persidangan oleh saksi ahli pidana dan perwakilan BPKP. Ia bahkan menyebut bahwa laporan kerugian negara yang dijadikan dasar tuntutan, tidak ditandatangani oleh Kepala Perwakilan BPKP, sehingga cacat secara administratif.
Refleksi Seorang Pemimpin
Di akhir pledoinya, Hamim menyampaikan refleksi batinnya selama menjalani proses hukum yang disebutnya sebagai ujian terberat dalam hidupnya. Ia mengaku tidak kuat secara pribadi, namun tetap memilih berdiri demi keluarganya dan masyarakat yang pernah ia layani.
“Anak-anak saya masih memanggil saya ‘ayah’ dengan penuh hormat, walau saya disebut terdakwa. Saya tidak boleh jatuh di depan mereka. Saya mohon keadilan yang jernih, bukan karena saya mantan bupati, tapi karena saya warga negara yang percaya pada hukum,” tuturnya.
Hamim berharap majelis hakim memberi putusan berdasarkan nurani dan fakta persidangan yang sebenarnya. Ia juga memohon agar nama baiknya sebagai suami, ayah, dan pemimpin masyarakat dapat dipulihkan.
“Saya bukan pencuri uang rakyat. Saya pelayan yang mencoba berbuat baik untuk rakyat saya. Jika saya harus dihukum karena itu, biarlah sejarah yang menilai,” ucapnya menutup pledoi.
Penulis: Lukman.